05 [END]

193 35 196
                                    

Play:
1. Home-One Direction
2. Mirror-Justin Timberlake

*****

Harry tidak tahu dia akan dibawa ke mana oleh Liora, David, dan kedua anaknya. Saat di rumah Liora hanya menyuruh dia untuk bersiap, tidak lupa Liora juga menyiapkan sepatu sport yang biasa dia pakai jogging pagi di akhir pekan. Karena bertanya juga tidak dijawab dengan pasti, maka Harry hanya diam saja di dalam mobil. Toh, nanti juga dia tahu akan ke mana.

Alisnya berkerut saat mereka berada di area luar stadion Wembley. Dalam hati pria tua berkacamata itu bertanya-tanya. Mengapa mereka membawanya kemari?

"Daddy, ayo turun. Kita harus segera bertemu dengan Lily dan Martin," kata Liora yang sudah turun dari mobil lebih dulu. "Cmon, kids!" katanya lagi.

Meski banyak pertanyaan dalam kepalanya, Harry keluar juga. Satu keluarga itu berjalan menuju salah satu pintu masuk stadion. Hingga lapangan hijau itu terlihat, di sana Lily, Martin, dan dua pria lainnya tampak menyambut mereka dengan senyum mengembang di wajah masing-masing.

"Surprise!" kata Lily tersenyum lebar. Gadis itu menghampiri sang ayah yang masih belum menampakkan lengkung senyumnya. "Martin yang merencanakan ini, Dad. Kita semua tahu kau punya kenangan buruk tentang sepak bola, tapi Dave bilang diam-diam Daddy suka menonton pertandingan sepak bola di rumah. Kami semua tahu kau masih menyukai sepak bola, Dad."

Harry tampak tertegun. Dia lalu menatap Martin. Pria muda itu menghampirinya.

"I'd like to play football with you, Harry," tutur Martin. "Dan aku sengaja mengajak teman-temanku. Itu Ben, dan itu Declan."

Kedua sobat Martin menganggukan kepala sopan.

Harry perlahan mengukir senyumnya. "Aku tahu kalian berdua," katanya. "Dan aku penggemar West Ham," tambahnya membuat senyum pria muda bernama Declan Rice itu tersenyum.

"Thank you, sir," katanya.

"Okay, sebaiknya kita mulai bertanding saja. Aku bagi timnya. Martin dengan Ben, dan Harry dengan Declan. Sementara aku akan menjadi wasit di sini," kata David. "Ladies, kalian menjadi tim sorak saja. Tentukan tim mana yang kalian dukung," tambahnya.

"We want to play too, Dad," si kecil Neil merajuk. Membuat semua orang tertawa.

"Baiklah. Kau dengan tim Granddad dan Nate dengan uncle Martin, deal?"

"Aku ingin dengan uncle Martin. Granddad has already old. Kakek pasti larinya lambat," protes Neil.

Semuanya tertawa lagi. Lalu Harry pura-pura marah. "Kau merendahkan kakek, huh? Lihat saja nanti."

"Haha, oke, oke. Neil dengan uncle Martin, dan Nate dengan Granddad, deal?"

"Deal!" ucap kedua bocah itu hampir bersamaan.

Semua pemain menempati posisinya masing-masing. Sementara Liora dan Lily berada di pinggir lapangan bersorak menyemangati. Lalu David meniup peluit, pun permainan di mulai.

Bola pertama ditendang oleh Martin, dia mengoper pada Ben dan menggiring bola menuju gawang kecil di salah satu sisi pada satu perempat ukuran lapangan bola itu. Ben lalu mengopernya pada si kecil Neil, pemuda tampan itu menyemangai Neil yang berusaha untuk menendang bolanya ke gawang. Namun usahanya gagal karena bola ditahan oleh kaki Declan, yang mana membuat Neil mendengus kesal. Pemain muda West Ham itu menggiring bola dan mengopernya pada Nate. Bocah itu begitu gesit menghindari Ben, lalu ia oper bolanya pada sang kakek. Harry berlari sekuat yang dia bisa. Kemampuan bermain bolanya tidak sehebat dulu, sekarang kakinya tidak bisa ia pakai untuk lari cepat. Semua orang memaklumi itu. Martin dan Ben sengaja membiarkan Harry untuk mencetak gol agar pria paruh baya itu senang.

Reflection ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang