Alpha

6 2 0
                                    

Purworejo, desember 2011

"Namanya Aditi Fakhirah, pake kh tengahnya," ucap Tammi sambil menyeduh teh untuk mereka berdua.

Seorang perempuan yang sibuk di depan laptop mendongak sebentar lantas kembali sibuk. Dia mulai memasukkan beberapa code dan mencocokkannya dengan sistem yang dia temukan. Karena hobinya ini, dia lebih nyaman menggunakan jalur aman sehingga tidak ada yang bisa melacak alamat IP tempatnya mengakses internet.

"Kalau bisa, temukan alamat domisili sekarang dan nomer teleponnya." Tammi segera membawa teh mereka dan ikut duduk di sebelahnya.

Barisan code pemrograman masih saja diketik dan berproses semakin cepat. Tammi yang malas melihat layar yang penuh rumus dengan dark mode, yang semakin membuatnya pusing, dia mulai mengecek ponselnya.

[Aku baru tahu kalau mengingatmu saja menambah kadar hormon dopamin¹ dalam tubuh 😍./]

Sebuah pesan dari pacarnya membuat Tammi tersenyum. Dia buru-buru mengetik pesan balasan.

[Bodoh! Cepat pulang, kita perlu bertemu 😘.]

Gadis di samping Tammi melirik sebentar dan melengos, menahan kesal pada sepasang dara yang sedang jatuh cinta. 'Memangnya mereka sanggup berjalan dalam badai dan tetap berpegangan?' keluhnya dalam hati.

"Kamu harus bangun, Enda. Lihat deh di sekeliling, cowok baik dan pintar banyak. Dan hentikan kegemaranmu pada Lutfi si manusia karet itu!" ujar Tammi setelah meletakkan gawainya. Disodorkannya segelas teh yang tadi dibuatnya ke dekat tangan kiri Enda. "Diminum dulu tehnya, biar cepat selesai."

"Aku sudah sering bilang, teh atau minuman apapun tidak mempengaruhi kerja komputer, code maupun internet," keluh Enda, tapi dia mengangkat juga gelas tehnya dan mulai menyeruput. "Panas!"

Tammi tertawa puas pada mimik Enda yang menahan sakit di lidahnya, mendadak kebas dan mati rasa. "Gila! Kamu mau membakar lidahku?!" hardiknya.

Dia lekas berlari ke westafel dan berkumur dengan air sebanyak-banyaknya. Code yang sudah dibantu aplikasi buatannya masih berproses menyaring informasi dan menemukannya seakurat mungkin.

"Nda, kok hasilnya gini sih?" ucap Tammi yang sedang mengamati layar laptop.

Enda kembali ke kursinya dan mengamati hasilnya. Ada beberapa data yang masuk dengan tumpang tindih. Dia membacanya sekilas, dan memastikan beberapa foto sebagai acuan pada ingatannya, ketika terakhir kali bertemu dengan Aditi beberapa bulan yang lalu.

Ketika Enda hendak mencatat secara manual data tersebut ke buku tulisnya, Tammi meremas lengannya. "Kamu bisa kena pasal tiga puluh dua undang-undang ITE tentang memindahkan data pribadi."

Enda melepas tangan Tammi yang agak menyakiti lengannya. "Heh, aku kan hanya mencatat secara manual, tidak mengirim atau menggandakan datanya. Aku tidak mencuri, aku hanya mengecek," dalih Enda sambil tersenyum menyakinkan Tammi. "Lagi pula tidak akan menimbulkan jejak digital. Dan siapa yang peduli datanya bocor? Dia hanya anak SMA yang kebetulan menang beberapa lomba karate dari keluarga menengah ke bawah."

Tammi pasrah. Toh dia juga membutuhkan data pribadi Aditi. 'Kami hanya mengecek dan ingin mengenalnya lebih jauh,' katanya dalam hati.

"Aplikasiku masih kurang cepat, sial!"

"Hush, jangan mengumpat. Lagi pula ini sudah lumayan. Kamu bisa menemukan data lengkapnya, sampai alamat terkini dan daftar keluarganya," sela Tammi.

Pesan dari pacarnya segera mengalihkan pandangannya dari Enda dan laptop yang masih menampulkan beberapa halaman yang tidak ia pahami.

[Akhir bulan aku akan pulang. Pastikan mengajak Enda untuk pertemuan kita. Aku mengajak anak paling jenius di asrama kami.]

Tammi tersenyum sambil melirik Enda yang masih fokus menulis dan mencoret sana-sini.

[Siap! Pastikan juga cowok itu bisa diandalkan dalam banyak hal. Dia bisa membicarakan tentang komputer, kan?]

Entahlah, Tammi merasa dia perlu menanyakan ini. Enda hanya peduli soal data dan code. Dia tidak begitu menyukai pembicaraan yang terlalu banyak basa-basi.

[Aku tidak begitu yakin, tapi dia jenius, kurasa itu cukup.]

Tammi membalas dengan cepat.

[Hei, jenius yang pendiam itu menyebalkan!]

"Apa kalian sudah selesai membicarakanku?"

"Astaga! Kamu mengagetkanku," ucap Tammi, tangannya menepuk-nepuk dadanya. Rasanya jantungnya mau meledak karena kaget.

Enda menyodorkan hasil rekapan data yang dari tadi dia tulis. Tammi segera melihatnya. Dikembalikannya catatan tersebut. "Kamu kira aku bisa membaca tulisanmu yang tidak berjeda ini?"

"Aditi punya keluarga bahagia. Ayahnya bekerja di tambang batu bara, ibunya ASN. Dia anak tunggal, catatan kejuaraan karatenya lumayan banyak. Dan dia sempurna untuk menjadi teman kita," terang Enda seraya menutup bukunya.

Mereka sama-sama terpekur. Apakah ini hal yang baik atau tidak. Tapi mereka terlanjur jatuh cinta pada Aditi. Beberapa bulan lalu, ketika keduanya terdampar di stasiun yang ramai dan dompet penuh uang jalan diambil paksa oleh bocah laki-laki seumuran mereka, Aditi lah yang menyelamatkan dengan jurus tarik-angkat-banting yang menakjubkan.

Tidak ada alasan untuk menolak Aditi. Tapi balas budi bukan alasan yang tepat untuk sebuah pertemanan. Makanya Enda yang baru membuat program, menggunakannya untuk melacak latar belakang Aditi. Mereka tidak mempunyai sesuatu yang bisa mereka gunakan untuk mendapat data lebih banyak kecuali nama lengkapnya yang saat itu tidak begitu yakin, apakah asli atau asal.

"Kita akan ke sana," putus Tammi setelah beberapa menit mereka berpikir.

"Ini sangat jauh. Mari ke sana saat libur semester."

"Tapi pacarku akan pulang."

"Ajak dia bersama kita ke Bandung. Akan lebih aman jika ada laki-laki di antara kita. Dia juga bisa berteman dengan Aditi."

Tammi nampak sedang mengetik.

[Bagaimana kalau ke Bandung?]

[Ke tempat siapa?]

[Teman.]

[Laki-laki atau perempuan?]

Tammi tersenyum mengetahui pacarnya sedikit cemburu.

[Perempuan, tapi dia bisa menjatuhkanmu dalam satu tarikan ringan.]

Enda menghapus jejak digitalnya, dan memasukkan laptopnya ke dalam ransel. "Aku harus pulang," ujarnya. Dihabiskannya teh yang hampir dingin.

"Kenapa?"

"Sebentar lagi les bahasa Korea. Bapak sudah membayar lumayan mahal. Padahal aku bilang, aku bisa mempelajarinya secara otodidak di internet. Akhir-akhir ini ada Youtube yang bisa digunakna belajar secara gratis. Btw, kamu sudah buat akun facebook atau instagram? Yang lain bilang itu bisa digunakan untuk terhubung dengan banyak orang, siap tahu Aditi punya akun sosial media seperti itu."

Tatapan Tammi seperti orang yang mengamati sungguhan. "Memangnya data yang kamu dapat tadi belum tercantum hal seperti itu?"

"Sepertinya Aditi tidak memiliki sosial media," kekeh Enda.

Keduanya segera terlibat aksi saling berlarian di antara meja makan dan sofa ruang tamu. Tammi kesal betul pada Enda. Sedang Enda keasyikan dikejar dan tak kunjung tertangkap.

----------------------

Aditi meraba tengkuknya. Setelah latihan seharian dan bermandikan keringat, teman-temannya sudah pamit pulang duluan, tiba-tiba dia merinding berdiri sendirian di tengah arena.

Dia segera berlari ke tempat duduk penonton dan memberesi tasnya dengan acuh. Bahkan dia tidak peduli penjaga gedung mulai mematikan lampu.

"Sudah sore neng!" seru seorang lelaki tua yang menyorot cahaya senter ke arahnya.

"Ini sudah mau pulang pak," sahut Aditi yang berlari kecil ke pintu keluar.

'Mungkin ada yang membicarakan dan merindukanku,' batinnya. Dia tersenyum tipis mengingat pernyataan konyolnya itu.

------------------

Note :
1. Dopamin adalah hormon dan neurotransmitter (senyawa otak) yang berkaitan dengan penghargaan diri, seperti motivasi. Hormon ini turut memainkan peran terhadap suasana hati sehingga termasuk sebagai hormon kebahagiaan.

PEJUANG VIRTUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang