04

144 26 116
                                    

Play:
1. Falling-Harry Styles
2. Fix You-Coldplay
3. Marry Your Daughter-Brian McNight

*****

Martin masih melamun di taman belakang rumah Lily. David sudah kembali ke dalam rumah karena Nate ingin ditemani menyusun legonya. Pria itu masih tidak percaya dengan apa yang diceritakan David beberapa saat lalu. Batinnya terus bertanya-tanya. Benarkah? Apa Lily tahu?

Benaknya kembali ragu akan Lily. Meskipun Martin tahu gadis itu mencintainya, tapi dia yakin gadis itu lebih mencintai ayahnya. Maksudnya, Lily tidak mungkin akan terus bersama Martin karena kehadirannya pasti akan terus membuat Harry terluka. Martin tahu Lily pasti tidak ingin melihat ayahnya menderita karena dia.

Martin menghela napas panjang. Terdengar pasrah. Ia memejamkan matanya. Memantapkan hati kalau-kalau suatu saat dia harus mengakhiri semuanya dengan Lily. Dia tidak bisa membuat luka di keluarga gadis itu. Meski terpaksa, Martin akan melepasnya agar dia tidak terus merasa bersalah.

Sebuah tepukan di pundaknya membuat dia sedikit tersentak. Martinn mendongak sedikit ke belakang, menemukan Lily dengan mata merah, namun bibirnya menyunggingkan senyum. Sontak Martin menatapnya khawatir, dia berdiri menghadap kekasihnya.

Seakan paham dengan tatapan Martin, Lily terkekeh singkat. "I'm fine, Martin. Ayahku memanggilmu."

Kekhawatiran itu masih ada, namun dalam konteks berbeda. Dia cemas akan dikritisi oleh ayah sang kekasih, lagi. Dalam kepalanya dia mulai berpikir, berharap dia menemukan jawaban terhadap bagaimana dia harus bersikap nantinya.

Dengan hati berdegup kencang, Martin menghampiri Harry yang duduk sendirian di ruang bacanya. Martin menelan salivanya bagai menelan sebuah batu. Dia memaku di tempat ketika pria tua itu menoleh ke arahnya. Dagu pria itu bergerak sedikit, mengisyaratkan Martin untuk duduk di sampingnya. Sebelum menuruti perintah itu, mata Martin terpaku pada kotak terbuka berisi medali, kertas-kertas, dan sepatu bola. Dalam hati dia membenarkan cerita David tadi.

"Dulu, tepat ketika Lily lahir aku mengalami kecelakaan setelah memenangkan pertandingan," Harry memilai ceritanya. Dia menceritakan kejadian itu seperti yang dia lakukan pada Lily.

Dengan sepenuh hati Martin mendengarkan cerita Harry. Ada perasaan sakit yang Martin rasakan ketika membayangkan betapa mengerikannya masa lalu Harry. Dia perlahan memahami, mengapa pria paruh baya di sampingnya ini selalu memandang benci dirinya. Itu karena Harry teringat masa lalunya, bukan karenanya.

Sepaham apapun pemahaman Martin terhadap dunia sepak bola, setahu apapun Martin terhadap sejarah dan para pemain sepak bola yang hebat, Martin tidak pernah tahu tentang Harry Johnson. Seolah nama Harry memang tidak pernah ada dalam sejarah sepak bola, padahal dulunya dia yakin Harry adalah pemain yang hebat, terlihat dari sebanyak apa medali yang dia simpan.

Harry juga menjelaskan tentang keinginannya agar orang-orang terdekatnya berhenti berbicara tentang sepak bola dan dirinya, agar dia tidak larut dalam lukanya. Itulah sebabnya Harry tidak pernah bercerita apapun mengenai siapa dirinya dulu pada Lily. Dia tidak ingin kembali teringat kenangan terburuk dalam hidupnya. Dia kehilangan istri tercinta, dan dia kehilangan mimpinya. Beruntung mereka --orang-orang terdekat-- mengerti. Mereka menghargai dan memilih menghibur Harry dengan cara lain. Sampai beberapa tahun setelah bermuram durja, Harry menemukan hobi baru. Berkebun dan bermain golf.

Harry telah usai bercerita. Hening panjang tercipta di antara Martin dengannya. Harry menunggu respon dari pemuda di sampingnya, sedang Martin bingung harus bicara apa.

Pemuda dua puluh tiga tahun itu menunduk. "Aku ... tidak tahu harus bilang apa. Maksudku, aku sangat menyesal atas apa yang terjadi."

Harry tersenyum sembari menutup kotak berisi medali dan berita di masa lalunya.

Reflection ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang