4 (Empat)

3 0 0
                                    

Di ruangan dosen fakultas seni, ada Gery, si cewek yang numpahin popcorn dan kopinya, satu korban dan temannya. Karena sebenarnya Reza tidak tahu permasalahannya, dia hanya diam mendengarkan semua yang berkumpul disana berbicara satu per satu. Saat Reza ditanya kenapa dia meninju wajah Gery, disanalah akar permasalahannya.

Gery yang tidak terima atas perbuatan Reza seakan terus mengungkit kejadian yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Reza juga sebenarnya hanya bersikap reflek yang tidak di sengaja.

"Gue ngga mau tau, lo harus ganti rugi biaya rumah sakitnya."

Reza mendengus. "Lo kira rumah sakit ada yang mau nerima pasien penjahat kelamin kayak lo?"

"Sudah-sudah, sekarang Mikha, coba kamu jelaskan sikap Gery yang katanya dituduh melakukan pelecehan seksual sama kamu. Cerita yang sejujur-jujurnya ya, Mikha." Ucap salah satu dosen disana.

Tangan Mikha terus bergerak gelisah, dia tidak berani menatap semua orang yang berada disana, terlebih lagi menatap Gery. Dia terus mengigit bibir bagian bawahnya, tanda dia sangat gugup sekarang.

Tangan Reza terulur untuk memberi tepukan singkat pada bahu Mikha, "ceritain semua aja, ngga papa kalo mau nangis." Ucap Reza pelan.

Akhirnya dengan berat, Mikha menceritakan semua kejadian yang dialaminya dua bulan lalu kepada semua orang yang ada disana. Mungkin seluruh dosen hadir pada saat itu. Secara perlahan, Mikha membeberkan semua yang belum diketahui oleh Athira maupun temannya, termasuk dosen disana.

Tangis Mikha tidak terbendung, dia benar-benar merasa hancur sekarang, Reza bisa merasakannya.

"Kenapa ngga lo ceritain ke gue semua, Kha? Lo ngga harus nanggung semuanya sendirian, lo kan punya gue." Athira memeluk Mikha dari samping.

Reza menatap pemandangan didepannya dalam diam, selain mempunyai jiwa yang sangat pemberani, Athira juga sangat pengertian, sangat berbeda dari awal pertemuan mereka.

"Kalau kayak gini, saya ngga bisa tinggal diam Pak. Saya bakal bawa masalah ini ke polisi." Ucap Athira.

"Tenang dulu, Athira. Saya ngerti maksud kamu, tapi coba kita damaikan secara kekeluargaan dulu ya." Dosen laki-laki yang kira-kira berumur awal 60-an menengahi.

Athira terkekeh pelan, "dia udah pegang-pegang, Pak, bukan cuma di bagian bokong, tapi dada juga. Bahkan hampir di perkosa, dan Bapak bilang damai secara kekeluargaan? Gila."

"Saya ngerti, Athira, apa salahnya dicoba? Kita juga ngga bisa menuduh seperti itu, kalau mau lapor polisi, kita juga harus ada bukti."

"Kenapa gue mesti kuliah ditempat yang sama sekali ngga memanusiakan manusia sih?" Ucap Athira sangat pelan, tapi masih bisa didengar oleh Reza.

Karena tatapan Mikha yang sendu kepada Athira, mengisyaratkan untuk mencoba jalan damai tersebut. Akhirnya Athira luluh, dia mengikuti semua perkataan dosen fakultas seni itu. Dengan terpaksa, tentunya.

Pembicaraan itu berlangsung selama dua jam, sebenarnya Athira sudah malas melanjutkan, tapi demi Mikha, dia tidak boleh menyerah. Mereka dipersilahkan keluar setelah Gery meminta maaf kepada Mikha secara resmi dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, serta hukuman skors Gery selama dua bulan.

Di luar ruangan dosen, Gery tersenyum miring. "Padahal gue belum sempet nikmatin elo, eh, udah ada pengrusuh aja. Kapan-kapan dilanjut ya, beb." Gery langsung meninggal Athira, Mikha dan temannya, serta Reza.

"Lo tenang aja, Kha, gue bakalan bantu cari bukti biar pelaku pelecehan itu bisa di penjara." Ucap Athira.

Karena Reza sudah tidak ada hubungannya lagi dengan mereka, ia langsung meninggalkan cewek-cewek itu tanpa berpamitan. Tapi baru juga didepan lift, disampingnya sudah ada Athira.

"Makasih ya, Mas, udah bantu gue tadi."

Reza melirik Athira, "iya, sama-sama."

"Lo bukan mahasiswa, ya?"

"Iya, bukan."

"Pantesan, gue ngga pernah liat lo."

Lift terbuka, dan mereka masuk kedalamnya. Reza tidak berpengaruh kepada Athira di sampingnya, apalagi mereka benar-benar hanya berdua di lift.

"Oh iya, lo beneran ngga inget gue?" Reza bertanya dengan jahil.

Athira mengernyitkan dahi, "apaan deh? Baru juga pertama kali ketemu, ngga usah sok akrab, Mas."

Tangan Reza menengadah ke depan wajah Athira, "gue minta ganti rugi, selain kemeja, celana, dan tiket nonton yang hangus, lo juga harus ganti rugi biaya cuci mobil gue."

Dahi Athira semakin mengernyit, dia benar-benar tidak mengerti ucapan Reza.

Reza kembali memasukkan tangannya kedalam saku celana, "bioskop, theater empat, dua hari yang lalu, jam sembilan malam, lo numpahin popcorn dan cappucino ke kemeja dan celana gue, Athira."

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Lo diapain di ruangan dosen tadi, Bang?" Tanya Hendra.

"Biasa, ditanyain gitu lah."

"Ditanya apaan? Lagian lo ada-ada aja sih, bukannya langsung nemuin gue di kantin, malah mampir dulu ngeliatin orang berantem. Jadi kena masalah kan lo." Ucap Hendra.

"Ya elah, masalah kayak gitu mah kecil buat gue." Reza tertawa. "Eh, by the way, cewek yang nantangin Gery berani banget ya."

"Padahal Gery tuh temennya banget, ngga nyangka juga dia bisa kayak gitu ke Gery. Athira emang ngga ada takut-takutnya."

Reza melirik Hendra. "Lo kenal dia juga?"

Hendra tertawa. "Satu kampus kalo ngga kenal Athira, bukan mahasiswa Harapan Nusa namanya. Apalagi buat anak-anak cowok, terkenal banget dia. Ngga mandang cewek atau cowok kalo mau akrab, sama siapa aja, makanya semua cowok dari fakultas, angkatan pasti kenal Athira." Hendra menatap jahil Reza, "lo nanyain Athira, kenapa, Bang? Suka lo?"

"Apaan sih, anjir. Gue nanya doang."

"Jangan sama dia, Bang, hatinya kayak batu, susah terkikis."

***

hope u enjoy this story!

Winwin: Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang