Sama seperti ketika di klub memasak kemarin, lagi-lagi Kisaki langsung di kerubungi para siswi penghuni klub menjahit dan dimintai pendapat soal hasil jahitan mereka. Sebenarnya ia baru tau kalau praktek jangka panjang klub menjahit adalah membuat satu benda pakai berbahan dasar kain.
"Hei, kalian jangan ngerubungin Kisaki kaya' itu dong," Mitsuya yang baru kembali dari kamar mandi buru-buru mengamankan Kisaki dari kerumunan.
"Kami nggak melakukan apapun kok, Mitsuya-senpai!" Seru salah seorang gadis ber-name tag Minami.
"Iya, bener! Aku cuma mau mengagumi keimutan kaichou! Kyaaa! Jadi pacarku dong, kaichou!" Pernyataan cinta dadakan tersebut spontan membuat Kisaki sweatdroop, bisa-bisanya.
Tunggu, apakah itu kalian?
"Maaf, tapi mungkin lain kali..."
"Oke, gak apa-apa! Akan kucoba tahun depan!"
"Heh ini bukan undian?!"
"Kalo aku confess kaya' gitu juga ke Wakasa-senpai bakal di terima gak ya?"
"Astaga kalian," Apakah Mitsuya marah? Tentu tidak. Dia malah tertawa geli. "Maaf ya, Kisaki. Namanya juga perempuan."
"Nggak apa-apa kok, senpai. Aku lebih heran sama daya tahan senpai," Kalo Kisaki mah bakal stress kurang dari seminggu.
"Kamu nggak tahan sama perempuan?" Tanya Mitsuya sembari menarik salah satu kursi ke dekat kursi miliknya. "Silahkan duduk."
"Terima kasih. Nggak, senpai. Berurusan sama lelaki yang mulutnya bawel kaya' perempuan aja udah bikin pening."
"Hahah, gitu ya. Tapi bukannya seru?"
"Kadang seru, kadang somplak. Mulutnya suka gak bisa di jaga."
"Sabar, sabar."
"Ajarin dulu. Kesabaran senpai kan tinggi."
"Eh, ajarin? Gimana ya caranya...?"
"Jangan dipikir serius. Aku cuma bercanda loh, senpai."
"Astaga, kupikir serius. Soalnya aku gak nyangka Kisaki bisa bercanda."
"Aku... Nggak se kaku itu sih."
Mereka berdua pun berbincang dengan hangat, kadang di selingi canda tawa ringan—dimana aura fuwa-fuwa nya menyebar hingga ke seluruh penjuru ruangan, membuat semua anggota klub menjahit merasa gemas sekaligus senang.
"Sebelum aku pergi, maukah senpai mengajariku menjahit? Aku kurang jago soalnya," Sebenarnya Hanma bisa kalau cuma ngejahit bekas robekan, tetapi Kisaki merasa enggan kalau harus meminta tolong padanya terus.
"Boleh. Menjahit sobekan atau menjahit baju? Oh, apa kamu mau belajar merajut juga?" Balas Mitsuya antusias.
"Kurasa ketiganya?" Kisaki mengamati hamparan peralatan menjahit milik Mitsuya.
"Kamu yakin?" Sementara empunya sedang sibuk melipat bahan-bahan kain yang ada lalu menatanya di rak terdekat.
"Yakin. Gak ada salahnya mempelajari banyak hal baru walau terasa sulit," Menurutnya, selama ilmunya memiliki manfaat ya kenapa enggak?
Jawaban mantap Kisaki membuat Mitsuya tersenyum lembut. "Kamu keren ya," Kemudian diusapnya helaian golden brown milik sang junior.
"Bukannya biasa aja?" Kepolosan mimik mukanya sontak membuat Mitsuya meremas kain katun sekuat tenaga hingga lecek. Bukan, bukan kesal, tapi berusaha menahan diri agar tidak memainkan pipi tirus Kisaki. Gemes woi.
Kalem dulu. Ada banyak orang.
"Uh... mungkin? Kita belajar menjahit sobekan dulu ya."
"Oke."
Kegiatan belajar mengajar keduanya berlangsung damai, Mitsuya memberikan arahan demi arahan secara jelas dan Kisaki mampu mengikuti semuanya dengan cermat. Hingga tiba-tiba, tragedi klasik ala drama terjadi—jari telunjuk Kisaki terhunus ujung jarum.
"Tunggu sebentar, jangan di emut," Pesan Mitsuya sebelum beralih ke laci meja untuk meraih sebungkus plester luka serta sejumput kapas.
"Kenapa senpai bisa berpikiran aku bakalan ngemut luka?" Waktu masih anak-anak aja dia ogah melakukannya.
"Eh? Kamu enggak pernah melakukannya?" Mitsuya memegangi tangan Kisaki, mencocol darahnya dengan perlahan menggunakan kapas, meniupnya, lalu memasangkan plester.
"Nggak ada gunanya kan? Jadi nggak kulakukan. Kenapa pake di tiup segala, senpai?" Baru pertama kali Kisaki melihat ada orang yang meniup luka seperti itu.
"Masa kecilmu terdengar serius sekali, eh," Canda Mitsuya sembari terkekeh. "Sebenarnya gak ada alasan khusus sih. Aku cuma terbiasa melakukannya pada kedua adikku. Maaf kalo kamu merasa terganggu karenanya."
"Samasekali enggak, senpai. Itung-itung nambah pengetahuan baru," Saat Kisaki memamerkan senyuman manisnya, mendadak muncul efek lope-lope tertusuk panah di belakang Mitsuya.
Berat, berat, udah kepincut aja dia—aura pemikat Kisaki emang bukan main.
"Kisaki... Punya pacar?"
"Nggak, kenapa tiba-tiba nanya hal itu?"
"Iseng aja. Kok bisa?"
"Hah, ya mana aku tau, senpai."
"M-Maksudku... Nggak mungkin kan nggak ada yang mau sama kamu."
"Mungkin?"
Kegiatan jahit-menjahit mereka kembali berlanjut, dimana Mitsuya tak berani menanyakan atau membicarakan hal-hal tentang percintaan pada Kisaki. Bisa dianggap aneh dia nanti, masa kepukul mundur sebelum beraksi. Kan nggak lucu.
"Kisaki bisa memasak?" Paling ngomongin soal keseharian lah ya.
"Bisa, senpai mau di masakin?" Entah darimana datangnya candaan itu, yang jelas Mitsuya langsung kaget.
"Itu... Itu beneran?" Ia memastikan sebelum kegirangan.
"Sebenernya bercanda. Tapi kupikir bukan masalah kalo sekali-sekali," Setidaknya Kisaki masih punya hati, di PHP in itu gak enak. "Senpai mau di bikinin apa?"
"Apa aja boleh, asalkan kamu koki nya."
"Oh, kalo gitu mau kubikinin kue-kue manis? Sekalian buat adik senpai."
"Kamu bisa bikin begituan?"
"Bisa. Karena aku suka makan kue manis, terutama kue stroberi, jadi aku sering bikin sendiri."
"Keren. Makasih ya."
"Makasih nya besok aja kalo kalian udah makan kue nya."
"Yah, apa salahnya nyicil?"
Pepet terus, Mitsuya, jangan di kasih kendor!
.
.『 TBC 』
.
.A/N : Esoknya Hanma denger lagi rumor soal Mitsuya yang mepet-mepet Kisaki. Tapi nggak bergelut karena nggak tega (*'▽`)ノノ
KAMU SEDANG MEMBACA
What the ✨Poop✨
FanfictionJudulnya aneh? Memang, isinya pun aneh. Intinya buku ini berisi tentang keseharian couple bernama HanKisa yang kacau, berantakan, dan kocak. Dari masalah wajar sampai ke masalah ajaib diluar nalar. Hanma Shuji × Kisaki Tetta (dengan selipan adegan K...