"Ibu!" panggil Timun yang mengejutkan ibunya yang sedang mengolah ikan tangkapannya bersama Bimo.
"Jangan buat ibumu kaget nduk, lagi mbeteti ikan ini."
"Aku mau cerita."
"Iya, cerita aja."
"Jadi-." Sambil menggeser kursi pendek Timun mendekat dan bercerita pada ibunya, "aku tadi ketemu sama cowok yang kemaren."
"Oh ya? Katamu nggak bakal ketemu lagi."
"Iya, itu yang aneh. Wajahnya bukan dari desa ini, tapi kemarin dia jalan-jalan nggak jelas di sungai."
"Dia nggak kerja? Mancing gitu kayak kamu?"
"Nggak," balas Timun singkat sambil menyalakan lampu tempel karena hari mulai agak redup.
"Di umur segitu nggak ngapa-ngapain, dia orang kaya ya?"
"Mungkin, pakaiannya sih lengkap gitu."
"Nah!" suara ibu Timun melengking membuat pendengaran Timun terhentak, "langsung dekati aja, siapa tahu langsung dia ajak nikah. Lumayan, daripada kamu hidup miskin kayak gini terus."
"Yaelah, kenal sifatnya dulu bu, kalau srek ya baru lanjut."
"Kalau kamu nunggu srek lama nduk, keburu kamu jadi perawan tua."
Perkataan ibunya membuat Timun melipat tangannya di dada, "ibu ini nggak mikir perasaan apa?"
"Bukannya gitu, tapi rasional aja," hela nafas terdengar, "ibu dulu juga ingin kayak harapanmu itu, tapi kalau ibu nurutin perasaan srek nggak bakal kesampaian. Jadi ya, ibu ambil jalan yang ada aja buat nikah sama bapakmu."
"Emang ada apa sama mantan ibu dulu?"
"Rumit nduk."
"Dia orang desa sini?"
"Bukan."
"Berarti sama kayak cowok yang Timun temui dong?"
"Iya, cuman lebih rumit aja." Ibu Timun menyiapkan makanan di meja, lalu mereka beralih tempat ngobrol di meja makan. "Tapi kalau kamu mungkin masih bisa, jadi cepet kejar aja."
Timun berpikir sembari menyantap makanannya.
-
Hari berlangsung memberi esok dengan kedinginan yang baru. Membuat kaku tangan dan jemari bersentuhan dengan suhu yang rendah. Sinar surya belum mengintip tetapi suara derap kaki melaju terlebih dahulu di luar rumahnya, membuat Timun terjaga. Tanpa cahaya utama, dan hanya remang dari api kain dan minyak membuka sedikit celah di matanya.
Dengan jendela kotak kecil kamarnya, Timun menitik tujuan untuk membongkar rasa penasaran. Ada apa diluar sana? Semakin mendekat, Timun meranggai kain gorden yang menutup pandangan dengan rapi. Dua daun pintu juga didorongnya memperlihatkan secuil penjelasan.
Mata merah. Timun hanya melihatnya sekelebat dan menutup jendelanya kembali. Berbalik dengan tangan gemetar, dia mendudukan diri di lantai dan bersandar di tembok kayu kamarnya. Masih terngiang dengan jelas mata cerah itu. Bulatan kecil terpandang tidak berbalasan. Bergerak ke kanan dan ke kiri seperti mencari sesuatu.
Tidak jelas dengan bentuknya karena cahaya yang kurang, tetapi hal yang terbayang Timun adalah sesuatu yang mengerikan. Bisa saja mengancam nyawanya, bahkan nyawa penduduk sekitar sana.
Bergegas Timun menuju ibunya untuk membangunkan. Goncangan keras oleh Timun seketika membangunkan ibunya. Dengan wajah ketakutan, bibir Timun tidak dapat terkontrol untuk berbicara lebih lancar, "E-i-tu, bu-, t-t-ta-di a-da."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alter Timun Mas - Legenda si hijau
Storie d'amorePerbedaan membuahkan konflik. Dalam urusan pendapat, ideologi, bahkan cinta. Ingin aku memaki diriku sendiri yang berlari terlalu jauh dari tempat tinggal. Membukakan mata, melebarkan dekapan dan akhirnya sampai pada pelukan yang salah.