Chapter 3

240 37 9
                                    

Kau tahu, betapapun menyedihkannya dirimu
Berusahalah, untuk tak terlihat menyedihkan.

****

Ruangan itu diliputi keheningan sejak 10 menit yang lalu. Netra Sang Hokage masih berfokus pada gulungan misi yang hanya berisi beberapa kalimat. Sementara entitas lainnya menunduk, menatap ubin ubin lantai, seakan itu adalah hal yang paling menarik di dunia.

.....
.....

Sebuah helaan nafas kasar terdengar, lalu mata sebiru lautan itu menatap sahabatnya, yang tengah berdiri kaku, seakan nyawanya sedang tak di sana "Jadi kau ingin mengambil misi ini?"

.....

"Begitulah, kau lihat sendiri, ini sangat serius. Aku tak bisa memikirkan orang lain, selain diriku" Sakura berucap, masih dalam menunduk. Sungguh, hal tersulit saat ini menatap sahabatnya, Ia takut menemukan rasa iba atau kasihan di sana.

"Kau kepala Rumah Sakit, ba-?"

"Aku akan membicarakannya dengan Tsunade Sensei, untuk sementara Ino bisa menggantikanku" Potong Sakura, tak membiarkan Naruto menuntaskan kalimatnya.

Terjadi jeda beberapa saat, hingga sebuah helaan nafas kembali terdengar "Baiklah, kau bisa ambil misi ini" Dan kepala Sakura spontan terangkat, menatap sahabatnya.

"Kau serius?"

"Hn pergilah, aku tahu kau membutuhkannya saat ini"

Kedua sahabat itu saling bertatap, jelas tersirat banyak emosi di sana, hal-hal yang tak bisa diucapkan. Mereka adalah dua manusia dewasa, jelas Naruto tak bisa lagi bercerewet tentang kehidupan cinta sahabatnya, pun Sakura enggan membagi rasa sakitnya seperti yang mereka lakukan saat remaja.

......

"Hiks.... Terimakasih-Naruto" Entah sejak kapan, wajah Sakura telah basah dan Naruto tak bisa menahan matanya untuk tak ikut memanas.

Oh Tuhan Mengapa semua begitu rumit? Bukankah cinta adalah perasaan yang suci tapi mengapa semenyakitkan ini? Tak berlakukah hukum usaha dalam urusan hati? Sakura telah berusaha semaksimal mungkin, tapi tetap saja batu itu tetap kokoh berdiri, tak terusik sedikitpun.

Atau mungkin memang ini takdir mereka. Dan tak ada manusia, yang cukup bodoh untuk menentang takdir.

****

"Benar, kau akan pergi misi" Sebuah suara menghentikan Sakura dari kegiatan membereskan pakaiannya. Netranya menatap perempuan tua yang tengah berdiri di ambang pintu.

....

"Kau itu kepala rumah sakit, bagaimana mungkin mereka memberikanmu misi" Wanita itu kembali berceloteh, berjalan mendekati putrinya.

Sakura mencoba mengulas senyum "Mereka membutuhkan ku Ibu" Sakura bersyukur Ibunya tak bertanya lebih jauh, memang tak masuk akal seorang kepala Rumah sakit mengambil misi, sementara masih banyak shinobi shinobi medis yang sebenarnya cukup layak dikirim ke Suna.

"Kalau begini terus kapan Ibu menimang cucu" Ibunya berucap dengan nada yang dibuat buat sedih. Sungguh, Sakura tahu bahwa Ibunya tak sedikitpun bermaksud menyakiti, namun nyeri itu kembali datang.

Apa katanya, Cucu? Bahkan ditahap ini Sakura berpikir, mungkin dirinya takkan menikah. Ia terlalu mencintai, hingga berpikir tak ada akhir yang ia inginkan selain Sasuke. Pun Ia terlalu yakin, atau mungkin kelewat bodoh bahwa perjuangannya bertahun tahun akan membuahkan hasil. Kasihan, ingatlah kau dikasihani. Kau tak pernah dicintai. Hatinya mencemooh.

Sakura tak memungkiri, jika dia yang berada di posisi Sasuke mungkin juga akan melakukan hal yang sama. Bagaimana mungkin kau mengabaikan seseorang yang telah mencintaimu bagitu besar, begitu lama. Bahkan bila kau tak memiliki rasa yang sama, kau tetap akan berat mengatakan tidak. Namun tetap, kau tak bisa mengadakan pernikahan berlandaskan kasihan. Itu membutuhkan cinta yang saling berbalas.

Pernikahan? Apakah Ia sanggup melihat Sasuke menikahi orang lain? Pasti dia akan terlihat sangat menyedihkan. Saat itu datang, mungkin sakura akan melarikan diri lagi, atau lebih baik dia mati sebelum itu. Atau mungkin di luar sana ada seseorang yang siap menghargai cintanya, menyayanginya dengan tulus tanpa kepuraan. Mungkin saja, bukankah Tuhan menciptakan manusia berpasangan.

Sakura mengulas senyum, menatap Ibunya

"Ibu, untuk cucu. Bagaimana kalau bukan Uchiha?"

.....

.....

****

Hari ini keberangkatannya ke Suna. Sakura berjalan menuju kantor Hokage, karena ini adalah misi dalam waktu yang lama Ia harus melapor terlebih dahulu.

Semua telah terlihat selesai, Ia meyakinkan Ibunya bahwa Ia dan Sasuke sudah berakhir, bahwa mereka tidak cocok. Tentu ibunya tahu bahwa Ia menyembunyikan sesuatu, tapi wanita itu menghargai keputusannya. Yang paling sulit adalah berbicara dengan Tsunade sensei, wanita itu  hanya menatap, seakan tengah membaca pikirannya. Sakura dapat melihat rasa sedih di sana, dan Ia tak bisa berhenti untuk berpikir bahwa Senseinya mengetahui keadaannya. Setelah Jeda puluhan detik, wanita itu mengiyakan.

Dan selebihnya Tuhan mengatur begitu sempurna, Ia tak pernah bertemu atau berpapasan dengan Sasuke, mungkin pria itu tengah menemui Karin, wanita yang juga pernah bersama Sasuke untuk waktu yang lama.  Sakura juga bersyukur, walau setiap memikirkan situasinya hatinya akan terasa nyeri, namun emerald nya bekerja sama dengan baik. Organ itu hanya memanas dan berkaca, tak Ia biarkan membasahi wajahnya untuk waktu yang lama.

Ia berusaha keras tak terlihat menyedihkan, cukup satu orang saja yang mengasihaninya.

"Kau sudah datang Sakura" Sakura berjalan memasuki ruang Hokage. Tak hanya Naruto, kedua senseinya juga di sana, Kakashi dan Tsunade, serta satu orang lagi yang tak Sakura kenal, seorang Anbu.

"Sakura, perkenalkan Nei, Anbu Suna" Naruto berucap, alis Sakura terangkat. Untuk apa Anbu Suna di Konoha? Batin Sakura.

"Dia akan mengantarmu ke Suna" Kening Sakura semakin mengerut "Suna sedang tidak aman, wabah yang dilaporkan minggu lalu telah menjakiti beberapa pemukiman Suna, walaupun mereka telah berusaha mengisolasi yang terjangkit, wabah itu tetap menyebar. Para petinggi beranggapan bahwa ini konspirasi pihak oposisi Gaara, untuk menggulingkan pemerintahan yang sekarang"

"Gaara khawatir siapapun yang dikirimkan Konoha akan diserang dalam perjalanan, sehingga dia mengirimkan salah satu Anbunya" Jelas Naruto.

Sakura menghembuskan nafas pelan "Aku mengerti"

"Baiklah Sakura, kau ditugaskan membantu apapun kebutuhan Suna dalam hal pengobatan penyakit yang sedang melanda Suna"

"HAI"

Sakura mengangguk kepada kedua gurunya, mengulas sebuah senyum lalu berjalan keluar ruangan, diikuti Anbu Suna yang sedari tadi diam, tak mengucap sepatah katapun.

....

.....

Ia akan sibuk. Ini semua akan menguras waktunya hingga tak ada jeda. Ia takkan memiliki waktu untuk mengingat apapun yang Ia tinggalkan di Konoha. Pun tak ada waktu untuk menitikkan air mata. Misi ini akan membuatnya lupa dengan seorang yang hingga detik iti masih menjadi pusat atensinya. Harap Sakura.

TBC

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang