Jika saat itu Nandarmaga diberi dua pilihan antara meninggalkan atau ditinggalkan, maka dengan senang hati ia akan memilih ditinggalkan.
Sebab menurutnya, ditinggalkan hanya akan membuat ia terluka sendirian tanpa adanya orang lain ikut kedalamnya. Sementara meninggalkan adalah sebuah perih yang ia beri. Meninggalkan dia seorang diri dengan sebuah tangis yang menyayat hati. Maga benci itu, walau ia tahu betul keduanya bukanlah perbuatan yang patut untuk dipuji. Namun parahnya, meninggalkan dan ditinggalkan adalah hukum alam yang lumrah dalam kehidupan.
Datang, singgah, menetap dan kemudian pergi meninggalkan begitu banyak kenangan.Namun yang lebih parahnya adalah ketika ia sadar bahwa ia baru saja menciptakan yang namanya meninggalkan. Ia biarkan Sabitah menangis dalam hati yang terkoyak-koyak saat itu, menangis tersedu-sedu memintanya untuk tidak meninggalkannya sendirian. Tapi saat itu tekad sudah menyertainya, lantas dengan mantap ia memilih meninggalkan Sabitah dan membiarkan gadis itu menangis begitu lara.
Dan saat ini ia merasa tak lebih dari seorang bajingan.Namun dibalik itu semua, pilihan yang ia pilih adalah hal yang memang sudah semestinya ada. Bukan hal yang baru dalam kehidupan ini melainkan memang begitu adanya.
Sebab saat itu ia pernah tak sengaja membaca buku karya peninggalan Mama di halaman terkahir pada buku bersampul putih itu,Jika tekad sudah menyertaimu, maka lakukanlah yang kamu mau, selagi itu benar dan kamu mampu melewati masa setelah itu.
Saat itu Maga mendongak menatap bintang dibalik kusen jendela yang dingin, membayangkan kapan kalimat itu singgah dalam kehidupannya, dan kemudian tanpa disangka-sangka dan diduga-duga, kalimat itu singgah betulan dengan sendirinya, dengan timing yang begitu pas saat ini. Lalu Maga berpendapat, meninggalkan Sabitah saat ini adalah keputusan yang benar.
Tapi terkadang Maga merasa melepaskan Sabitah ada salahnya juga, saat wajah cantik gadis itu melintas dalam ingatannya, perkataannya, tawanya, senyumnya dan hangatnya pelukannya. Maga merasa, ia butuh semua itu saat ini alih-alih tatapan sendu dan mata yang sembab pada gadis itu.
Entah kebetulan atau memang sudah takdirnya, kedua insan itu kembali dipertemukan di depan kampus.
Selepas Bang Adil pamit undur diri meninggalkannya, mulanya Maga tidak menyadari kehadiran Sabitah tepat 10 meter dari tempatnya berdiri, tapi saat ia menoleh ke arah kanan ia menemukan gadis itu berdiri diam menatapnya tanpa suara bersama mata sembab dan tatapan sendu tanpa dibuat-buat.
Untuk saat ini ia hanya ingin memeluk Sabitah begitu erat dan mengelus surai halus gadis itu serta membisikkan sebuah kalimat penyemangat.
Namun saat kakinya mulai melangkah mendekat, Sabitah malah melengos pergi meninggalkan ia dengan langkah yang getir. Maga tidak buta saat ia menyadari ada satu tetes air mata yang lolos dari mata indah milik Sabitah.
Maga bersumpah, selama dua tahun berhubungan tak sekalipun ia pernah mengizinkan satu tetes pun air mata jatuh dari mata jernih Sabitah. Sebab ia begitu benci melihat gadis itu harus tersakiti. Walau tahu menangis tidak selamanya tentang kesedihan.
Tapi sore kemarin dan saat ini ia malah melakukannya dan membiarkannya tanpa ada peluk meredakan. Dan sekali lagi Maga merasa dirinya tak ubah dari sekedar bajingan.•••••
"MAGA SAYANGKUUU!" Terik matahari tengah panas-panasnya saat itu, ditambah suara menggelegar dari si tidak tahu diri, Jeri.
Dibelakangnya, Mimo menutup wajah dengan beberapa lembar kertas yang entah apa isinya sebab laki-laki itu nampaknya malu mengingat beberapa orang melirik mereka berdua dengan tatapan jahanam, tak urung membuat Maga tergelak."Ada apa kasihkuuu.." Maga menyahut tak kalah riang.
"Mari kita mengampus bersamaaa" kemudian mereka tergelak bersama. Meninggalkan tanda tanya dari orang-orang yang berada tak jauh dari mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgah
FanfictionBukan perihal rasa yang berubah, hanya saja ini tentang sepasang rasa yang terus saja berkelana. ----- "Sabitah, ternyata Tuhan hanya ingin kita mengenal, bukan sepasang rasa yang kekal." Pada akhirnya Maga tahu, hubungan yang ia kira sempurna selam...