Delta

3 2 0
                                    

Teras belakang kos Enda cukup nyaman untuk nongkrong. Beberapa bunga yang ditanam dipilih yang sering mekar terutama jika sinar matahari mulai muncul. Beberapa penghuni kos sudah pamit pulang kampung, pandemi makin parah. Untuk beberapa alasan dan kebijakan Enda bahkan bekerja di rumah. Kantor hanya sebagai tempat beberapa orang yang ditunjuk dengna tingkat keberangkatan yang minim. Meski dia bisa mengirim hasilnya lewat ojek online, tapi agak was-was juga kalau rahasia perusahaan sampai bocor. Jadi terkadang Enda nekat berangkat ke kantor hanya untuk menyerahkan disk lepas pada atasannya.

[Nakal dikit lah kalau mau cari tantangan.]

Seseorang dengan akun anonim berkomentar di grup facebook.

Enda hanya tersenyum. Bagi Enda, tidak bersinggungan dengan mata-mata elit negara, atau cyber security yang ketat, dan bisa terus anonim itu menyenangkan. Kalau selama ini dia juga menerima pekerjaan di luar kantor, itu antara kesenangan dan butuh uang. Orang tuanya di kampung sudah tua dan butuh biaya ekstra untuk meramut mereka. Jadi setiap bulannya Enda mengirim sebagian besar gajinya untuk membayar baby sitter dan biaya lainnya dari perbaikan rumah.

Beberapa komentar cukup menggelitik, sepertinya yang lain sedang bosan memantau cod terus-terusan.

[Anak baru nih.]

Tulis sebuah akun yang lagi-lagi anonim.

[Wah deket nih, samperin kali ya, jitak kepalanya.]

Yang lainnya malah menyebar lokasi si pembuat status.

[Gerebek rame-rame pake worm.]

Kata lainnya dengan mencantumkan gift syetan tertawa.

[Jahat lu, kirimin backdoor aja, kayaknya dia bocil ff.]

Membaca obrolan itu menaikan moodnya yang hampir kandas karena code kemarin pun ditolak sebab client minta ada perubahan warna dan widget dengan beberapa sticker tertentu. Enda terpaksa mengomel,"memangnya aku desain grafis yang bisa menggambar ini itu."

Dia bergeser ke grup healing yang anggotanya cukup banyak. Seseorang baru saja membagikan kirimannya.

[Kalau kamu merasa tidak dicintai siapapun, ingat, Tuhan tidak memandang fisik ataupun harta untuk mengasihi.]

Melegakan bagi Enda. Selama ini dia terus bertanya kenapa lelaki yang dia suka memilih wanita lain sebagai pendamping hidupnya, dibandingkan menghabiskan sisa usia bersamanya. Lagi-lagi moodnya naik terus membaik.

[Setiap yang merasa sakit, hadapi, jangan lari!]

Karena kesal dengan status tersebut, Enda mengomentari dengan akun anonimnya.

[Obat sakit itu tidak bersinggungan dengan penyebab sakit tersebut. Ngapain repot-repot menghadapi.]

Enda segera mengeklik kirim.

[Tidak perlu membenci untuk melupakan. Kamu hanya perlu tidak penasaran pada kabarnya hari ini.]

Sebuah akun ikut dalam komentar.

Enda buru-buru memberi like pada komentar tersebut. Si empunya status kabur dan tidak menanggapi apa-apa.

"Padahal tidak ada yang salah dengan menghadapi rasa sakit." Tiba-tiba Aditi telah berdiri di samping Enda dengan kepalanya miring ke kiri ikut membaca isi layar ponsel Enda.

"Disakiti sekali saja menangis beberapa hari, kenapa harus mengulanginya untuk beberapa hari lagi?" Enda mendongak ke arah Aditi.

Aditi mengambil tempat di samping Enda. "Untuk menyelesaikannya. Agar ketika kamu bertemu dia lagi, sudah tidak ada perasaan yang tersisa," terang Aditi. Dia segera mencomot kukis di atas meja.

Bunga yang terkena sinar matahari duluan sudaha mekar sempurna. Enda pamit melanjutkan proyek yang mengasah kesabaran, biasanya client hanya revisi satu kali lalu setuju. Tapi kali ini perusahaan mengiyakan saja revisi yang bolak-balik itu. Lantas beberapa hipotesa muncul di pikiran Enda. Bisa jadi client-nya punya affair dengan bos perusahaan.

[Tapi kalau mampu menghadapi sekali lagi untuk menyelesaikan perasaan kamu, it's better.]

Enda sampai terdiam di depan pintu kamarnya. Setelah memikirkan sejenak dia masuk kamar lantas duduk masih dengan memikirkan komentar lanjutan akun bernama Rayi tersebut.

[Tidak semua orang tahan pada rasa sakitnya.]

Tulis Enda.

Tidak ada balasan sampai beberapa menit. Akhirnya Enda memutuskan mematikan data internet dan kembali fokus pada proyeknya.

Tiga komputer pinjaman dari kantor berjajar di mejanya dengan kondisi memulai program. Setelah menganalisis permintaan client dan membandingkan beberapa code berdasarkan pengalaman dan imajinasinya Enda mulai memperbaiki hal-hal kecil sebagai detail yang justru disukai pelanggannya kali ini.

-------------------------

Percakapan Enda dan Rayi berlanjut di messenger. Mereka berdebat sengit tentang menghadapi atau lari dari rasa sakit.

[Bukan pengecut meski kamu lari, tapi siapa yang tahu kalau suatu saat nanti kamu bertemu dia di mana tempat.]

Balas Rayi di perdebatan yang belum ada ujungnya itu. Rayi masih menyakinkan Enda tentang ikhlas.

Enda meminum milkshake-nya. Kosnya betul-betul sepi di sore hari. Hari ini Aditi masih berangkat ke kantor. Penghuni lain lebih memilih tetap di kamar atau keluar cari makan malam.

[Memang cara menghadapinya gimana?]

Enda akhirnya menyerah. Mungkin memang saatnya dia melepaskan kenangan.

[Terima keadaan bahwa dia atau apapun itu bukan untuk kita.]

[Allah punya rencana yang jauh lebih indah dari apa yang kita susun. Percayakan masa depan kita pada Tuhan yang Maha Memberi Rezeki.]

Imbuhnya dalam pesan susulan.

Dipikirkannya betul-betul. Dia masih belum menerima bahwa seseorang yang tertawa dan asyik terus bersamanya ternyata bukan orang yang tepat menurut Allah untuknya. Lantas disebut apa seseorang yang tidak menerima ketentuan itu dari sudut pandang-Nya?

Enda membuka akun seseorang tersebut. Foto pernikahan telah menjadi profilenya. Enda bahkan tidak bisa datang di hari pernikahan mereka meski sebagai teman dekat. Pasalnya hatinya belum menerima, dan ketakutan akan menyalahkan diri sendiri justru sebagai alasan utamanya.

Ditulisnya ucapan selamat meski telat. Rasanya melepas dia dengan orang hang dia pilih itu jauh melegakan.

"[Ternyata menerima itu semua bagian dari masalah kita, mencoba berdamai dengan diri sendiri, itu jauh melegakan.
.]

Tulis Enda sebagai pesan balasan, setelah beberapa jam kemudian.

Karena tidak ada pesan lanjutan, Enda menahan tangannya untuk tidak mengetik barisan code lagi untuk mengetahui semua tentang Rayi. Dia takut jatuh cinta pada jejak yang terlalu bagus di internet. Atau malah terlalu membenci pada orang yang bahkan belum pernah ia temui.

[Kali ini, maafkanlah diri sendiri. Tidak ada yang salah menyukai sesuatu, tidak apa-apa jika harus terluka. Pendewasaan diri berasal dari pengalaman dan pengambilan hikmah dari setiap perjalanan hidup.]

Akhirnya pesan Rayi memutus kebimbangan Enda.

[Setelah melihat trial-nya, client oke nih.]

Pesan dari bos makin makin menambah mood baik Enda. Besok dia berencana berangkat lebih awal. Jadi bisa tidur lebih awal karena tidak ada pesanan juga revisian.

[Mau makan apa? Waffle?]

Enda memikirkan dimana Aditi akan mendapat waffle di jam malam. Tidak terlalu memikirkannya, Enda mengetik balasan rasa apa yang perlu dipesan Aditi.

[Kalau bisa isi keju sama strowberi ya.]

Aditi hanya membalas dengan kata pendek 'oke'. Sekali lagi menunggu Aditi adalah kegabutan lainnya. Karenanya Enda memutuskan membuat code baru, mencoba merealisasikan imajinasinya.

---------------

Bersambung ....

Like dan comment ya untuk berkesempatan dapet buku gratis.

PEJUANG VIRTUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang