04. perasaan yang perlahan mekar

74 12 1
                                    

sebulan berlalu sejak lea tinggal di rumah berdua saja dengan suaminya. lambat laun, lea mulai terbiasa dengan kehadiran jake di sisinya, ia sudah terbiasa bangun tidur dengan tangan jake yang melingkar di pinggangnya. gadis itu tak terkejut lagi saat melihat wastafel dengan dua sikat gigi berbeda warna dalam satu gelas, juga tak terkejut saat menemukan helaian rambut pendek yang rontok di saluran penyaring air di kamar mandi, di sofa ruang tamu, bahkan di karpet bulu, omong-omong, tidak tahu kenapa rambut jake sangat mudah rontok. lea juga mulai terbiasa dengan suara pria itu yang berteriak menyebut namanya setiap pagi, seperti saat ini, lea sedang ada di halaman rumah membersihkan sisa salju yang lengket pada kaca jendela, dan suara jake sudah terdengar memenuhi seisi rumah. setiap kali jake tak menemukan lea di sampingnya saat ia terbangun, ia akan mencari istrinya di ruang mana saja, dan anehnya, ia kerap terdengar sangat takut, bak anak anjing yang kehilangan induk. tunggu! kenapa lea dari tadi menjabarkan panjang lebar tentang jake? tidak, tidak mungkin lea suka pada si culun itu, kan? lea menggelengkan kepalanya berulang kali, ia tak boleh jatuh cinta pada jake, pokoknya ia harus mulai mengacuhkan pria itu, lea akhirnya tak berniat menjawab jake yang berulang kali memanggil namanya.

suara pintu rumah terbuka, lea ikut membalikkan badan, menatap sepenuhnya pada subjek pembuat kegaduhan yang kini berdiri di muka pintu, “lea...” nama lea jake sebutkan dengan suara parau, nadanya seakan lega, air mukanya sudah tak menyiratkan kepanikan lagi, namun matanya berair. saat sepasang matanya bertemu dengan milik jake, entah kenapa perasaan ini hinggap lagi dalam relung hati lea, perasaan yang tak bisa ia definisikan, belum pernah ia rasakan dalam waktu yang lama, jantungnya berdetak kencang. seakan sudah melupakan misinya untuk cuek pada pria itu, lea malah membuang lap yang ia gunakan sembarangan ke lantai, kedua tangannya terulur, memberi sebuah ruang untuk jake masuk ke pelukannya, pria itu segera meraih istrinya, menenggelamkan seluruh wajah di ceruk leher perempuan yang sudah ia nikahi delapan tahun lamanya itu, “kenapa kamu tidak menjawab? aku khawatir” jake merengek masih dalam pelukan, lea terkekeh kecil, “maafkan aku ya” lea berbisik, tangannya mengelus surai kepala bagian belakang jake berulang kali dengan sayang, berusaha menenangkan pria itu.

-

pagi berlalu, siang ini jake dan lea sedang membersihkan sisa salju di depan rumah. karena ini sudah di penghujung tahun, jake mendapat libur. musim dingin perlahan berganti menjadi musim semi, salju yang mencair menyirami tanaman di sekitar rumah mereka yang kembali bermekaran. lea meletakkan gagang sapu yang tadi ia gunakan untuk membersihkan, lalu ia mendudukkan diri di teras rumah, perempuan itu jadi mudah lelah setelah sedikit saja bekerja, mungkin karena ia sedang hamil. lea sudah mengandung bayinya dua bulan lamanya, namun perutnya belum membesar, mungkin karena umur janinnya masih sangat muda. “hai, cintaku” lea menoleh, refleks menutup mata terkejut saat jake yang sudah duduk di sampingnya mencolek pipi gadis itu dengan salju di telunjuknya. jake menampilkan tawa, tawa yang membuat hati lea ikut gembira, lea akhirnya ikut tertawa, tak lama tangan jake membelai pipi lea, membersihkan bagian yang sudah ia kotori tadi. lalu keduanya hening lagi, hanya terdengar sapaan saat beberapa tetangga lalu lalang di depan rumah mereka.

“jake...” suara lea terdengar memecah kebisuan, “ya, sayang?” suaminya menjawab, keduanya saling tatap, “sejak kapan kamu suka aku?” tanya lea, pertanyaan ini sudah merajai pikirannya beberapa waktu, karena lea betul-betul tak menyangka saat mendapati jake sebagai suami yang ditakdirkan baginya di masa depan, jake bahkan tak setitik pun menunjukkan tanda-tanda suka pada lea saat mereka belajar di kursus yang sama sepuluh tahun lalu. kepala jake kini menghadap ke depan, menghindari tatapan lea, sepertinya ia malu. aduh, lea jadi tersenyum lagi, suaminya sangat menggemaskan, jake seperti bayi. “sejak pertama kali aku melihatmu di kursus” jake mengakui, lea masih menatap jake, memperhatikan sisi samping wajah pria itu yang menawan, rambutnya bergerak di tiup angin ke sana ke mari. pantas saja jake mau dibawa lari oleh lea malam itu, ternyata jake sudah suka padanya, lea jadi tersipu malu, “tapi aku suka padamu duluan, butuh beberapa tahun sampai kita bisa bersama. syukurlah, tuhan baik padaku membiarkan kita tetap bertemu di kursus meski telah lulus sekolah menengah atas, aku jadi lebih mudah bertemu denganmu dan membuatmu jatuh cinta padaku” sambung jake.

lea menganggukkan kepala paham, “benar, saat itu memang aku masih sangat suka pada jay” ujarnya lantas terkekeh, mengingat masa lalu konyol yang sebulan lalu masih ia jalani membuat lea tak kuasa, perasaan sangat cepat berubah. “ah iya, jay” suara jake terdengar lesu, lea memiringkan kepala, memperhatikan jake yang kini menunduk, jemarinya melukis sebuah lingkaran bulat yang tersenyum di permukaan salju. lea tak bisa menahan lengkungan ceria yang mulai tercipta di ranumnya, jake sedang cemburu ya? aduh, lea tidak sanggup lagi menghadapi tingkah imut pria di hadapannya.

“jake?” lea memanggil nama suaminya, pria itu menoleh, detik itu juga lea menangkup pipi jake dengan kedua tangannya, lalu memberikan jake sebuah kecupan hangat lama. sang suami terlihat terkejut awalnya, namun dapat bibir lea rasakan sebuah senyuman terbentuk. lea sudah ingin melepaskan tautan keduanya, namun jake menahan pinggang gadis itu, tangannya mendorong tengkuk lea makin dalam menyentuh ranumnya, sekarang jake mendominasi. lea menggerutu dalam hati, apa tadi ia bilang jake seperti bayi? tidak, lupakan, sekarang lea menyesal, jake tetap tak ingin berhenti sampai lea hampir kehabisan nafas, perempuan itu berusaha keras mendorong dada jake, bibir keduanya berpisah sampai menciptakan sebuah bunyi decak. lea memicingkan mata, menatap pria itu sok marah, berbanding terbalik dengan jake yang terlihat sangat senang, masih dengan senyuman, kepala pria itu bergerak ceria kanan dan kiri. lea tak bisa berkata-kata, apa pria di hadapannya ini sedang sok lugu? bagaimana bisa ia kembali bertingkah seperti anak kecil?

“aku cinta padamu, lea” jake bicara lagi, lea hanya menganggukkan kepala lalu pandangannya fokus sepenuhnya ke depan, “lea, aku cinta padamu!” jake merengek, lea mendengus, “aku juga, jake, aku juga cinta” jawabnya malas, terdengar kikikan lagi di sampingnya. sepertinya jake benar-benar jatuh cinta padanya, ya? mereka terlihat seperti pasangan yang sangat dimabuk cinta. lea tersenyum lagi, matanya tertuju pada bunga di sekitaran teras yang perlahan mekar dengan indah, sama seperti perasaannya pada pria itu. kini lea tidak ingin menipu dirinya sendiri lagi, yang lea tahu, dia bahagia bersama jake. dapat lea rasakan genggaman tangan jake yang mengerat, sangat kuat, perempuan itu menoleh lagi pada jake, disuguhi jake yang memegang dadanya, seperti tengah menahan sakit, “jake?” panggil lea khawatir, jake masih mencoba melukis sebuah senyum, “kita masuk yuk, sayang” ajaknya, tanpa basa-basi, kepala lea segera mengangguk lalu menuntun jake berdiri sampai masuk ke dalam rumah.

love theory | jakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang