🌸[2] - Penasehat

79 51 73
                                    

"Bagaimana cara menjadi sepertimu, Jimin? Disukai oleh semua orang."

Pertanyaan seorang siswi itu membuat Jimin tersenyum. "Mengapa? Cukup menjadi dirimu sendiri itu lebih baik."

Siswi itu masih terus bertanya dan semakin menggeserkan kursinya ke dekat Jimin. "Aku sudah menjadi diri sendiri tapi tidak ada pria yang mendekati. Aku sudah berpenampilan secantik apapun, tetap saja tidak ada pria yang menyukai. Padahal aku sudah mengenakkan riasan seperti yang para pria sukai."

Jimin menaruh pulpen yang dipegangnya ke meja lalu menatap lebih dalam siswi itu. "Hey, kau tampil cantik hanya karena ingin disukai pria? Yang lebih dilihat dan diketahui itu dirimu sendiri."

Siswi itu terdiam merenung dan sesekali menatap cermin.

"Biasanya kau tidak berpenampilan seperti ini. Lihat, kau tersiksa dengan seragam ketat dan wajah ber make up hanya karena ingin para pria menyukaimu. Sebelum memenuhi standar mereka dan mengikuti apa yang mereka suka, lihat diri sendiri dulu. Buat dirimu senang terlebih dahulu sebelum menyenangkan orang lain."

Siswi itu memperhatikan wajahnya di cermin dengan sangat serius.

Wajah natural yang disukai kini telah terolesi beberapa produk dengan harga tinggi hanya karena ingin para pria menyukai. Benar, ia terlalu memaksakan diri karena ingin terlihat sempurna. Bahkan rela tidak makan hanya untuk membeli barang-barang mahal itu demi mempercantik dirinya.

Tetapi ia seperti itu karena dulunya menerima ejekan jika para pria tidak mungkin menyukai wanita tidak cantik sepertinya dan sering diasingkan oleh teman-teman. Namun jika dipikirkan lagi, ia terlalu memaksakan semuanya bukan? Sampai rela membuat dirinya kelaparan hanya untuk menutup omong kosong orang-orang sekitar.

"Kau benar, Jimin. Aku mengorbankan diri untuk menyenangkan ekspetasi mereka. Aku tidak suka berpenampilan seperti ini tapi mereka yang memaksaku menjadi seperti ini."

Senyuman Jimin semakin mengembang karena akhirnya siswi itu bisa sadar. "Tidak ada salahnya kau seperti ini tetapi dengan syarat jika hatimu senang melakukannya."

"Aku tidak senang."

Sahutan cepat dari siswi itu membuat Jimin terkekeh. "Jadi, kau tahu apa yang harus dilakukan?"

"Lebih baik menjadi diri sendiri dan tidak memaksakan sesuatu untuk menyenangkan ekspetasi orang lain."

Usapan halus di kepala siswi itu membuatnya tersenyum lebar. Perilaku yang biasa Jimin lakukan ketika seseorang itu sadar dengan apa masalahnya.

"Karena kau pintar sekali, ini hadiah kecil dariku."

Kotak kecil berwarna merah dengan pita sebagai hiasan hanya ditatap bingung oleh siswi itu. "Apa aku ini anak kecil? Ketika melakukan kebaikan akan mendapat hadiah?"

"Apa yang mendapat hadiah itu hanya anak kecil?"

Siswi itu tersenyum kikuk dan masih mendiamkan hadiah pemberian Jimin di meja. "Tapi aku tidak melakukan apapun, tidak pantas mendapat hadiah."

"Kau berhasil kembali menjadi dirimu sendiri, harus diberikan apresiasi dalam bentuk hadiah ini." Jimin mengambil hadiah pemberiannya dan diletakkan pada kedua tangan siswi itu.

"Kau memang pria baik hati. Pantas saja banyak orang meminta saran dan bercerita padamu karena nantinya pasti diberi hadiah seperti ini." Siswi itu menerimanya senang hati dan menatap Jimin dengan binar.

Jimin hanya terkekeh dan menggelengkan kepala karena gemas dengan tingkahnya.

"Tadi kau bilang, buat diri sendiri senang terlebih dahulu sebelum menyenangkan orang lain. Apa dirimu sudah merasa senang?"

Senyuman Jimin perlahan memudar.

"Aku tidak merasa senang."

Terkadang, si penasehat akan terjebak oleh kata-katanya sendiri.

***

🌸 Publish: 07 Oktober 2021

PERFUMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang