03. beradaptasi

81 12 0
                                    

lea kini duduk termenung di ruang tengah, dengan segelas teh hangat yang jake buatkan untuknya tadi. sekarang suaminya itu sudah pergi bekerja meninggalkannya sendirian di rumah yang sunyi ini, astaga, bahkan lea tak sanggup menerima fakta bahwa jake adalah suaminya. dari seluruh pria di bumi ini yang bisa saja ia cintai, kenapa harus jake? apa yang ada di pikiran lea di masa depan sampai memilih si culun jake jadi pendamping hidup? bicara soal masa depan, gadis itu sudah ingat mengapa ia bisa ada di sini. oh ternyata, kalau ia tak memilih mengakhiri hidupnya, masa depannya akan jadi seperti ini ya. gadis itu tertawa hambar, ia tetap tak bahagia, tak ada gunanya, rasanya ia ingin kembali. ia tak ingin bersama jake. jadi, lea harus menghabiskan sisa hidupnya bersama jake? terimakasih namun lebih baik tidak, itu adalah ide paling buruk di dunia.

lea butuh pertanggungjawaban dari perempuan pemilik kafe yang mereka datangi malam itu! dahi lea mengerut, lantas secercah cahaya terbit di retinanya, matanya berbinar saat mengingat pesan perempuan tua itu. kalau lea bisa melihat bus merah lewat tepat di depan matanya, gadis itu bisa kembali! seketika semangat lea muncul lagi, perempuan itu bangkit berdiri, bersiap untuk keluar rumah dan kebetulan sekali bel rumahnya berbunyi, lea berjalan dengan cepat menuju pintu rumah lantas membuka pintu kayu itu, menampilkan seorang gadis asing dengan senyum lebar, "leaku yang cantik, selamat siang!" sapanya ceria lalu segera membawa lea yang kebingungan ke dalam pelukan hangat. "kamu siapa?" tanyanya lugu usai pelukan keduanya terlepas, perempuan yang ditanya memiringkan kepala dengan raut wajah kebingungan, "aku? clara, sahabatmu" beritahunya sambil menunjuk diri sendiri dengan telunjuk, bibir lea membulat paham. gadis asing ini mungkin saja berbohong dan berpura-pura jadi temannya, tapi lea memilih percaya saja, senyumnya terlihat tulus. baguslah, setidaknya lea di masa depan sudah punya seorang teman.

"kamu sudah makan belum?" clara bertanya, kini sudah dipersilahkan masuk ke dalam rumah oleh lea, tapi perempuan yang mengaku sahabatnya itu masih berdiri di ambang pintu, lea menggelengkan kepala, ia belum makan sejak pagi. clara menepuk tangannya bersemangat, "ayo kita makan di kedai sup ayam favorit kita!" ajaknya antuasias, alis lea terangkat, meski gadis itu tak tahu tempatnya dimana, setidaknya ia bisa melancarkan aksinya untuk melihat bus merah yang lalu lalang, "ayo! kita naik apa? naik bis? ayo kita ke halte!" kata lea, clara menampilkan ekspresi jenaka, tangannya ia letakkan di dahi lea, seakan memeriksa suhu gadis itu, "ley, kamu kenapa sih? seperti amnesia saja" cibirnya lantas tertawa, gantian lea yang kebingungan, "kedainya kan ada di dekat rumahmu, berjalan kaki tiga menit juga sudah sampai" clara melanjutkan bicaranya setelah melihat wajah lea yang benar-benar butuh penjelasan, kepalanya geleng-geleng sambil terkekeh, "ah iya, benar" lea menampilkan senyum kikuk sampai menjemur gigi, berusaha menutupi kekeliruannya, yang penting clara tidak curiga padanya.

-

lea dan clara sudah sampai di kedai sup ayam yang ternyata memang tak jauh dari rumah gadis itu. begitu banyak hal yang berubah selama sepuluh tahun, semuanya yang tak pernah timbul di pikiran dangkal lea, alhasil gadis itu dibuat melongo sepanjang hari. ayolah, lea saja masih merasa perjalanan waktu yang ia alami adalah mimpi. tapi masa bodoh dengan semua ini, pokoknya perempuan itu harus segera bertemu bus merah dan kembali, "ley, makan" suara clara membuyarkan lamunan puan itu, lea mengangguk lantas menyendok satu suap ke mulutnya, mata gadis itu langsung terbelalak, clara tertawa, "kenapa?" katanya, "ini enak sekali" puji lea, tawa clara tambah deras, "ya benar, ini memang sup paling enak di kota. kalau saja kita bisa melupakan rasanya dan merasakan sensasi makan sup ini seperti saat pertama kali, pasti akan sangat seru" celotehnya, lea mengangguk saja, sejujurnya lea memang baru pertama kali merasakan sup ini.

tangan lea terarah mengambil mangkuk kecil berisi cabai, ia bersiap menuangkan cabai itu ke dalam kuahnya sebelum dicegat oleh clara, "hey, tidak boleh!" serunya, lea menghadirkan mimik tak mengerti di wajahnya untuk kesekian kali, "astaga, lea, kamu kan sedang hamil, tidak boleh makan yang pedas, sudah makan supnya saja, sudah enak kok" ujar clara khawatir, "tidak..." lea refleks menggumam tak terima, ia hamil anak jake? lea menggigit bibir, berusaha menyembunyikan keterkejutannya. dasar jake bodoh! lea menyumpahi jake dalam hati. tidak, lea tidak tahan lagi, ia harus pulang segera. jika jodohnya memang jake, lebih baik ia tak usah menikah.

perempuan itu memperbaiki duduk, berusaha rileks. lea menyantap makanannya dalam diam sambil sesekali melihat ke kaca jendela, memperhatikan setiap kendaraan yang lewat, syukurlah hidangan yang ia makan enak, kalau tidak, suasana hatinya pasti sudah hancur lebur mengetahui fakta-fakta yang tidak pernah gadis itu sangka akan terjadi dalam hidupnya. "ngomong-ngomong, bis yang lewat dari tadi terlihat sangat berbeda semua, ya" basa-basi lea memecah keheningan, makanan di dalam mangkuknya nyaris habis. alis clara terangkat, "tampilan bus yang biasanya lewat memang seperti itu" jawabnya seadanya.

"oh, ya? semuanya berwarna abu-abu besi? kalau bus merah, biasanya lewat kapan?" lea bertanya lagi, "bus merah?" clara balik bertanya, "iya, bus merah dengan jendela kaca di setiap bangku, yang pintunya dibuka manual dengan gagang lalu disorong ke samping" lea mencoba menjelaskan, kaki gadis itu sampai ia hentakkan berulang kali, menanti jawaban clara, "ah, maksudmu bus jadul? haha, mana ada bus jadul yang lewat lagi sekarang, kalau kamu mau lihat, kita bisa pergi melihat fotonya di museum" clara menjawab sambil terkekeh. bibir lea menganga, benar juga, zaman sudah berganti, segala hal berevolusi, termasuk bentuk bus, pupus sudah harapan gadis itu, atau ia tak bisa disebut gadis lagi? pupus sudah harapan ibu hamil itu, sekarang ia hanya akan pasrah pada keadaan, bahunya menurun, kepalanya tertunduk. "kok lesu, ley? ada apa? aku boleh tau kamu kenapa? apakah ada yang salah, kamu sakit?" clara bicara dengan nada khawatir, tangannya memegang tangan lea yang menganggur di meja makan.

lea mendongakkan kepala, kalau ia memang tak bisa kembali ke masa lalu, lea harus rela terjebak di masa depannya, "clara, anggap saja aku memang amnesia, bisakah kamu ceritakan kisah hidupku? katakan semua yang kamu tahu tentang aku! apa hidupku bahagia?" tanyanya bertubi-tubi, clara menaikkan sebelah kanan bibirnya, sebenarnya tingkah sahabatnya ini memang sangat aneh sejak tadi, namun karena ia sedang hamil, clara tak kuasa menolak dan memilih maklum, "baiklah, soal hidupmu, ya, kamu bahagia, bahkan adalah wanita terbahagia di dunia" clara memulai ceritanya, "kamu lulus kuliah farmasi, kita satu fakultas. tapi kamu tidak lanjut bekerja, mungkin karena kamu dipaksa ibumu dan tidak bergairah di bidang itu, dulu sih kamu bilang ingin masuk sastra. tapi meski kamu tidak bekerja, kehidupanmu sangat tercukupi kok. suamimu seorang akuntan, tapi karena ia murah hati, suamimu juga membuka les instrumen biola bagi anak yang ingin belajar" lanjutnya. lea menganggukkan kepala mengerti, ternyata masa depan tak jauh berbeda dari tebakannya juga. pasti ia tak berhasil masuk kedokteran namun tetap dipaksa ibunya masuk ke bidang medis. dan untuk jake, ia memang pandai berhitung dan main biola sejak dulu.

"lalu? kapan aku menikah dengan jake?" wanita itu bertanya lagi dengan serius, sangat tertarik mendengar kisah hidupnya sendiri, "aku tak tahu kapan kalian menikah, yang pasti kamu sudah menikah terlebih dahulu sebelum melanjutkan kuliah. aku jadi ingat masa lalu, dahulu jake sangat terkenal di kampus kita, dia tampan, baik, dan pintar, pokoknya nyaris sempurna. saat tahu dia sudah menikah, banyak gadis yang patah hati, kamu sangat beruntung, lea" clara menerangkan sambil terkekeh, lea angguk-angguk lagi, "lalu, apa selama ini aku terlihat cinta pada jake?" lea bertanya untuk ketiga kalinya, clara tak tahan lagi, perempuan itu mendengus lalu mendorong pelan dahi lea dengan telunjuknya, "kita sudahi saja permainan amnesia ini, rylea sim" katanya, lea melukis senyum tak rela, padahal ia benar-benar ingin tahu.

tring tring. bunyi ponsel lea. perempuan itu mengambil ponsel dari saku. omong-omong, ponselnya di masa depan keren juga. lea melihat nama yang tampil di layar, 'sayangku' sedang menunggu panggilannya diangkat. lea meneguk salivanya, setelah mendengar cerita clara tadi, ia jadi canggung berinteraksi dengan segala hal yang menyangkut jake. ternyata pria itu berperan besar dalam kehidupannya. perempuan itu dengan tak yakin menekan tombol jawab, "halo" cicitnya pelan, "halo, sayang, kamu dimana?" suara jake terdengar di seberang, "uhm... aku di kedai sup dekat rumah" lea memberitahu, "oke, aku jemput ke sana ya, aku sudah di rumah" ucap jake sebelum panggilan ditutup. lea memasukkan kembali ponsel ke dalam sakunya. kembali bertatapan dengan clara yang tengah mengulum senyum, "untuk menjawab pertanyaanmu yang terakhir, semua orang juga tahu sedetik saja setelah melihatmu bersama jake" clara meledek.

tak lama, suara pintu terbuka terdengar, kedua wanita yang sedang duduk menoleh, itu jake. "hai, cla" jake menyapa, clara mengangkat alis sambil tersenyum, "aku cari kamu" intonasi pria itu seketika berubah jadi amat lembut usai berhadapan dengan istrinya, jempol dan telunjuknya menarik wajah lea mendekat lalu mengecup pipi lea yang masih terdiam, ia shock namun tak berani menghindar, ia takut terlihat tak meyakinkan di hadapan clara. "kangen, pulang yuk?" ajaknya, lea mengangguk kaku, jake menggenggam tangan istrinya, lea bangkit dari duduknya, "makasih sudah menemani lea ya, cla, kita pulang duluan" jake pamit pada clara, "tentu, tidak masalah" jawab gadis itu, jake berjalan terlebih dahulu sambil menarik tangan istrinya di genggaman, lea menolehkan kepala, melambaikan tangan pada clara yang membalas lambaiannya dengan senyuman.

love theory | jakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang