02. Hope

456 72 3
                                    

"Minjeong-ah, ada apa?"

Anak-anak Nagha-Dormitory tengah berlatih di ruang musik sekolah, sebab minggu depan, mereka akan tampil untuk menyambut kedatangan seorang penyanyi asal Korea yang sudah terkenal sampai di kancah internasional alias mendunia!

"Suaramu kedengarannya bergetar, kau baik-baik saja ?"

Minjeong menunduk. Ia merasa bersalah telah mengacaukan sesi latihan yang sulit mereka dapatkan.
Posisinya sebagai vokalis, tampaknya sangat mempengaruhi yang lain. Yeji sebagai gitaris, Jaemin sebagai bassis, Jeno sebagai drummer dan Hyunjin sebagai keyboardist. Mereka sama sekali tak pernah kursus alat musik.

Mana mungkin 'kan? Mereka belajar secara otodidak, sesekali dibantu oleh guru musik Perguruan Huimang yang super baik, Jeon Wonwoo. Kemudian atas izin kepala sekolah, mereka membentuk sebuah band dengan nama Hope.

"Kita akan istirahat sejenak, jika kau ingin."

Hyunjin merangkul Minjeong. "Kau masih memikirkan Kim Minju? Oh, ayolah Kim Minjeong, kau tak perlu menanggapinya. Gadis itu hanya iri karena kau berada dalam lindungan pemuda tampan sepertiku," ujarnya berusaha menghibur.

"Berhenti bercanda, Hwang Hyunjin!"
Yeji melayangkan pukulan di pundak kembarannya. "Ayo istirahat sejenak, setelah itu kembali berlatih. Kita tak punya banyak waktu sampai kamis."

Jeno meraih tasnya. Ia mengambil bekal makanan dari Rui. Hanya telur gulung sederhana dan beberapa jenis sayuran. Rui juga menghias nasinya sedemikian rupa, membentuk sebuah senyuman. Mirip dengan senyum Jeno.

Eye-smile.

"Terima kasih, Rui." Jeno bergumam, kemudian melahap bekalnya. Ia yakin yang lain juga mendapatkan hal yang sama. Rui selalu menghias bekal makanan mereka, seperti anak kecil.
Mentang-mentang ia guru Taman Kanak-Kanak.

"Uhuk! Uhuk!"

Jeno membulatkan matanya saat Choi Jisu lewat di depan ruang musik. Jeno bergegas mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah paper bag kecil. Tapi jangan salah, Jeno mendapatkannya dengan penuh perjuangan.Hyunjin dan Yeji mengernyitkan dahi mereka bersamaan. Tipikal anak kembar.

"Choi Jisu."

Choi Jisu menoleh. Ia melemparkan senyuman hangat kepada Jeno. Jeno melihat Jisu membawa tumpukan buku pun bergegas mendekat. "Kau mau ke perpustakaan?" tanya Jeno basa-basi. Jisu mengangguk singkat.

"Baiklah, aku akan membantu." Jeno mengambil alih setengah dari tumpukan buku tersebut. Choi Jisu adalah teman kelas Jaemin. Ia sangat cantik dan pintar, tidak heran banyak siswa yang menyukainya, termasuk Jeno. Ia berasal dari golongan kelas atas. Ayahnya, Choi Minho adalah anggota dewan Korea Selatan.

Mereka membawa tumpukan buku itu ke perpustakaan. Setelah itu Jeno mengantar Jisu menuju parkiran.

"Terima kasih Jeno."

"Jisu-ya," panggil Jeno. Ia kemudian memberikan paper bag kecil itu kepada Jisu. "Maaf aku hanya bisa memberikan hadiah kecil," ujarnya.

"Selamat ulang tahun, Choi Jisu."

Jisu menerimanya sambil tersenyum cerah. "Wah, kau tak perlu seperti ini Jeno-ya. Aku menyukainya," ujar Jisu sambil mengintip isi paper bag itu. Ia mendapati sebuah boneka panda berukuran sedang. Lucu sekali.

Jeno mengulum senyumnya. Ah, tidak usah diingat bagaimana ia dan Jaemin berjuang mati-matian di depan mesin capit boneka demi sebuah boneka panda. Mengingatnya, membuat Jeno ingin menampar dirinya sendiri.

"Datanglah ke pestaku. Ini undangan untukmu dan saudara-saudaramu."

Choi Jisu memberikan lima kartu undangan sederhana kepada Jeno.
Tak lama kemudian, sebuah mobil berhenti tak jauh dari mereka. Itu mobil Choi Jisu. "Aku harap kalian bisa hadir, Lee Jeno," ucapnya.

Last Photograph Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang