Chapter 1 : Malam dan Ceritanya

45 4 1
                                    

Diskotek itu tidak pernah sepi pengunjung.

Jika tempat umum lainnya mulai sepi saat malam semakin menggelap, maka diskotek adalah kontradiksinya. Lampu warna-warni yang tak sepenuhnya mampu menyinari ruang demi ruang menyala sayu, ditemani musik yang mendentum keras hingga terasa seperti menghentak lantai. Kepala-kepala insan manusia mulai bergoyang, tangan kiri memegang segelas whisky, tangan kanan sibuk mendekati bibir, mengapit sebatang rokok untuk kemudian meniupkan asap.

Sada dan Erman sudah duduk di sudut diskotek ini sejak lama. Bertemankan masing-masing segelas bir murahan, keduanya menatap keramaian. Gadis-gadis berpakaian menggoda. Lantai dansa sesak dipenuhi kaki-kaki yang terus bergerak. Pandangan mata keduanya sibuk memburu mangsa.

"Kiri, yang pake baju biru. Gimana?" tanya Erman yang dibalas Sada dengan sebuah gelengan.

"Nggak kelihatan oke. Kurang."

Erman berdecak karena pilihannya kembali ditolak Sada.

"Gue malah ngeri kalau dompetnya isi tunggakan kartu kredit semua," sahut Sada datar. Matanya masih terus memindai layaknya elang yang mencari mangsa.

"Kalau tengah tuh, yang pake rolex. Gimana?" tanya Erman lagi. Ia yakin targetnya kali ini cukup.

"Boleh juga. Dompetnya ada di kocek belakang."

"Dia aja?"

"Banyak tanya lo."

Sada meraih gelasnya, meneguk habis bir dalam gelas itu lantas mulai berjalan menuju keramaian diikuti Erman. Keduanya menggerakkan tubuh ringan, mengikuti irama musik yang diramu dengan pas oleh DJ perempuan berpakaian terbuka di lantai atas. Sesekali Erman mengerling nakal pada gadis-gadis yang bertemu pandang dengannya. Sembari mengawasi Sada yang memulai aksi. Sada tepat berada di belakang target, sementara Erman berada di sisi lain yang menyudutkan pergerakan lelaki tersebut.

Dengan gerakan secepat mungkin, Sada menarik dompet yang sedari tadi menjadi sasarannya. Dalam satu kali tarik, ia berhasil. Dengan cepat dompet itu ia masukkan ke saku bagian dalam jaket jeans-nya. So smooth.

Sada menganggukkan kepala pada Erman, tanda bahwa keduanya sudah berhasil dan harus bergegas pergi. Dengan cepat keduanya memisahkan diri dari keramaian lantai dansa.

Sayangnya, saat sudah berhasil memisahkan diri dan hendak pergi, sebuah seruan yang hampir mengalahkan suara musik yang berdentum. Mengambil alih atensi sebagian muda-mudi di sekitar mereka.

"Njing! Dompet gue ilang!"

Deg! Jantung Sada dan Erman sudah hendak lepas hingga berserak ke lantai rasanya. Punggung mereka terasa seperti disorot oleh berpasang-pasang mata.

“Siapa yang rese’ nih!” lanjut pemuda tersebut marah. Sebagian kesadarannya telah dipengaruhi alkohol. Namun ekspresinya masih tetap sangar. Membuat sebagian orang yang ada di sana sedikit takut, lantaran sikap dan kedudukannya.

Menyadari kerusuhan yang tak biasa, apalagi melibatkan orang yang dikenalnya, DJ memelankan musik. Menarik perhatian pengunjung lain. Erman melalui ekor matanya melihat ke belakang. "Ketahuan nggak nih?" bisiknya pelan pada Sada.

“Nggak kalo lo biasa aja.” Sada berpegang teguh pada pendiriannya. Hendak kembali melangkah pergi, sebelum sebuah tepukan terasa pada bahunya.

"Tunggu!” suara yang beberapa detik lalu menarik perhatian terasa begitu dekat. “Lo barusan yang mepetin gue kan?”

Sada mengumpat tanpa suara. Sebiasa mungkin dia berbalik tanpa takut. “Maksud lo apa, Bro?”

“Lo tadi joget-joget mepetin gue, buat nyikat dompet gue kan? Ngaku aja sebelum abis di sini lo!”

Erman berusaha membela rekannya. “Kalau ngomong yang enak dong, lo bahkan nggak kenal kita. Main tuduh aja.”

“Justru karena gue nggak kenal lo-lo pada!” Pemuda itu melirik sekilas teman-temannya. “Geledah mereka!”

Sada tidak siap menghindar ketika dua tangannya dikunci ke belakang oleh salah satu dari mereka. Postur tubuhnya lebih tinggi dari Sada. Sada berusaha menghindar, tapi teman mereka yang lain sigap merogoh ke dalam jaketnya hingga menemukan dompet curiannya dengan mudah.

Menyeringai, pemuda yang berhasil merampas kembali hasil curiannya, melemparkan dompet kulit tersebut pada sang pemilik.

“Dasar maling!”

“Ugh!” Sekali lagi Sada tidak siap saat sebuah pukulan keras menerjang ulu hatinya, Sial! Hari ini Sada sedang sial. Dia berusaha memberontak, tapi orang di belakangnya menahannya begitu kuat. Jika terus seperti ini mereka bisa benar-benar tewas di sini. Tidak ada yang berani melerai. Kondisi Erman bahkan tidak lebih baik. Sada tetap berusaha melawan, dia tidak boleh kehilangan kesadaran.

“Berhenti!” Sebuah suara datar menahan satu pukulan keras yang hampir mengenai rahang Sada. Pemuda itu mendongak. Mendapati seorang lain berambut kelabu yang memandangnya datar.

“Nggak ada yang boleh ngerusuh di acara gue,” lanjutnya, mengundang protes dari pemuda lain yang beberapa saat lalu menjadi target Sada. “Terutama lo, Jay!”

Man? Bajing-bajing ini yang ngerusuh di sweet seventeen lo, bukan gue!” balasnya tak terima. Sada bisa menilai Jay adalah orang yang cukup menyebalkan. Terlihat dari caranya mengejek pemuda kelabu tersebut yang pasti usianya lebih tua dari Sada.

“Dompet lo nggak jadi ilang, jadi seharusnya masalahnya nggak diperpanjang.” Pemuda kelabu tersebut, Diksa Arkana Wira, beralih memandang Sada dengan datar, tapi mengucapkan kata-kata ancamannya dengan cukup tajam. “Mending lo berdua cabut dari sini. Kalo lo buat ulah lagi, gue nggak akan tahan siapa-siapa buat abisin lo.”

Dengan secepat kilat setelah mendengar kalimat itu, Erman menarik Sada dengan sedikit susah payah untuk keluar dari ruang gemerlap itu. Begitu sampai di luar, Sada menghempaskan pegangan Erman. Dengan geram lelaki itu mengumpat.

“Orang kaya sialan!”

The Darkest Dawn | ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang