Part 4

144 1 0
                                    

Sabtu, 07.00

*drrrt* *drrrrrt* *drrrrrrrtttttt*
*sluurrp*
*drrrt* *drrrrrt* *drrrrrrrtttttt*
*sluurrp*

“Engghh. Enggggghhhh” Suara erangan wanita mencoba membangunkanku.

Mataku belum full membuka. Begitu juga dengan nyawaku yang masih belum penuh.
Pagi ku dibangunkan oleh kebingungan. Bingung antara telepon masuk di handphoneku, atau sensasi hangat di pangkal pahaku.

*drrrrrt*
*Incoming call Pakde Sugeng*

Pakde Sugeng, papa Vania menelpon. Awkward.

Aneh juga jika aku mengangkat telepon pakde Sugeng, sedangkan anaknya, seorang wanita kebanggaannya, sedang bermain main dengan penis pria dewasa yang bukan suaminya.

“Halo, pakde? Aku baru bangun” Aku mencoba berbicara dengan pakde. Dengan nyawa yang belum penuh, serta dengan menahan segala sensasi kenyamanan di bawah sana.
“Duh. Mentang mentang libur. Udah siang ini”
“Walah, pakde. Masih jam 7. Kenapa pakde?”
“Vania mana? Kok pakde telepon gak ngangkat”
“Engh. Aaaah” Tanpa sadar aku mengerang pelan.
“Heh, kenapa kamu?”

Aku gugup. “Engg, enggak, pakde. Biasa, abis ngulet. Engg, itu. Kayaknya Vania masih mandi, pakde.”

Tidak. Vania tidak sedang mandi. In fact, dia sedang “memandikan” adikku.

“Hoalah yaudah. Tolong bilangin kalo pakde bude gak jadi pulang hari ini. Ada tugas dadakan ke Kupang. Pagi ini langsung berangkat. Titip Vania dulu. Bilangin Senin baru dijemput. Yaudah gitu aja. Pakde mau boarding”
“Engghh. Iya. Pakde. Nanti aku kasih tau. Si. Vania” Mulut Vania membuatku terbata bata.

*tuuuuuuuut*

Mulut kecil Vania masih bermain main. Tangannya membantu melancarkan aksinya. Mereka bersatu untuk menghajar adikku.

“Aduh, Vaan. Arghhh. Aah. Hnggg” Aku meracau tidak karuan. Yang bisa kulakukan saat ini hanya meracau dan memainkan rambut Vania.

Vania masih belum berpakaian. Nampaknya dia juga baru bangun.
Payudaranya menggoda. Dengan sigap tanganku beralih dari rambut ke payudaranya.
Tanganku sekarang bermain dengan bola bola favoritku. Tidak jelas kekuatan remasanku. Kadang lembut, kadang keras.

“Van. Ahhhh”
“Hnggggg” Vania hanya menjawab dengan erangan. “Hnggg. Aaaaah”

Vania melepaskan mulutnya. Mengocok adikku dengan lembut, lalu tersenyum.
Sesaat, aku terkesima dengan senyumannya. Kali ini entah kenapa tidak terlihat senyuman binalnya. Hanya senyuman sangat manis yang keluar dari wajah cantiknya.

Dia melanjutkan lagi aktivitas mulutnya.
Dimasukkan lagi adikku ke mulutnya. Kini kepalanya naik turun semakin cepat.

Aku mengerang makin tak karuan. Payudaranya semakin keras pula aku remas.

“EGHHHH”

*crot*

Vania tidak bergerak.
Secara perlahan dia melepaskan adikku. Spermaku sedikit meluber dari bibir sexy nya.

“Hihihihihi” Kini wanita ini tertawa kecil sambil mengusap ngusap sisa sperma yang masih menempel di sekitar bibirnya.

Dia bergerak turun dari kasur. Membuka kopernya dan mengambil handuk, serta peralatan mandi lainnya.

What a nice thing to start my day

08.30

Kami semua sudah mandi. Duduk depan TV sambil menonton video tidak jelas yang ada di youtube.
Makanan yang dimasak Vania sudah siap kami lahap. Nasi putih, ayam goreng, bumbu pecel, dan kerupuk.

Bidadari MimpikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang