▷ || ◁
"Pah.."
"Jangan pah"
"Jangan pergi"
"Sakit!"
"Mama sakit"
"Arrrgh..."
Vante terbangun tiba-tiba dari mimpi buruknya, dengan nafas yang tidak beraturan. Keringat sudah lama membasahi keningnya.
Vante termenung dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Mimpinya barusan terasa begitu nyata, mengingatkannya pada kejadian malam itu. Kejadian yang berusaha Vante lupakan. Karena malam itu adalah detik pertama dirinya mengenal sang ayah dari sisi lain, yang membuatnya enggan untuk sekedar menyapa.
Vante menengok ke sisi kiri kamarnya, dimana terdapat cermin besar yang menampakkan kondisi kacau pria itu.
Vante mengacak rambutnya kasar. Ia melirik jam yang berada di atas nakas, "Sial, gue ada kelas hari ini."
Dengan segera, Vante meraih handuk dan masuk kamar mandi, menyiapkan dirinya untuk pergi ke kampus.
Hari ini penampilan Vante agak kacau. Mungkin karena terburu-buru hingga tidak sempat memilah pakaian. Ia hanya mengenakan celana berbahan levis berwarna krem selutut dan mengenakan Hoodie hitam. Meraih ransel yang menggantung, mengambil helmnya. Dan kemudian mengenakan tracking sandal yang hanya ia kenakan ketika jalan-jalan saja.
Bayangkan, seorang Levante Zevancent putra sulung dari pengusaha minyak bumi terbesar, hanya mengenakan pakaian sederhana ke Kampus. Bahkan hanya menggunakan sepeda motor. Namun Vante tak peduli. Lagi pula kehormatan hanyalah penting bagi ayahnya, bukan dirinya.
Hanya tinggal beberapa meter lagi untuk Vante bisa tepat waktu melewati gerbang kampus. Namun Vante menarik rem mendadak, sepertinya ia melupakan sesuatu.
"Shit! Gue lupa, Muti pasti nungguin gue." Vante memutar balik arah laju motornya.
Benar saja, sebelumnya ia janji pada Mutiara untuk mengantarkannya ke sekolah. Mutiara ada ujian akhir tahun hari ini.
Mutiara berdiri di tepi jalan sambil melihat kanan kiri, "kak Vante jadi nganterin aku gak ya? Ini udah telat banget." Mutiara menghela nafas berat. Sebenarnya bisa saja ia berangkat menggunakan kendaraan umum. Namun Mutiara khawatir jika nanti Vante justru benar menjemputnya. Alhasil, Mutiara menunggu lebih lama lagi. Berharap Vante menepati janjinya.
Sudah hampir lima belas menit, namun Vante belum juga terlihat. Matahari sudah semakin naik. Mutiara takut jika ia nanti tidak diizinkan ikut ujian karena terlambat. Ia menghela nafas berat entah keberapa kalinya. Akhirnya Mutiara memutuskan untuk naik kendaraan umum saja. Namun sialnya karena memang sudah cukup siang, tidak ada kendaraan umum yang lewat satupun. Tidak mungkin jika Mutiara harus memesan taksi online, terlalu memakan banyak waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Sea U and Paradise
Teen Fictionsea and love Mengisahkan tentang dia yang masih belajar tentang perasaan. Belajar tentang arti pertemuan namun ia sama sekali tidak menyangka justru ujiannya bukan lah perihal pertemuan itu, namun tentang perpisahan. Bagaimana takdir menyatukan mere...