Lembar Pertama

3.6K 253 19
                                    

Suara nyaring dari high heels yang mengetuk lantai itu menggema di sepanjang lorong yang sepi. Tujuan pemiliknya adalah di depan sana,  sebuah pintu besar, tempat dimana sang CEO agensinya berada. Lalisa mengabaikan kehadiran sekretaris yang menanyakan keperluannya. Ia dengan keras membuka pintu besar yang terbuat dari kayu jati.

"Bukan kah aku sudah bilang kalau aku akan hiatus sampai akhir tahun nanti? Kenapa menerima tawaran tanpa memberi tahuku lebih dulu?"

Lalisa menatap murka seorang pria yang dengan santai menyunggingkan senyum. Pria dengan kaca mata bulat itu berdiri, menggulung kemeja sampai siku dan duduk di sofa. Tangannya terulur mempersilahkan Lalisa untuk duduk.

Wanita berusia dua puluh empat tahun itu mendengus. Ia duduk dengan angkuh, menyilangkan kaki panjangnya dan juga kedua tangan yang terlipat di atas perut.

"Ini tawaran dari brand besar, tidak mungkin aku menolaknya. Namamu juga akan naik kalau kau menjadi brand ambassador mereka, Lisa," kata pria itu.

Lalisa berdecih. Ia tidak peduli seberapa mewah dan seberapa terkenalnya brand yang menginginkannya, ia hanya ingin hiatus dan liburan ke luar negeri. Aktifitasnya sudah sangat padat sejak tahun lalu sampai ia tidak memiliki waktu untuk menyegarkan pikiran.

"Aku menolak!"

Lalisa memang wanita yang keras kepala. Apa yang sudah ia ucapkan tidak akan bisa dengan mudah dirubah kecuali ia kehilangan ingatan.

Pria di depannya itu menghela napas, meski sudah enam tahun mengenal Lalisa ia tetap belum memahami model favoritnya itu.

"Kau bisa liburan setelah menyelesaikan shooting untuk campaign mereka, hanya akan ada beberapa kali pemotretan dan vidio campaign. Setelah itu aku janji kau akan mendapatkan liburan yang panjang dan menyenangkan," kata pria bernama James, ia dengan lembut berusaha membujuk Lalisa.

Lalisa menatap tajam James yang memasang wajah memohon. Sejak Lalisa memutuskan untuk mengikat dirinya dengan agensi James, Lalisa selalu diperlakukan baik dan istimewa dalam soal fasilitas. Semua keinginannya juga selalu terpenuhi. Selain memanjakannya, James juga bisa sangat menuntut seperti ini. CEO dari agensinya itu tidak akan pernah peduli dengan pendapat talent yang dinaunginya jika brand setuju memberikan bayaran yang besar.

Semua perlakuan yang ia dapat ini tentu saja karena kepopulerannya. Entah Lisa harus merasa beruntung atau tidak dengan popularitas yang terus menanjak naik. Karena walau pendapatannya ikut naik tapi ia jadi tidak banyak memiliki waktu untuk beristirahat.

"Aku tetap akan menolak. Minta orang lain untuk menjadi ambassador mereka," ujar Lalisa sebelum beranjak.

James memijat keningnya setelah pintu ruang kerjanya ditutup cukup keras. Helaan napas juga keluar dari dirinya. Sungguh tidak mudah melunakkan hati seorang Lalisa Kim. Wanita itu berbeda dengan gadis yang ia temui enam tahun yang lalu. Ia telah berubah banyak dari gadis penurut menjadi wanita yang keras kepala.

***

"Mereka batal menerima tawaran dari kita?" Suara datar nan dingin itu keluar dari belah bibir tipis milik seorang pria yang duduk di kursi kekuasaan. Jabatannya bukan CEO, dia masih menjadi manager direktur sejak satu minggu yang lalu.

Tugas pertama yang diberikan sang ayah sejak kepulangannya dari Inggris adalah menjadikan Lalisa sebagai brand ambassador mereka. Taehyung pikir itu adalah hal yang mudah, ternyata dia salah.

"Benar, Pak," jawab Jimin Park, sekretarisnya.

"Bukankah sebelumnya mereka sudah bilang setuju? Kenapa sekarang berubah? Apa mereka memang tidak profesional?"

Why So Sexy?  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang