Prolog

39 7 3
                                    


"Kalau memang ini takdirnya lalu kita bisa apa?"

Sore hari di bangku taman tepat di bawah pohon mangga yang rindang, menjadi saksi mereka berdua harus merelakan perasaan yang sudah terbentuk seutuhnya.
Detik setelah mengatakan itu, Maga mendongak menatap langit yang kian merubah warna.

"Apa gak bisa kita perjuangkan lagi?"
Perempuan di sebelahnya balik bertanya, ikut mendongak kemudian tersenyum kecut sesaat.

"Kalau Tuhan kehendaknya begini kita gak bisa apa-apa lagi, Tah, tapi kalau besok-besok Tuhan maunya kita bersama lagi, pasti kita bisa bersama, entah dengan cara apapun itu." Ada getir di setiap kata yang Maga ucapkan. Bahkan, hanya untuk menatap mata Sabitah di sebelahnya pun ia tak sanggup.

"Aku harap begitu. Tapi Ga," ada jeda yang di berikan Sabitah, membuat Maga harus menoleh dan menatap penuh minat wajah sang pujaan hati. "Setelah ini kita harus apa? Aku takut, perasaan aku ke kamu gak berubah, aku takut melukai hati kamu Ga. Jujur, aku udah jatuh telak sama sosok kamu."

Sebuah kebanggan sesaat menguasai tubuh Maga ketika Sabitah mengatakan bahwa ia sudah jatuh telak pada sosoknya. Namun juga ada sebagian besar dalam dirinya yang kembali terluka disaat ia harus mau tak mau merelakan Sabitah pergi dari sisinya.

"Perasaan gak berubah itu maksudnya gimana?"

"Aku takut aku nanti tetap cinta sama kamu, walau nanti kamu udah ada yang punya selain aku, dan hidup bahagia bersama yang lain selain aku"

"Sabitah,"
Panggilan lembut dari Maga membuat Sabitah harus menoleh dan mendapatkan tatapan senduh dari laki-laki itu.

"Kita gak akan tahu perasaan kita ke depannya gimana. Kayak sekarang kamu yang cinta mati sama aku dan juga aku ke kamu, mungkin nanti esok atau hari-hari berikutnya perasaan ini berubah sepenuhnya karena alasan yang kita gak akan tahu, entah nantinya kehadiran sosok baru yang mengajak perasaan kita kembali pada saat-saat kita awal bertemu. Perasaan itu gak selamanya menetap, Sabitah"

Maga tahu seberapa keras seseorang berusaha dalam mengejar mimpinya, ada kalanya seseorang itu menyerah dan harus mengikhlaskan semuanya. Maka dari itu, inilah dia sekarang, yang siap tak siap harus melepaskan sang kekasih walau hati terasa begitu perih.

"Jadi kita sekarang harus saling mengikhlaskan?"

"Mau bagaimana lagi kan?"

Dan Maga juga tahu, mimpi itu tak selamanya akan tercapai.

Maka pada sore hari yang temaram, sebuah ikatan yang terjalin hampir dua tahun itu harus kandas menjadi sebuah kenangan.

∞∞∞∞∞∞∞

SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang