Part 9 Tamat

89 2 0
                                    

18.00
Aku dan Vania sudah beranjak pulang ke rumah. Sebelum kami berpamitan, Olive mengirimkan sebuah pesan ke WhatsApp.

“Kapan kapan lagi ya, Dhit. Tadi gak puas haha.”

Setelah kubaca, kubiarkan Vania berjalan di depanku. Lalu aku berbbisik ke Olive.

“Besok aja. Mumpung Vania besok udah dijemput dan rumahku masih kosong.”

Olive hanya tersenyum. Lalu kami berpamitan. Tidak lupa sebuah cipika cipiki dilakukan oleh Vania dan Olive.

Aku dan Vania sudah berada di mobil. Kami sebenarnya tidak ingin langsung pulang. Tapi kami bingung mau ke mana lagi.

“Mau ke mana, Dhit?”
“Gak tau. Bingung. Kamu mau ke mana? Langsung pulang?”
“Iya sama bingungnya, Dhit. Tapi ya males pulang.”

Kuputuskan untuk berputar putar saja saja kami bosan. Kami mampir membeli jajanan kecil di pinggir jalan. Sekedar untuk menemani perjalanan malam yang tak tentu arah ini.
Di sepanjang perjalanan ini kami hanya makan dan berkaraoke ria. Kami berteriak sesuka hati kami. Saling bersautan satu sama lain. Lalu ada kalanya kami berebut untuk memilih lagu.

“Bentar bentar. Ih. Dhito. Lagu ini aja.” Vania kekeuh. Dia tak mau kalah.
“Gantian, Van. Sekarang laguku.”
“Diem atau aku bentak lagi nih?!” Bentakan kecil itu membuatku menciut. Aku pasrah.

“Love of my life, you’ve hurt me
You’ve broken my heart and now you leave me
Love of my life, can’t you see?
Bring it back, bring it back
Don’t take it away from me, because you don’t know
What it means to me”

Aku menyesal tadi melarang Vania. Ternyata Vania memilih lagu yang pas. Lantunan lagu milik Queen itu membuat kami terhanyut.
Mobilku sekarang seakan menjadi panggung yang megah bagi kami. Kami bagaikan sepasang duo vocal yang sedang naik daun dan sedang tampil di depan para penggemarnya.

Setelah puas dengan Queen, kini gilaran aku yang memilih lagu. Dengan suasana seperti ini, aku memilih lagu andalanku

“Jabat tanganku mungkin untuk yang terakhir kali
Kita berbincang tentang memori di masa itu

Peluk tubuhku usapkan juga air mataku
Kita terharu seakan tidak bertemu lagi

Bersenang-senanglah
Karna hari ini yang kan kita rindukan
Di hari nanti sebuah kisah klasik untuk masa depan

Bersenang-senanglah
Karna waktu ini yang kan kita banggakan di hari tua”

Mengingat besok Vania sudah harus pulang, aku memilih lagu perpisahan ini. Mengherankan juga. Hanya 3 hari kami bersama. Tapi cerita dan kenangannya seakan kami selalu bersama.
Vania terdiam mendengarkan lagu ini. Tapi dia tersenyum. Tangannya menggenggam tanganku yang sedang memegang tuas perseneling. Dia menoleh ke arahku. Memandangiku yang sedang fokus mengemudi.
Kemudian bibirnya mendarat di pipiku.

“Thanks, Dhit.”

Kubalas semua itu dengan senyuman kecil.

21.00

Mobil sudah terparkir rapi di garasi. Setelah puas berkaraoke dan menghabiskan jajanan yang sangat melimpah. Kami berjalan masuk ke dalam rumah. Tak lupa aku mengunci pagar dan pintu depan.
Meskipun tadi berada di ruang ber AC, tapi hasrat untuk mandi tak bisa ditolak.

“Mandi dulu sana, Van.”
“Iya, Dhit. Jangan ngintip, ya.”
“Ngapain ngintip, mending langsung masuk.”

Aku berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air dingin, lalu berjalan ke taman. Sesampainya di sana, kunyalakan rokok yang sedari tadi menganggur. Kuhempaskan asapnya ke langit. Kunikmati setiap nikotin yang merasuki tubuhku.
Seketika rasa sedih menyelimuti. Teringat ini hari terakhirku dengan Vania, karena besok dia sudah dijemput orang tuanya dan kembali pulang.
Tapi tak mengapa. Tak ada hal yang bisa aku lakukan. Tak mungkin juga aku mencegah mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bidadari MimpikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang