Adalah Resti,seorang wanita sayu. Aku bisa mengibaratkan hatinya seperti pecahan kaca yang remuk dan tak tertata.
Ia berantakan, tapi siapa yang tau? Hanya buku dan Pena kecil kuno miliknya, ia sangat pandai memanipulasi pandangan orang-orang terhadapnya.
Suatu hari saat resti pulang dari kampus dengan fikiran kacau dan hati yang bergejolak, ia berlari masuk kamar dan menghampiri pena kuno yang sedang beristirahat diatas buku tebal penuh dengan coretan tangannya. "Oh Tidak!,aku baru saja beristirahat" Ungkap pena itu, memang tadi malam hampir resti habiskan untuk menuliskan kisah sedihnya. Benar saja air mata resti mulai membasahi buku lawas nan kusut miliknya, ia membuka lembar kosong dan mulai menuntun pena menuliskan penderitaan nya hari ini. Buku yang tebalnya kira-kira 200 halaman ini hampir penuh diisi oleh catatan kisah sendu gadis 18 tahun itu.
"Aku selalu basah saat gadis malang itu datang", ucap buku tua,seperti biasa Pena kuno itu selalu ikut menangisi kehidupan gadis berbadan kurus itu. "Aku kasihan padanya mengapa dunia begitu kejam padanya?"ujar Pena dalam isak tangisnya.
Nyanyian-nyanyian binatang malam, selir angin yang perlahan masuk melalui celah jendela kamar Resti, menjadi pengiring tangisannya setiap malam.
"Aku lelah kawan, cobalah tuntun aku untuk kisah-kisah indahmu dalam hidup. sekali saja, apakah kau tidak punya?" Tepat jam 12 malam Pena itu mengeluh pada resti, bukan menuruti teman baiknya, resti justru menangis sejadi-jadinya, ia merasa sudah lagi tak ada teman yang mau mengerti dan menerima dirinya. Selama ini resti hanya menceritakan kesedihannya kepada pena kuno dan buku tua itu, ia tak punya sahabat atau hanya sekedar teman untuk bersandar dan mencurahkan isi hatinya. "Maafkan aku Pena sayang, aku tidak tau lagi dimana tempat aku berbagi duka selain hanya dengan mu, kepada siapa aku berbagi air mata selain dengan buku tua ini" Dada resti mulai sesak karna tangisnya. "Tidak apa-apa nak, menangislah jika engkau akan tenang tapi maafkan aku jika suatu saat aku sudah tak sanggup menerima tetesan air matamu."
Ting..ting...ting. Jam 7 pagi saat alarm resti berbunyi, ia terbangun dalam keadaan memeluk buku tua dan Pena kuno sahabatnya itu.
Resti bergegas mandi dan bersiap pergi ke kampus. Hari itu entah ada angin apa Resti membawa kedua sahabatnya. Sampai di kelas resti duduk di bangku paling belakang. "Mengapa disini." Pena kuno itu perlahan semakin terlihat pucat.
Dua bulan lalu sebelum resti berkawan dengan Pena kuno dan buku tua itu. Resti punya kisah paling indah dalam hidupnya. Hari-harinya diisi oleh keramaian sahabat dan kasih seorang yang sering disebutnya prince. Resti begitu menikmati hidupnya hingga sampai suatu kondisi dimana ia harus memilih salah satu. Sahabat-sahabatnya atau seseorang yang dianggapnya sebagai Prince, dengan sangat tegas saat itu Resti dengan bangga memilih Prince dan rela melepaskan Sahabat-sahabatnya.
Penyesalan besar atas keputusannya Resti rasakan setelah satu bulan kehilangan Sahabat-sahabatnya. Ia mendapat penghianatan dari sosok Prince yang ia banggakan dulu. Prince memilih sosok wanita yang jauh lebih asik dari Resti dan lumayan manja juga. "Makasih Res buat selama ini. Aku rasa aku telah menaruh hatiku ditempat yang baru,dan menemukan pujaan baru
maafin aku Res" Lelaki berparas tampan itu menyerahkan saputangan nya kepada gadis malang didepanya lalu pergi. Resti tidak henti-hentinya menangisi kejadian itu, sehingga hal apapun yang terjadi padanya akan ia kaitkan dengan peristiwa pilu itu. Ia menjadi pendiam tidak mau tau tentang dunia, di kelas ia memilih duduk di bangku paling belakang dengan alasan tidak ingin disaksikan dan menyaksikan apapun dan siapapun. Ia menganggap dunia telah mati. Wajar, dulu Resti menganggap Prince adalah laki-laki hebat yang akan selalu ada untuknya. Tapi kini pahitnya ia harus merelakan Prince nya menjadi sandaran wanita lain, seolah setiap sudut kampus di penuhi oleh bayangan Prince dan princess barunya.Tengah malam saat ia pergi ke gudang rumahnya untuk mengakhiri hidupnya ia tak sengaja melihat sepasang Pena kuno dan buku tua yang usang. "Sahabat?." Spontan Pena itu berkata. Resti mengurungkan niat buruknya dan ia menghampiri Pena dan Buku itu "Sahabat baruku" Pertama kali tetes air mata Resti mengenai kusam buku itu.
Hingga sekarang lelahnya Pena itu tak ia hiraukan, lembabnya buku itu ia biarkan. Entah sampai kapan hidup gadis itu akan di penuhi duka yang dibuat sendiri, sebenarnya bukan hanya tentang itu tapi, sampai kapan Pena dan buku itu sanggup menjadi teman dukanya.
"Gadis kurus yang malang, andai aku bisa berwujud seperti Prince. Aku akan menjadi pangeran terbaik selama hidupnya, dan kau buku? "
"Jika bisa, aku ingin merajut kembali senyumnya dan membakar diriku yang penuh kenangan pilu dihidupnya. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Pena Dan Lembar Terakhir
Short Story"Aku lelah kawan, cobalah tuntun aku untuk kisah-kisah indahmu dalam hidup sekali saja, apakah kau tidak punya?" Tepat jam 12 malam Pena itu mengeluh pada resti