03. Papa

405 68 10
                                    

"Ayo, Minjeong-ah."

Jaemin dan Minjeong akan membantu Rui mengantarkan muffin, pesanan Ibu Jaekyung. Wanita itu bilang, anak tertuanya akan mengadakan pesta piyama di rumah mereka dan sayangnya ia sedang di luar kota.

Yeji sedang mengerjakan tugasnya di kamar. Hyunjin dan Jeno pasti tidak mau keluar, tentu saja. Minjeong dan Jaemin melangkah keluar. "Lee Jeno, aku pinjam sepedamu ya! Terima kasih!" pekik Jaemin. Merasa tidak mendapatkan jawaban. Jaemin mendengus. "Silahkan Jaemin-ah, pinjamlah sesukamu," lanjut Jaemin, menirukan nada bicara Lee Jeno.

Minjeong dan Jaemin mengayuh sepeda masing-masing. Jaemin membiarkan Minjeong pergi lebih dulu, sementara ia mengiringi dari belakang. Dari alamat yang Rui tuliskan, sepertinya mengarah pada sebuah kompleks perumahan elit di kawasan Itaewon.

"Ini dia."

Mereka bergerak menuju ke sebuah rumah mewah bertingkat tiga yang didominasi oleh warna putih dengan gerbang yang menjulang berwarna cokelat. Minjeong menekan belnya sekali. Ia melirik pintu kaca yang transparan. Seorang anak kecil tampak berlari membuka pintu.

"Permisi, kami ingin — "

"Hei, Kim Minjeong!"

"Apa yang kau lakukan di rumahku?!"

Oh, tidak.

Kim Minju, beserta teman-temannya.
Ia menatap Minjeong dan Jaemin dengan tatapan tak percaya. "Apakah kue itu adalah daganganmu?" tanya Minju, mengejek. "Jaekyung-ah, masuk ke dalam," suruhnya kepada sang adik yang berdiri di antara mereka dengan tatapan bingung.

"Bagaimana bisa kau tidak tahu akan hal ini?" Choi Yena, teman Minju tiba-tiba menyahut. "Inikah muffin luar biasa yang kau maksud?" sindirnya, diikuti suara tertawa gadis-gadis lain.

"Aku rasa, aku mengatakannya dalam keadaan tidak sadar."

Jaemin menarik mundur Minjeong. Ia menggenggam tangan Minjeong. Pria itu maju, berhadapan langsung dengan Minju. "Totalnya 16.000 Won," ucap Jaemin, menghindari pertikaian.

Minju mendecih. "Na Jaemin sunbae. Kau kira aku sudi memakan sampah itu? Oh, aku juga tidak yakin makanan itu bebas dari kuman dan bakteri."

Tahan, Na Jaemin.

Jaemin mengepalkan tangannya. Pria itu menahan emosi. Tubuh Minjeong di belakangnya sudah bergetar hebat, menahan tangis. "Lantas, kau mau apa?" balas Jaemin.

"Mauku?"

Srak!

Kim Minju merampasnya kemudian tersenyum jahat. Ia menghempaskan benda itu ke tanah membuat muffin-muffin buatan Rui berhamburan di keramik rumah Minju. "Selesai," ujar Minju enteng. Ia berbalik kemudian masuk ke dalam rumahnya seperti hal yang terjadi barusan bukanlah apa-apa.

"Jaemin-ah ...."

Minjeong memungut muffin-muffin itu dari keramik. Minjeong menangis sesenggukan. Hatinya sakit melihat muffin-muffin yang telah Rui buat, kini sia-sia. Jaemin ikut membungkuk dan membantu Minjeong memungut muffin itu satu demi satu. Apalagi saat melihat hiasan muffin-muffin itu hancur karena hempasan Minju.

"Apa yang harus kita katakan kepada Rui?"

"Minjeong-ah," lirih Jaemin, menahan Minjeong yang masih memungut satu demi satu muffin buatan Rui. "Ayo kita pulang." Jaemin membantu Minjeong berdiri. Ia membawa kotak muffin itu, tidak tega membuangnya.

Last Photograph Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang