▷ || ◁
Bel pulang terasa begitu lama berbunyi jika diharapkan. Itu yang Mutiara rasakan kini. Ia berharap waktu cepat berlalu.
Mutiara sudah sejak lama menerka bahwa Bara tahu ia menyukainya . Namun baru kali ini ia menerka tentang siapa pacar Bara, benarkah dia? Harusnya sudah sejak dulu Mutiara memikirkannya. Bara tampan, tidak aneh jika ia punya pacar. Dan sikap dinginnya pada Mutiara? Ah harusnya itu bukan lagi pertanyaan.
Mutiara menengok ke arah Ramida yang tengah fokus memerhatikan guru, selalu dengan ekspresi datarnya. Senyum tipis nyaris tak kentara tersirat di wajah Mutiara.
Ramida cantik. Apa dia juga punya pacar?
Pertanyaan itu tersirat langsung di otaknya, kala mengingat ekspresi Ramida ketika bersama Raza. Itu adalah kali pertama Mutiara melihat Ramida menangis. Entah karena jarang, atau bahkan tidak pernah.
Anehnya, Ramida selalu bisa menyembunyikan hal itu. Sekarang saja, Ramida tidak terlihat habis menangis. Mutiara jadi berpikir, mungkin saja Ramida sering menangis namun tak pernah Mutiara sadari.
Setelah beberapa saat, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Bel pulang sudah berbunyi.
Mutiara bergegas memasukkan buku-bukunya ke tas. Ia menghampiri Ramida yang masih bergulat dengan tugas tambahannya. Benar, pekerjaan yang seharusnya dikerjakan di rumah dan dikumpulkan bulan depan.
"Ayok pulang sekarang! Kita udah janji pulang bareng hari ini," ajak Mutiara sambil mengemas buku-buku Ramida, padahal ia belum selesai menggunakannya.
"Eh eh bentar dulu, ini tanggung banget. Lagian ada apa si buru-buru amat?" Ramida masih sibuk menulis di buku.
"Tanggung apanya Ramida..., itu masih banyak loh. Ayok udah cepetan!" Mutiara menarik-narik lengan Ramida.
Mereka berdua hendak berjalan keluar kelas. Namun belum sampai tiga langkah, seseorang menahan pergelangan Mutiara dari belakang. Mutiara berbalik untuk memeriksa siapa pemilik tangan tersebut. Ternyata Bara, orang yang menahannya itu adalah Bara.
Mutiara menatap manik Bara. Kenapa harus sekarang? Padahal Bara lah yang ingin Mutiara hindari kini. Untuk menyembunyikan ekspresi cemburunya.
Arah pandang Mutiara berpindah menatap ke tangan Bara yang menggenggamnya. Bara paham tatapan itu, walaupun baru pertamakali Mutiara tunjukkan padanya. Kali ini tatapan yang berbeda. Ia melepaskan genggamannya dari lengan Mutiara.
"Punya Lo." Bara merogoh saku celananya, mengarahkan sebuah handphone pada Mutiara. Benar, Mutiara melupakannya ketika di toilet pada jam istirahat tadi.
Mutiara melihat sepintas handphone tersebut. "Buang aja!" Mutiara mendorong pelan benda yang ditujukan padanya. Jawaban itu terlanjur keluar dari mulut Mutiara. Tapi gadis itu memang tidak terlalu keberatan jika ponselnya benar dibuang.
Bara yang mendengar jawaban terlalu jelas itu hanya terkekeh sambil menengok ke samping, membuat Mutiara melihat langsung rahang tegas miliknya. Kini barulah Mutiara merasa hampa. Bara terlalu tampan untuk Mutiara lupakan.
Tak ingin hanyut lebih lama, Mutiara berbalik dan buru-buru pergi dari sana sambil menarik Ramida untuk ikut.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang sudah sejak tadi memerhatikan dari jauh sambil duduk di atas meja dengan satu kaki yang ikut naik.
Bara masih berdiri menatap punggung Mutiara hingga tak terlihat. Begitu pun wanita di belakangnya, yang mulai berjalan mendekati tempat Bara dan berhenti tepat di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Sea U and Paradise
Teen Fictionsea and love Mengisahkan tentang dia yang masih belajar tentang perasaan. Belajar tentang arti pertemuan namun ia sama sekali tidak menyangka justru ujiannya bukan lah perihal pertemuan itu, namun tentang perpisahan. Bagaimana takdir menyatukan mere...