3√

270 54 4
                                    

☁️

"Jisya!"

Beberapa orang menoleh, termasuk si empunya nama.

Jisya hanya mengangkat sebelah alis dengan raut tanya.

"Udah pulang? Ayo, pulang bareng," ajak si cowok yang memanggil Jisya tadi, Taeger.

"Duh, sorry banget, Ger, gue mau hang out sama mereka," ujar Jisya sembari menunjuk tiga sejoli di sampingnya.

"Ae'lah, padahal gue nungguin Lo makanya gak pulang," sungut Taeger.

"Salah Lo sih, gak chat gue dulu!" balas Jisya, "Udah ya, gue mau jalan sekarang. Yok, girls," lanjut Jisya kemudian berjalan pergi meninggalkan Taeger yang melongo.

'Anjir, malah nyalahin gue. Main nyelonong aja lagi, gak merasa bersalah. Awas aja lu ya, Jisya,' batin Taeger. Matanya tak henti menatap Jisya penuh dendam.

☁️

"Jen, udah belum sih? Gue udah laper," Jisya bertanya seraya menatap Jennie dengan tatapan memelas.

"Bentar lagi," balas Jennie menatap sekilas Jisya lalu kembali pilah-pilah baju.

"Tapi rasa lapar gue udah gak bisa dibentarin, Jennie!" kesal Jisya.

"Yaudah-yaudah, kita jajan dulu aja, okay? Soalnya kita gak tau kemana tuh dua curut belanja."

Jisya menghembuskan nafas lega. Akhirnya Jennie meninggalkan baju-baju digantung itu dan fokus padanya.

"Udah kita cari junk food aja dulu, abis itu cari Rosie Lisa," balas Jisya antusias seraya menarik Jennie keluar toko.

Mereka berpisah untuk menghemat waktu belanja. Karena hanya Jennie dan Rosie yang ingin belanja, Jisya dan Lisa cuma mengikut saja. Jadilah mereka mengatur, Lisa menemani Rosie belanja kebutuhannya, sementara Jisya menemani Jennie belanja kebutuhannya juga.

Akhirnya mereka menemukan stand food court yang menjual street food Korea. Dan Jisya dan Jennie harus mengantri terlebih dahulu.

Jennie mengirim pesan di grup chat mereka, mengatakan ia dan Jisya sudah selesai belanja, walau sebenarnya belum. Dan Jennie juga mengirim foto agar Rosie dan Lisa tahu dimana ia berada.

Jisya menatap sekeliling mall untuk menghalau rasa bosannya. Tetapi matanya malah tidak sengaja melihat seseorang yang amat ia kenali. Jisya menajamkan penglihatannya, takut-takut ia salah orang. Namun tidak, Jisya benar-benar mengenal orang yang sedang makan di restoran itu.

"Jen, bokap gue," Jisya memukul kecil bahu Jennie, memberitahu apa yang ia lihat barusan.

Jennie menoleh pada Jisya lalu menengok ke objek yang ditunjuk Jisya.

"Anjir, itu bokap Lo sama siapa, Sya?" Jennie melotot kaget menatap ayah Jisya dan Jisya bergantian. Jisya mengedikkan bahu tanda tak tahu ayahnya dengan siapa. Situasi di depan mereka memang normal, hanya ayah Jisya yang sedang menikmati makan malam dengan seorang wanita, normal bukan? Apalagi jika di lihat dari status ayah Jisya yang memang seorang duda, rasanya tidak masalah jika ia makan dengan seorang wanita.

Tetapi bukan itu yang membuat Jennie terkejut sampai melotot dan Jisya yang suasana hatinya langsung buruk. Masalahnya adalah, ayah Jisya yang terlihat sangat menikmati makan malamnya dengan wanita itu, seolah tidak peduli Jisya akan makan sendiri lagi di rumah.

Jisya selalu menelepon ayahnya, bertanya apa beliau pulang cepat hari itu, tetapi jawabannya selalu sama, lembur. Jisya juga mengirim pesan tadi selepas kelas, dan ayahnya balas mengatakan masih banyak kerjaan, tapi apa yang Jisya lihat sekarang menjawab semuanya. Ayah Jisya bersikap seolah ia menghindari Jisya, tidak suka Jisya, dan tidak ingin makan di meja yang sama dengan Jisya, bahkan beliau tidak sarapan dan pergi pagi-pagi buta agar tidak bersitatap atau mengobrol dengan Jisya. Jisya pun tidak mengerti, kesalahan apa yang pernah ia perbuat sampai ayahnya seolah tidak sudi menatapnya.

"Woi! Lagi liatin apaan sih? Serius banget," sahut seseorang yang baru saja mengganggu fokus dua gadis cantik yang sedang memantau sesuatu di depan.

"Lisa kampret! Ngagetin aja," sungut Jennie kesal. Jisya hanya diam walau ia juga merasa cukup kaget dengan kedatangan temannya yang tiba-tiba merangkul pundaknya.

Lisa yang dimaki hanya tertawa tanpa dosa.

"Kalian udah pesan? Gue juga mau," tanya Rosie.

"Eh iya, Sya, kita belum pesan-"

"Gak jadi, gue mau pulang."

Kalau situasinya begini, Jisya sudah tidak peduli lagi dengan makanan.

Setelah mengatakan itu, Jisya berjalan pergi. Ayah Jisya dan wanita itu masih ada di tempat.

"Jisya!" panggil Jennie. Jennie ingin mengejar Jisya namun tangannya dicekal sebelum ia berhasil lari.

"Jisya kenapa?" tanya Rosie bingung. Sedangkan Lisa menatap Jennie penuh tanya.

"Tuh liat," Jennie menunjuk ke samping dengan dagunya.

"Om Indra?" Rosie menutup mulutnya yang menganga lebar.

"Berasa diselingkuhin, njir," sahut Lisa.

"Gak gitu konsepnya, Lisa! Jisya tuh badmood bukan karna papanya makan sama cewek, tapi karna papanya bilang sibuk, eh terciduk makan di mall. Yang kalo dipikir-pikir, mereka mungkin aja abis belanja, kalo cuma mau makan, ya bisa di restoran luar, ngapain ke mall," jelas Jennie.

"Gak mau disusulin nih?" tanya Lisa.

Jennie menabok keras pantat Lisa membuat si empu menjerit kecil.

"Ngapain disusulin segala, Lisa?! Yang harus kita susulin tuh Jisya! Bisa berabe kalo dia nyetir sendiri," terang Jennie.

Mereka bertiga akhirnya berlari untuk menyusul Jisya yang sepertinya sudah sampai di parkiran.

☁️
TBC

10/10/21
Revisi: 25/7/23

He And She \ VsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang