"Maaf karena semua ini berawal dari Kakek."
Jimin yang sedang asyik membaca buku di perpustakaan rumah tiba-tiba menatap bingung kakeknya yang berbicara seperti itu.
"Semua berawal dari Kakek sampai ayah dan dirimu mendapat kekuatan gila ini. Kakek sangat sedih ketika kau menjadi orang ketiga bagi si penerima anugerah itu." Kakek Jimin melepas kacamatanya dan meletakkan ke atas buku di hadapan.
"Mengapa Kakek hanya sedih padaku saja? Bukankah ayah pun memiliki kekuatan yang sama seperti kita?" Jimin sedikit takut untuk mendapat jawaban yang selama ini dipertanyakan. Kakinya melangkah kaku mendekati dan duduk di sebelahnya.
Kakek Jimin tidak kuat menatap mata polos cucunya itu dan dialihkan kepada buku-buku yang berserakan di lantai. "Aturan untuk si penerima kekuatan ketiga," tangannya perlahan menarik buku yang dibaca tadi dan diserahkan pada Jimin.
Kata-kata yang tertulis di sana perlahan tertetesi oleh buliran bening yang ke luar dari kedua mata Jimin.
"Penerima kekuatan ketiga tidak dapat merasakan cinta. Jika merasakannya, perlahan akan mati bagi diri atau bagi yang dicintai. Jantungnya akan terasa sakit."
"Kau harus bertarung dalam melawan rasa cinta."
Jimin masih terdiam kaku, suara kakek yang menginstruksi tidak membuatnya tersadar.
"Kau tidak bisa mencintai seseorang, Jimin."
Kali ini suara kakek berhasil membuat Jimin tertarik untuk menatap lalu segera berdiri dan mengusap air matanya. "Buku itu pasti bohong! Buktinya tidak merasakan apapun ketika berada di dekat kalian, padahal aku sangat mencintai kalian semua."
Kakek Jimin mengatur napas agar tenang dan kembali berbicara dengan tatapan mengarah ke lantai. "Kau tidak membaca bait kedua."
Jimin kembali mengambil buku tadi dan membacanya dengan teliti.
"Seseorang yang dicintai, pasanganmu."
Tangan Jimin mulai bergemetar dan berbicara gugup. "Ma-mana mungkin ... i-ini pasti tidak benar. Mengapa hidupku tidak adil?!"
"Hidup memang selalu tidak adil."
"Tapi ini terlalu tidak adil, Kek!" Jimin langsung menyahut. "Bagaimana mungkin orang itu menjadi pasanganku? Sedangkan aku tidak bisa mencintainya dan bagaimana bisa aku mendapat pasangan jika tidak boleh mencintainya?"
"Untuk soal pasangan, tidak bisa melihat masa depanmu karena kekuatan yang Kakek miliki sudah habis."
Dahi Jimin mulai mengerut ketika kakeknya menatap fokus jam di perpustakaan rumahnya itu.
Kakek Jimin berbicara kembali disertai senyum tipis. "Kakek melanggar aturan, tidak boleh memberi tahu tentang buku penjelasan kekuatan itu padamu."
Lutut Jimin melemas dan terduduk mematung di depan kakeknya yang menatap lembut.
"Kau selalu memaksa meminta penjelasan. Karena sekarang kau sudah dewasa, saatnya tahu tentang kebingunganmu selama ini. Kakek senang karena kau sudah tahu meski nyawa sebagai taruhannya."
Jimin menahan tubuh kakeknya yang mulai limbung. "Kakek! Aku-aku, maafkan aku! Mengapa kau tidak menjelaskan aturan Kakek sendiri?! Mengapa rela mengorbankan nyawa seperti ini?!"
Kakek Jimin tersenyum dan mengusap halus air mata Jimin yang mengalir. "Berbahagialah, jaga kekuatanmu itu."
"Kakek!"
Tugas sudah selesai, saatnya kembali kepada Sang Pencipta.
Kakek Jimin tiada tepat pada pukul 00:00 yang di mana sekarang sudah memasuki jam hari ulang tahun Jimin.
Kado terburuk dan sejarah terkelam bagi Jimin.
***
🌸 Publish: 12 Oktober 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFUME
FantasySenyuman yang menyebabkan mata menyipit sudah menjadi ciri khas, suara lembut tetapi mematikan, postur tubuh tegap, orang-orang pun tahu siapa pria bak seorang pangeran ini. Park Jimin. Bagaimana bisa untuk memperlakukannya buruk? Pantas saja Jimi...