Bagian 1

46 10 3
                                    

2016.

Dia berjalan melewati makam demi makam lengkap dengan hoodie warna hitam yang menutupi seragam sekolahnya. Hari masih pagi, namun seperti biasa, ia menyempatkan diri untuk mengunjungi makam orang yang dia sayang sebelum berangkat ke sekolah. Dia tidak pernah absen mengunjungi makam, kecuali jika dia memang harus langsung menuju sekolah jika keadaan mendesak, seperti ujian. Beruntung, sekarang bukan waktunya ujian, melainkan hari biasa.

Ketika sampai, ia berjongkok di antara makam sembari kedua tangannya masing-masing mengusap nisan. Dia menatapnya secara bergantian, lalu tersenyum kecil.

“Hai, Ma, Pa. Aku datang. Aku mau pamit, berangkat ke sekolah,” katanya yang tidak mendapatkan jawaban apa pun dari seseorang yang ia ajak bicara sekarang. “Aku berangkat dulu ya, Ma, Pa.”

Hanya itu, kemudian ia berdiri lagi, menghampiri dua makam yang berada tepat di sebelah Papanya. Lagi, dia berjongkok di antara dua makam tersebut dan mengusap masing-masing nisan makam.

“Bang Patra, Kak Sinta, aku pamit ke sekolah, ya,” ujarnya lagi, seakan-akan ia memang sedang berbicara kepada dua orang itu. Tak lupa tersenyum di akhir kalimatnya, lalu berdiri. Terdiam di sana beberapa saat sebelum akhirnya melangkah kembali menuju mobilnya yang terparkir di depan makam.

Hanya itu yang selalu ia ucapkan. Setiap pagi mengunjungi makam mereka berempat hanya untuk berpamitan ke sekolah, seperti yang orang-orang lain lakukan. Meskipun keluarganya telah tiada, namun ia tetap berpamitan kepada mereka jika ia hendak pergi ke suatu tempat. Mungkin, menurut orang lain dia seharusnya tidak perlu melakukan hal seperti itu. Tapi, baginya dia juga ingin berpamitan seperti anak-anak yang lain walaupun keluarganya sudah tiada. Tidak peduli dengan anggapan orang.

Sampainya dia di dalam mobil, dia tidak langsung menyalakan mesin mobil. Melainkan terdiam dengan tatapannya tertuju pada pemakaman. Ingatannya tiba-tiba melayang pada malam di tahun 2007. Malam di mana hari terakhir dia memeluk kakak semata wayangnya, Patra. Masih teringat jelas, apa yang terjadi malam itu setelah Patra dan Sinta, kakak suaminya, tetap bersikeras untuk pergi ke acara pernikahan temannya. Terkadang, kejadian itu membuatnya berpikir, kalau saja abang mau menuruti apa yang aku bilang saat itu, mungkin abang masih hidup sampai sekarang.

Kenyataannya, ajal seseorang memang tidak bisa dihindari. Malam itu memang malam di mana Patra dan Sinta sudah waktunya untuk kembali kepada-Nya. Bahkan, jika di malam itu dia menangis dan merajuk pun, Patra dan Sinta akan tetap pergi. Dirinya masih delapan tahun saat itu dan dia tidak bisa melakukan apa-apa selain melarang mereka berdua pergi dengan alasan-alasan yang dia buat.

Dia tau, saat di mana dia membiarkan Patra dan Sinta pergi, detik itu juga dia melihat kedua orang itu untuk yang terakhir kali. Doa yang terus dia panjatkan di dalam hatinya agar Patra dan Sinta diberi keselamatan pun tidak ada gunanya. Harusnya dia tau itu.

Sebab, semuanya sudah terlihat jelas di dalam mimpinya.

Dulu, saat ia masih berusia enam tahun, dia sering memimpikan orang-orang yang tidak dia kenal. Entah itu mimpi indah atau buruk. Pada awalnya, dia menganggap itu hanyalah sebuah mimpi. Namun, semakin ia beranjak remaja, ia pun menyadari bahwa itu bukan lah sekedar mimpi. Itu adalah sebuah gambaran masa depan seseorang yang dituangkan di dalam mimpi.

Aneh, bukan?

Sayangnya, itu lah yang terjadi padanya.

Semuanya bermula ketika pada usia 6 tahun, ia tidak sengaja bermimpi tentang seseorang yang tidak ia kenal, namun orang itu tampak berbicara dengan Ayahnya. Di dalam mimpinya, orang itu mengatakan bahwa dia adalah tetangga baru penghuni rumah kosong tepat di sebelah rumahnya. Sangat biasa, namun seminggu kemudian, terdengar kabar bahwa rumah kosong yang berada tepat di sebelah rumahnya kini memiliki penghuni baru dan orang itu adalah orang yang ia mimpikan sebelumnya. Cara orang tersebut berinteraksi dengan Ayahnya pun sama persis, membuat dirinya yang masih sangat kecil dan polos itu tiba-tiba menyeletuk.

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang