Saksi Bisu, Ayunan Biru

6 1 0
                                    

Siang menjelang sore itu, waktu menunjukkan pukul 13.59. Adi sudah 15 menit duduk terdiam di ayunan lawas bercat biru di taman. Lalu lalang binatang pecinta bunga di depan wajah adi, sesekali menjadi pusat perhatian dan memecah lamunannya.
"Hai di?,, mau bicara apa?" Resti yang tak mau basa-basi langsung duduk bangku ayunan sebelah kanan Adi. "Res, udah makan?, minum?, udah mandi juga?." Sedikit saja Adi tidak memandang wajah Resti. "Apaan sih di?, buat apa aku buang-buang waktu aku datang ke tempat ini kalau cuma mau denger pertanyaan konyol kamu. "
" Kali ini aku serius Res, aku nyesel udah ninggalin kamu, aku baru sadar, cuma kamu yang bisa ngerti aku, kamu sempurna buat aku, aku mau menebus kesalahan ku dulu, aku tau kesalahan itu sudah fatal buat kamu tapi kasih aku satu, satu kesempatan lagi Res, aku mohon." Jantung Resti seolah berhenti berdegup nafasnya tersengal serasa ada sesuatu yang mendesak dadanya. Pandangannya mulai kabur, tertutup cairan bening yang seketika memaksa keluar.
Beberapa saat hanya ada keheningan diantara mereka, keduanya tertunduk, air mata tak mampu mereka bendung.
"Tega sekali, setelah kekuatan dan keikhlasan ku mulai membuka lembar demi lembar baru dalam dunia ku, kau datang membawa kisah kelam yang berhasil membuat ku hancur berantakan. Dan kini aku harus apa? Ingatan sendu ku kau pulihkan lagi," jelas Resti ucapkan dalam isak tangisnya. "Aku janji Res, aku akan mengisi lembar dunia baru mu dengan senyuman, kisah buruk karna kebodohan ku tidak akan terulang lagi Res, ini janjiku." Seperti seorang panglima perang mengucap janjinya untuk bangsa. Adi dengan tegas menjanjikan itu pada Resti, ia yang masih menyimpan rasa itu, akhirnya luluh dengan ucapan manis mantan pangerannya yang sekarang menjadi Prince nya lagi.
Sepanjang sore mereka habiskan bersama, seolah merasa kebahagiaannya telah lengkap.
Sepulang dari bersama Adi, Resti menghampiri Pena dan Buku dengan senyum riang.
" Kawankuuu.. Kalian tahu sebahagia apa aku hari ini, kalian tidak akan bisa mengibaratkannya ketika aku sendiri tidak tau apa yang bisa aku ibaratkan dengan bahagia ku hari ini. Kau tau Prince ku telah kembali pada ku, sore tadi aku habiskan bersamanya, jalan, cerita, tertawa,, dan aku sangat bahagia" Begitu tulisannya di dua lembar terakhir buku tua itu.
"Sandiwara apa lagi ini, aku tidak yakin pada lelaki itu" Buku tua menghela nafas. "Sudahlah, kita berdoa saja, bukankah bahagianya adalah syukur kita?" Pena menganggap buku, namun tatapannya mengarah pada Resti yang baru saja membaringkan tubuhnya di kasur.
"Semoga saja".

Pena Dan Lembar TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang