#7 Ngomong!

1 0 0
                                    

Pagi terasa cerah serta sangat dingin, tapi aku dan Ardo telah bergegas memasuki gerbang kampus. Kami menuju kolam berrenang, berniat untuk latihan. Tadi subuh, aku meminta dia mengajariku karena ada informasi, jika kuliah hari ini dipindah ke jam sepuluh siang.

Kami tiba di gelanggang. Kemudian mengganti pakaian. Setelah itu kami pemanasan terlebih dahulu.

"Pagi-pagi Gelanggang kaya milik pribadi," ujarnya sembari berdiri dipinggiran kolam.

"Yoyoi, can aya sasaha. Yang tengah keliatannya lebih jero dari kemarin." kataku sambil menelan ludah menatap air yang biru jernih.

"Bukan keliatannya lagi, itu emang dalem."

"Kita belajar apa sekarang? Meluncur? Gaya-gayaan?"

"Maneh nggak bisa renang banget, kan?"

"Betul!" jawabku datar sembari mengacungkan jempol.

"Okey! Kalau kataku, maneh harus bisa dulu ngambang di air. Kalau nggak salah disebutnya itu, water trappen."

"Waduh, gimana, tuh, caranya?"

Ardo langsung balik kanan, lalu berisyarat padaku untuk menunggu. Setelah beberapa detik, dia kembali sambil membawa galah cukup panjang di tangannya.

"Buat naon eta, Do?"

"Udah, sekarang maneh langsung aja loncat ke tengah kolam."

"Ke tengah?" kataku sembari kembali menelan ludah.

"Percaya, deh, kalau ada ini moal tenggelam."

"Naha nggak pake pelampung aja?"

"Udah, percaya aja, Ka. Kalau pake pelampung terlalu mudah. Maneh mau bisa renang, kan?"

"Percaya maneh, musyrik!" ledekku.

"Ah, percaya aja, dah."

Kali ini, aku mengangguk tegas, lalu balik badan, dan berdiri di keramik tepian kolam. Seketika jantungku berdetak lebih kencang bagai pertama kali menatap mata Salma. Tapi beda, ini karena dasar kolam yang terbias tampak menyeramkan.

Tak kusangka di tribune paling atas ada dua orang pria yang sedang berdiri, menonton. Pandanganku tidak bisa jelas melihat wajah mereka, tapi karena gaya rambut serta pakaian, aku tahu mereka seumuran denganku. Mataku kembali menatap kolam.

Sekarang, ku coba mengambil napas tenang. Benakku menyemangati, aku pasti bisa! Namun, itu tidak mengubah suasana tegangnya.

"Yo, Ka! Jadi lelaki itu harus berani bertanggung jawab. Kamu masuk ke Fakultas Olahraga, ya, berarti harus bisa renang bagaimana pun caranya. Jangan sampai ada niatan nyerah di tengah jalan, Ka."

"Bener omonganmu, Do. Urang nggak akan nyerah!"

"Siap, ya!"

Tanpa aba-aba badanku di dorong dari belakang, kemudian terpelanting jatuh ke tengah membelah birunya air kolam. Perlahan mataku terbuka, tubuhku tenggelam. Namun, kini pikiranku terasa lebih tenang, beda dengan kemarin.

Kakiku telah menapak ke dasar. Dengan sekali hentakkan badanku melesat lurus ke atas. Tanganku segera meraih galah yang sudah dijulurkan Ardo. Kepalaku sekarang tidak kembali ke dalam air karena kedua lenganku telah menggenggam erat alat bantu.

"Ka! Kakinya gerak!" teriaknya sembari berusaha menduduki galah.

"Tadi belum siap, euy!" ujarku dengan napas sedikit terengah-engah.

"Udah, ulah ngeluh!"

"Bagaimana kumaha gerakkannya?!"

"Tau, kan, gerakkan kaki katak?!"

Dalam benakku langsung terbesit banyangan cara hewan itu berenang.

"Ka, tau, kan?!"

Aku memberi isyarat dengan mengacungkan jempol tangan kanan, yang kiri terus memegang galah seerat mungkin karena aku tidak mau kembali tenggelam.

"Okey, Ka, Mantap!"

Kedua kakiku mencoba bersinkronisasi dengan otak yang sedang memikirkan seekor katak berenang. Tak kusangka ternyata ini mudah. Namun, otot-otot paha dan betisku masih terasa sangat kaku, tapi mungkin nanti juga akan terbiasa.

"Bagus! Tapi lakukan gerakkannya dengan tenang dan perlahan, Ka, kalau nggak, maneh nggak akan ngambang!"

Dengan menarik napas panjang, aku berusaha membiasakan kakiku. Benar kata dia, badanku jadi terasa ringan sekarang, terasa mengambang.

"Siip, terus begitu selama tiga menit!"

"Emang bisa?!"

"Pasti bisa, lah!"

"Tapi, kalau keram nanti langsung tarik gantar-nya, yo!"

"Yo, tenang aja!"

Tiga menit telah terlampuai, tapi Ardo menyuruhku untuk lanjut ke lima, enam, hingga sepuluh menit dengan jeda istirahat beberapa detik di setiap sesinya. Gayanya kali ini sudah seperti Dosen. Aku terpaksa harus menurutinya karena ini caranya melatihku.

"Mau terus?!"

Namun, otot-otot kakiku sudah terasa sangat tegang seperti galah ini. Aku segera melambai. Dalam sekejap dia telah menarik galah yang dari tadi didudukinya dan kucengkram erat. Tanganku langsung berpegangan pada pinggir kolam.

"Edan ... edan ... edan cape juga," kataku dengan napas terengah-engah.

"Harusnya tiga puluh menit," ujarnya sembari mengulurkan tangannya, membantuku naik.

"Serius, euy?"

"Tapi itu udah alus."

Anehnya tiba-tiba ada bunyi nada dering handphone, ternyata itu suara telepon genggam milik Ardo yang dia selipkan dicelana renangnya. Dia segera mengambil, lalu menatap layarnya.

"Siapa, Do?"

"Si Sela."

"Sekretaris?"

Dia mengangguk, kemudian dengan cekatan langsung mengangkatnya.

Pandanganku kembali ke tribune. Dua orang tadi sudah tidak ada di sana. Dahiku terlipat.

"Apa?! Seriusan?! Okey, kamu informasikan ke grup kelas, ya, dan terima kasih infonya, Sel."

"Ada apakah gerangan, Do?" Aku sedikit bercanda sembari beranjak dari pinggir kolam.

"Kita harus cepet, Ka, Dosennya ternyata mau masuk jam setengah delapan."

"Seriusan? Ini jam berapa?"

"Jam tujuh."

Aku telah mengambil ancang-ancang. "Katanya harus cepet? Hayu, ganti baju!"

Dengan secepat kilat kami segera membawa tas, lalu lari ke ruang ganti.

Kemudian setelah beres, kami langsung berjalan cepat bergegas dari sana menuju ke fakultas yang jaraknya cukup jauh.

Baru setengah jalan, aku menghentikan kaki.

"Ada apa, Ka?" Ardo ikut mengerem.

"Tiheula, urang ada urusan dulu. Kalau telat salamin buat Dosen. Tapi kalau Dosennya bapa-bapa jangan. Hehehe."

"Yoyoi, Slur! Duluan, yo!" Dia bergegas. Lalu hilang di lekukkan jalan.

Langkahku berganti arah, masuk ke jalan kecil di antara dua bangunan. Kini di hadapanku ada dua orang yang sedang berjalan. Perlahan, aku dekati mereka. Seketika ku piting satu orang, membawanya ke arah lain. Dia berontak, lalu ku jatuhkan kencang. Raut mukanya langsung terperanjat.

"Ngomong! Maneh diperintah siapa?!"

-Bersambung-

ARKA: Seorang Manusia yang Bukan Siapa-siapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang