13. Tujuan Cahaya

1 0 0
                                    

Tanpa mengetahui pemikiran Hendro, Cahaya terus melanjutkan menyusun rencana pembalasan dendamnya. Merebut cinta Nana hanya awal rencananya saja. Pada akhirnya Rianto dan kedua ibu dan anak itu akan berakhir di pinggir jalan dengan nama buruk dan tidak ada harapan untuk bangkit kembali. Itulah tujuan Cahaya.

Hendro mengantar Aya dan Ara pulang sebelum dia sendiri akhirnya pulang ke rumahnya. Kejadian tadi siang masih mengganggu pikirannya. Saat dia melihat Aya dan Ara dengan semangatnya memprovokasi Nana, dalam hati Hendro tidak bisa berhenti bertanya pada dirinya sendiri, apakah Aya benar-benar menyukainya? Tujuan Aya ingin balas dendam pada Nana memang tidak ditutupinya dari Hendro, tapi Aya juga tidak pernah mengambil inisiatif mengatakan padanya kalau dia juga suka padanya. Mereka bisa jadian pun bukan karena usulan Aya melainkan Ara yang menjadi perantara disana-sini.

Jika diingat kembali hanya sekali Hendro bertanya pada Aya untuk memastikan perasaan gadis itu padanya, Dia hanya bertanya "Benarkah kau mau menjadi pacarku?" dan Aya hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan, gadis itu sama sekali tidak mengatakan kalau dia memiliki perasaan padanya atau hal yang mirip seperti itu.

Sekarang mereka berada pada keadaan yang sangat canggung, dia tidak bisa bertanya berkali-kali pada Aya tentang perasaan gadis itu padanya saat mereka sudah resmi pacaran. Bukankah mereka akan menjadi sangat canggung jika Aya menjawab dia hanya berpacaran dengannya agar dapat membalas dendam pada Nana dan sama sekali tidak memiliki perasaan apapun untuknya.

Hendro menghela napas dalam-dalam dan meyakinkan diri sendiri untuk membiarkan semuanya berjalan apa adanya dan membiarkan waktu yang menjawab pertanyaan yang berkubang di hatinya. Dia sudah memutuskan kalau dia menyukai gadis itu dan ingin menghabiskan hidupnya bersama Aya jadi, tidak ada gunanya memikirkan hal seperti ini. Semakin banyak dia berpikir seperti ini hanya akan membuatnya menanam benih prasangka buruk terhadap Aya, jadi sebaiknya dia tidak banyak menggubris pertanyaan ini.

Hendro adalah anggota pengurus klub pencinta alam. Saat ini mereka sedang merencanakan kegiatan mendaki dan berkemah pada akhir semester. Kegiatan ini merupakan proyek yang cukup besar karena tidak hanya anggota klub namun mahasiswa yang tidak menjadi anggota juga boleh ikut bergabung. Karena kegiatan ini adalah kegiatan untuk umum Hendro berniat merangkai kegiatan kali ini agar tidak terlalu ekstrim dan lebih memfokuskan kegiatan pada kebersamaan peserta. Untuk itu Hendro sedang mencari lokasi mendaki yang lebih aman dengan medan yang tidak begitu susah untuk dinaiki.

Hendro berniat mengajak Aya ikut dalam kegiatan ini, karena itu dia menghabiskan banyak waktu untuk mempersiapkan acara ini. Kegiatan ini akan berlangsung selama tiga hari dua malam dimana mereka akan memanjat gunung dan berkemah di atasnya selama dua hari.

Hendro menelepon salah satu pengurus lainnya. Tak berapa lama menunggu terdengar suara lembut menjawab, "Hallo, ada apa Hen?"

"Tolong kirimkan susunan acaranya untukku aku perlu sekarang." Ucap Hendro tanpa basa-basi. Dia dan Fina sudah saling kenal sejak SMA jadi mereka sudah termasuk kawan lama. Fina adalah gadis yang pintar dan aktif di kegiatan sekolah. Walaupun begitu itu tidak berarti kalau dia menjadi gadis yang periang dan banyak bicara. Dengan unik Fina mempertahankan sifat lembut dan elegannya walaupun dia melakukan aktifitas berat yang biasanya mengurangi sikap feminim wanita.

"Okay, aku kirim lewat email. Oh ya, susunan ini belum final ya, mungkin masih ada perubahan kecil setelah menentukan banyak peserta yang ikut. Sampai saat ini kira-kira ada tiga puluh enam peserta."

"Hm" guman Hendro sebelum menutup pembicaraan mereka dan kembali memfokuskan diri pada pekerjaannya. Saat sedang membaca email yang dikirim oleh Fina, pintu kamarnya diketuk oleh ayahnya. Ayah Hendro membuka sedikit pintu kamarnya dan menyelipkan kepalanya kedalam ruangan. "Kau sibuk? Turunlah ke bawah jika kau tidak sibuk, ada tamu. Kau tahu pengusaha muda yang sedang menjadi perbincangan hangat?"

"Cullen Wunandra?"

"Ya, kupikir tidak ada salahnya kalau kau coba untuk bersosialisasi dengannya. Kau tahu, kalian seumuran, ku pikir mungkin kalian akan lebih mudah berkomunikasi."

Setelah berpikir sebentar, Hendro mengiyakan.

Selama ini Hendro selalu enggan bersosialisasi dengan pengusaha-pengusaha yang dikenalkan oleh ayahnya. Dirinya tahu dengan pasti kalau suatu hari dia harus terjun ke masyarakat dan berhubungan dengan pengusaha hipokrit yang memiliki berbagai macam akal licik. Dia tidak mau berubah menjadi salah satu dari mereka, namun jika dia ingin meneruskan usaha ayahnya dia harus melakukannya. Di dunia bisnis yang kejam ini hanya ada dua pilihan, terus melangkah maju atau kau akan tertinggal dan gagal. Untuk itu Hendro memutuskan untuk mulai bersosialisasi dan belajar apa yang perlu dipelajarinya untuk bertahan di dunia bisnis.

Terutama pria bernama Cullen Wunandra. Pria ini seumuran dengan dirinya namun dalam segi pengalaman dia sudah jauh di depannya. Banyak orang yang mengatakan kalau kemampuan Cullen tidak bisa dianggap remeh. Bahkan ada yang mengatakan kalau dia lebih licik dari rubah tua Wunandra, yang tak lain merupakan ayahnya.

Cullen menghela napas. "Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya." Gumannya.

Saat tamu ayahnya melihat dia muncul di ruang tamu, mereka menyambutnya dengan baik. Sebagian teman ayahnya ini telah mengenalnya dan ada juga yang telah mengenal kemampuannya, bagaimanapun juga dia telah bermain saham sejak kecil.

Jika anak lain senang bermain game atau berkumpul dengan teman-temannya, bagi Hendro dia sangat tertarik bermain saham, baginya bermain saham sama dengan bermain game, bahkan lebih seru. Bermain game tidak menghasilkan uang namun bermain saham menghasilkan sejumlah uang yang membuatnya dapat membeli apapun yang diinginkannya tanpa harus meminta uang pada orang tuanya.

"Salam kenal, Hendro Armana." Hendro berjabat tangan dengan Cullen.

"Cullen Wunandra." Cullen menawarkan senyum tawar.

Selain Cullen, kelima orang yang datang dengannya adalah teman lama ayahnya. Akhirnya dia dan Cullen hanya duduk disana tanpa banyak bicara sedangkan para pria paruh baya itu mengobrol dengan santai, mulai dari topik ringan sampai berbagai gosip hangat di dunia perbisnisan yang memberikan banyak informasi penting bagi kedua anak muda itu. 

CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang