8 (delapan)

3 1 0
                                    

"Ini udah jam berapa, Za, lo telat sejam."

Reza melonggarkan dasinya, "sorry banget, gue semalem tidurnya kayak orang mati. Jadwalin lagi deh meetingnya, kalo bisa sekarang antara jam tiga sampe jam lima. Gue senggang di jam segitu."

Mutia, sekertaris Reza, hanya bisa menghela napas pasrah. "Gue jadwalin abis lo interview, di jam setengah empat." Mutia menatap Reza dari bawah hingga atas, "lo abis bangun tidur ngga mimpi aneh kan?"

Reza berdecak. "Apaan sih lo, udah sana keluar, kerjaan lo banyak kan?"

Sambil terkekeh, Mutia berjalan keluar dari ruangan Reza. Sedangkan Reza yang sedari tadi mencari ponselnya terlihat sangat bingung, dia benar-benar lupa menaruh ponselnya terakhir kali dimana. Ia mengingat-ingat, apakah tertinggal di kamar Athira?

Reza langsung mencoba menghubungi ponselnya menggunakan telepon kantor, tapi sama sekali tidak ada jawaban. Dia hanya mengingat nomornya dan Artika saja, selain itu dia tidak hafal nomor anggota keluarganya. Mau-tidak mau nanti Reza harus kembali ke kos Athira untuk mengambil ponselnya setelah pulang bekerja.

Ia teringat Artika, apakah kekasihnya itu baik-baik saja semalam? Apakah dia tidur nyenyak? Apakah dia marah? Reza mencoba menghubungi kekasihnya itu melalui telepon kantor, sama seperti ponselnya, tidak ada jawaban dari Artika. Reza mencoba berpikir positif kalau Artika sedang ada syuting di pagi hari.

Pintu ruangannya di ketuk, Reza mempersilahkan masuk dan mendapati Hendra dan Jeevan yang sedang tertawa meledek. Tanpa disuruh, mereka langsung duduk di sofa yang tersedia di ruangan Reza. 

"Gue ngga percaya apa yang dibilang Hendra tadi, lo bisa jelasin?"

Reza memutar bola matanya, "jelasin apaan?"

"Itu, yang semalem, yang lo nginep di kosan Athira." Ucap Hendra.

"Lo berdua ngga ada kerjaan ya, sampe urusan gue jadi urusan lo juga?"

Jeevan tertawa, lalu bangun dari duduknya, "nanti aja deh gue ke apartemen lo, Za. Kali aja ada yang lo mau omongin private sama gue."

Hendra juga bangun dari duduknya, "gue juga, Bang, kali aja lo mau nanya-nanya tentang Athira sama gue, pasti gue jawab kok."

Reza langsung melayangkan timpukan buku dari meja kerjanya untuk mengusir Jeevan dan Hendra, dia tidak menyangka kalau berita itu menyebar sangat cepat diantara mahasiswa, mungkin sekarang seluruh pelosok kampus berita itu. Reza membuka laptopnya dan mulai mencoba fokus bekerja.

***

Sekarang Reza sudah siap menerima calon karyawan yang akan dia interview, sesuai dengan jadwal, hari ini Reza akan menginterview setidaknya empat calon karyawan dan masing-masing mendapat waktu lima belas sampai dua puluh menit. Jam sudah menunjukkan pukul tiga kurang lima belas menit, artinya masih ada satu calon lagi yang harus dia interview.

Dan Reza mempersilahkan masuk calon karyawan yang terakhir untuk masuk ke ruangan, dia mengeluarkan CV beserta lampiran-lampirannnya dari amplop cokelat. Reza me-review CV itu sebentar dan menunggu calon kandidat masuk kedalam ruangannya. 

"Selamat siang, Pak."

"Iya, siang, langsung duduk ya." Ucap Reza.

Saat sudah duduk, Reza langsung mempersilahkan calonnya itu untuk memperkenalkan dirinya. Dan dahinya mengernyit samar saat mendengar nama calon kandidatnya itu, dia mendongak untuk memastikan kebenarannya. 

"Loh? Athira?"

Athira yang sama terkejutnya dengan Reza juga membulatkan matanya, takdir benar-benar mempermainkan mereka. "Loh? Mas kerja disini?"

Reza mengangguk. "Iya."

Athira mendesah kecil, "tolong interview saya se-profesional mungkin ya, Mas. Jangan libatkan semuanya dulu disini."

Reza yang setuju dengan ucapan Athira, kembali mempersilahkan Athira memperkenalkan dirinya. Reza harus bisa menjadi orang yang profesional padahal dia sangat ingin sekali bertanya banyak kepada Athira. Entah darimana pernyataan itu muncul dari kepalanya.

Lima belas menit berlalu, interview bersama Athira sudah selesai. Tapi Reza tidak mempersilahkan Athira untuk keluar dari ruangan, dia menahan Athira sejenak. Karena Reza tidak punya banyak waktu yang tersisa sekarang, dan bahkan sekertarisnya sudah memanggilnya untuk segera ke ruangan meeting. 

"Aduh, maaf banget, Athira, saya harus pergi sekarang padahal banyak yang mau saya tanyakan."

Athira tersenyum mengerti, "iya, Mas.. eh Pak, saya ngerti kok."

Reza berpamitan dengan Athira dan meninggalkan Athira diluar ruangan interview, tapi tangannya ditahan oleh Athira. "Maaf, Mas.. aduh Pak," Athira mengeluarkan ponsel dari tasnya. "Ponsel Bapak ketinggalan di kos saya, daritadi banyak banget yang telepon, tapi tenang aja Pak, ngga ada yang saya angkat satu  pun. Bisa Bapak cek sendiri."

Reza mengangguk. "Oke, terima kasih ya."

"Oh iya, untuk mobil Bapak, saya udah bilang ke Hendra tempat, bisa diambil nanti sore atau kalau Bapak sempat."

"Iya, sekali lagi terima kasih, saya bakal ganti kebaikan kamu secepatnya. Kalau gitu saya duluan ya." Reza meninggalkan Athira untuk  menghadiri rapat pengganti tadi pagi. 

Didalam lift, Reza mengamati ponselnya, dia melihat dari lockscreen banyak sekali yang menghubunginya dari pagi. Reza tersenyum, entah kenapa dia teringat gaya ucapan Athira saat di ruangan interview maupun saat dia menahan tangannya. Tidak seperti Athira yang tadi pagi dia temui di kos, Athira berpakaian sangat rapih, bukan Athira dengan rambut yang berantakan. Entah kenapa Reza suka perbedaan itu.

***

Hope u enjoy this story!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Winwin: Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang