"Pena sahabat ku, ku ucapkan beribu-ribu terimakasih padamu. Selelah apapun ragamu sebanyak dan semenjijikan apapun kisahku kau tak ragu untuk menerimanya. Saat aku tak mendengar keluh mu, kau tidak marah kau juga tidak beranjak pergi dari kerumunan kisah pilu ku. Dan buku, engkau sudah begitu tua dan rapuh, namun kau tetap bertahan dan tetap menerima dengan sangat baik coretan-coretan kisah sedih ku, kau masih berusaha untuk tetap mampu menampung ribuan kata ku dalam ragamu. Terimakasih sahabat. Hari ini adalah pertama kalinya aku menulis bahagia pada dirimu dengan Pena ini. Aku benar-benar menulis kebahagiaan, akhirnya lelaki terbaik ku telah menemukan bahagianya, ia menemukan pembuka pintu hatinya dan kembali bangkit dari keterpurukannya karna ulah wanita yang disebut ibuku, ya.. Hari ini Ayah akan menikah dengan perempuan yang bukan hanya cantik paras tapi juga hatinya, aku senang padanya.
Aku katakan sekali lagi, aku sangat bahagia kawan. Kisah buruk ku tentang prince pasti perlahan pudar, dan aku siap akan itu semua."
Begitu tulisan resti di buku tua pada lembar ke 197.
Matahari mulai menyingsing, diikuti bulan yang perlahan tampak wujudnya. Suara tamu undangan yang datang mulai terdengar bising, semua sudah siap dekorasi, panggung, makanan, dan hal-hal keperluan lainnya sudah tertata rapi pada tempatnya, sorot lampu paling terang dengan dekorasi bunga lavender yang indah, membuat panggung pengantin itu menjadi pusat perhatian utama para tamu yang datang, "Panggungnya elegan dan sangat menarik ya". Begitu suara bisik dari salah satu sudut di tengah keramaian tempat itu.
" Ayo turun ma, Ayah dan juga tamu lain pasti sudah menunggu." Resti memanggil Renata mama dengan penuh kasih. Ia menggandeng tangan pengantin baru itu dan mengajaknya turun melaksanakan akad.
.....
"Bagaimana saksi, sah?" Ucapan penghulu itu seketika langsung mendapatkan jawaban serentak dari para tamu yang datang, "Sah, Alhamdulillah."......
Resti yang tengah mengambilkan minum untuk teman"nya yang turut hadir di acara itu, tiba-tiba dikejutkan oleh sosok berkemeja biru dengan celana jeans hitam berjalan keluar. "Prince..?" Resti berlari keluar mengejar lelaki itu karna ia berfikir lelaki itu adalah Prince. "Di tunggu,,!" Nama asli Prince itu Adi, Adi Setya Wiguna.
Adi berhenti dan menoleh pada Resti. "Kenapa?" Tatapan Adi begitu sayu, matanya merah dan tak sedikitpun ada aura kebahagiaan di mata coklat kecil nya. Dan Resti tau Adi sedang tidak baik-baik saja.
"Baik-baik aja kan Prince?. Eh sorry Adi maksud ku", " Tidak ada Res, oh ya maafin aku ya, maaf buat semuanya." Adi laki-laki tapi saat mengucapkan kalimat itu, bulir bening jatuh dari sisi kanan matanya. "Udah, aku udah lupa juga kok, udah ikhlas gakpapa." Resti menyodorkan saputangan berwarna biru pada Adi. "Masuk lagi aja dulu, kita sharing sama temen-temen lainya, ayok!" Ajak Resti menampakkan mata binar bahagianya. "Nggak Res, takut ganggu suasana hati yang lain. Aku pulang dulu besok jam 2 siang temui aku di taman deket kampus ya, aku pulang dulu see you." Resti tak mampu menjawab apa-apa, tak bisa dipungkiri hati kecil Resti masih menyimpan baik nama Prince masa lalunya itu. Pandangannya mulai kabur, menyaksikan punggung Adi yang semakin menjauh dan hilang bersama gelapnya malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pena Dan Lembar Terakhir
Short Story"Aku lelah kawan, cobalah tuntun aku untuk kisah-kisah indahmu dalam hidup sekali saja, apakah kau tidak punya?" Tepat jam 12 malam Pena itu mengeluh pada resti