"Nakamoto-san, kau sudah berlatih selama empat jam. Kau tidak merasa lelah?" tanya Mark. Kakaknya, Lee Taeyong adalah pelatih Yuta. Jadi, tak heran jika Mark selalu berada di sekitar Yuta, untuk mendukung pria keturunan Jepang itu.
Yuta menatap Mark, sekilas tanpa menjawab. Yuta melakukan pull up. Tubuh pemuda itu bergelantungan dengan bertumpu pada pull up bar yang terpasang di pintu.
"Aku hanya perlu menghasilkan uang yang banyak, kemudian berhenti dari profesi ilegal ini," terang Yuta. Profesi ini benar-benar berisiko. Yuta harus berhati-hati setiap detiknya, ia tidak tahu kapan polisi akan menggeledah tempat ini. Belum lagi, jika dia harus masuk penjara karenanya.
Yuta melepaskan pegangannya. "Aku pulang." Yuta menyampirkan tasnya di bahu. Ia menundukkan kepalanya singkat ke arah Mark.
"Terima kasih sudah banyak membantu. Hati-hati di jalan," tukas Nakamoto Yuta. Mark Lee tersenyum simpul. Nyatanya, walaupun ekspresi Yuta sangat mengintimidasi, ia adalah orang yang hangat, sepertinya.
Yuta mengambil sepedanya. Ayolah, semua penghuni Nagha Dormitory menggunakan sepeda kecuali Kim Taehyung yang mendapat warisan, motor peninggalan Lee Donghae. Dan juga Rui yang memilih memberikan sepedanya kepada Mina. Yuta mengayuh sepedanya melewati jalanan Seoul yang masih ramai.
Yuta menghentikan sepedanya di area Namsan Tower. Entah apa yang membuatnya memilih untuk datang ke landmark dari Seoul ini, sendirian,
tanpa pasangan. Yuta berjalan mendekati vending machine. Ia memasukkan koin ke dalam mesin itu. Yuta mengambil cup kopi hangat yang keluar dari mesin itu.Ia menghela napas. Yuta duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu. Ia menengadahkan kepalanya, menatap ke arah cahaya yang timbul dari Menara Namsan. Bukankah sangat menyenangkan jika bisa berdiri di sana?
Yuta mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Banyak panggilan tak terjawab dari Rui. Ia tidak tahu mengapa gadis itu selalu ikut campur dalam segala hal tentang dirinya. Yuta menyibakkan rambutnya ke belakang kemudian mematikan ponselnya.
Yuta ingin beranjak pergi, jika saja seseorang tidak menghalanginya dengan berdiri tepat di hadapan Yuta.
Seorang wanita yang tampak lebih tua memandangnya sambil tersenyum. Ia sangat cantik, bahkan kerutan halus di wajahnya nyaris tak terlihat."Ada apa, Ahjumma?" tanya Yuta, ragu.
"Oh, maukah kau mengambil ini?" Wanita itu menyodorkan sebuah gembok berbentuk hati kepada Yuta.
"Aku ingin melakukan hal-hal seperti yang orang-orang lakukan di atas sana," lanjutnya sambil menunjuk ke arah Menara Namsan.
"Tapi aku berubah pikiran."
"Lantas, mengapa memberikannya kepadaku?"
"Firasat saja."
"Maksudmu?" Yuta mengerutkan dahinya, tak paham.
"Kau akan beruntung dalam percintaan. Ajaklah kekasihmu pergi ke atas sana, dan kunci gemboknya."
"Ahjumma, apa kau seorang peramal atau semacamnya? Jika iya, lebih baik kau cari orang lain saja. Aku tidak punya waktu dan tidak punya uang untuk membayar firasatmu itu."
Wanita itu menepuk pundak Yuta. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil tersenyum simpul. "Anak muda," gumamnya kemudian pergi menjauh, meninggalkan Yuta yang masih berkecamuk dengan pikirannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Photograph
FanficCerita sederhana tentang mereka, bekas anak-anak panti asuhan. Mereka tinggal bersama di sebuah tempat yang disebut 'Nagha-Dormitory'. Keadaan membuat mereka berjuang mati-matian untuk hidup. Hidup yang penuh dengan rahasia. Hingga suatu ketika, m...