Good Day?

14 2 0
                                    

Pagi ini Chandra tersenyum. Bagaimana tidak? Saat ia terbangun ternyata orang tuanya berada di rumah. Chandra pun sekarang sudah rapih dengan seragam sekolahnya.Sama halnya dengan Chandra, Mahesa pun sudah rapih dengan setelan jasnya. Ia juga tersenyum, setidaknya orang tuanya masih mengingat ulang tahun Chandra pikirnya.

Mereka duduk di meja makan bersama ayah, disusul ibu yang baru saja datang dari dapur dengan tiga piring nasi goreng . Senyuman di bibir Mahesa memudar, ia lupa bahwa ibunya selalu memasak hanya untuk mereka bertiga, melupakan Chandra yang juga perlu makan.

Beda halnya dengan Mahesa, Chandra tetap tersenyum. Ia tak peduli meski sang ibu tak ingin memasak untuknya. Baginya, kepulangan ayah dan ibu saja sudah lebih dari cukup.

Chandra mengambil dua lembar roti yang ada di ujung meja, lalu mengolesnya dengan selai cokelat lalu menumpuknya. Tak apa, toh setiap hari juga dia sarapan roti, pikirnya.

"ayah sama bunda ga mau bikin acara?" Tanya Mahesa menarik perhatian orang tuanya.

"acara apa sayang?" Tanya Sabrina bingung.

"bunda lupa? Kemarin kan ulang tahunnya Chandra" kata Mahesa membuat Sabrina memutar bola matanya malas.

"tidak Sa, lagian ayah sama bunda bakal ke Singapur siang nanti. Ada urusan yang jauh lebih penting" jawaban ayah membuat hati Chandra bagaikan teriris. Chandra berusaha menahan air matanya, Mahesa menatap Chandra khawatir tetapi dibalas senyuman oleh Chandra.



Setelah selesai sarapan, Mahesa mengantar Chandra ke sekolah. Keheningan mengisi mobil hingga Mahesa membuka percakapan.

"ade gapapa?" Tanya Mahesa lalu mengelus rambut adiknya

"gapapa abang, ade malah seneng banget hari ini bunda sama ayah sempet pulang ke rumah" ucap Chandra semangat. Mahesa hanya memaksakan senyum dan mengelus rambut Chandra lagi, hatinya mencelos sakit. "Bahkan Chandra gapernah nuntut apa-apa dari ayah sama bunda, dia sangat bahagia hanya dengan kehadiran kalian" monolog Mahesa dalam hati.

Sesampainya di sekolah, Chandra lalu pamit kepada Mahesa.

"ade masuk ya bang, abang hati-hati ya"kata Chandra tersenyum pada abangnya. Mahesa terkekeh dan menyubit pipi Chandra.

"iya de, gih masuk" setelah itu Chandra pun masuk pintu gerbang dan langsung berjalan menuju kelas.

Di depan kelas ia sudah disambut oleh ketiga sahabatnya. "Tumben telat Chan? Biasanya selalu dateng sebelum gua" Tanya Jendra mengikuti langkah Chandra yang berjalan menuju bangkunya.
"hehe iya Jen, tadi bonyok gua pulang dari Taiwan" jawab Chandra dengan senyuman lebar.

Tentu saja sahabatnya tau betul bagaimana orang tua Chandra memperlakukan Chandra, mereka juga selalu menyemangati saat Chandra merasa putus asa.

Suasana di kantin saat ini cukup ramai, Chandra dan teman-temannya telah memesan makanan masing-masing. "happy banget ya Chan?" tanya Rendy pada sahabatnya itu. "ofcourse, gua kan selalu happy kalo bonyok pulang" jawab Chandra yang sedang mengunyah makanannya. "telen dulu baru ngomong" tegur Nando





Mereka berempat pun kembali ke kelas setelah menyelesaikan makan siang. Ternyata guru untuk pelajaran selanjutnya tidak masuk hari ini.

"ke rooftop aja yuk" ajak Nando, tiga orang lainnya mengangguk setuju dan mereka pun beranjak ke rooftop.

Sesampainya mereka di rooftop, mereka pun duduk dan saling berbincang.

"Kita seneng banget liat lu seseneng ini Chan" senyum Rendy pada Chandra

"Lebay amat lu pada" ucap Chandra sekenanya

"Cumi dasar" kesal Rendy melemparkan sedotan ke wajah Chandra.



Saat ini Chandra telah sampai di rumahnya dengan sebungkus nasi goreng

yang dibelinya sepulang sekolah.

"Makasih ya Ren, udah nganterin" ucap Chandra setelah turun dari motor Rendy.

"Santai kali Chan, dah ya gua pulang dulu" Rendy langsung pergi tanpa menunggu jawaban Chandra membuat Chandra menggerutu.
"Anying sia Ren"




Sabrina sedang berada di ruang tamu saat Chandra memasuki rumah. Suara Chandra pun mencuri perhatian Sabrina yang sedang mengetik di laptop.
"Assalamualaikum" salam Chandra, Sabrina meliriknya dan menjawab dengan ketus "Waalaikumsalam"
"Bunda ga jadi berangkat ke Singapur? Kok masih di sini?" Tanya Chandra saat sampai di hadapan Sabrina
"Ga jadi berangkat, kenapa ga suka?" Tanya Sabrina membuat Chandra menggeleng.
"Bukan gitu ih bunda" jawab Chandra menjawab bundanya.

"Bunda udah makan? Makan bareng yuk, Chandra bawa nasi goreng" tanya Chandra dengan senyum yang mengembang.
"Gabisa, saya sibuk" jawab wanita tersebut.
"Ayo makan dulu bunda, Chandra gamau bunda sakit" rengek Chandra mendekati Sabrina. Spontan saja wanita itu membentak.
"Apa apaan sih? Kenapa maksa banget?? Jangan-jangan kamu mau racunin saya, iya kann?? Dulu saat kamu mencelakai saya dan anak saya, kamu juga sangat memaksa seperti sekarang."

Bentakan Sabrina membuat Chandra kaget, kata-kata yang sangat menyakitkan bagi Chandra. Bagaimana mungkin bundanya sendiri berpikir seperti itu? Chandra hanya ingin bunda tetap menjaga kesehatan meski sibuk bekerja.

"Ga mungkin Chandra pengen celakain bunda, sama sekali ga pernah kepikiran. Bunda mungkin benci sama Chandra, tapi Chandra ga bakal pernah benci sama bunda." Ucap Chandra menahan air matanya dan berjalan ke arah dapur.

Sabrina pikir Chandra akan makan sekarang dan berhenti mengganggunya. Namun, Chandra malah berjalan kembali ke arahnya dengan piring yang sudah ia isi dengan nasi goreng.

"Bunda liat ini? Bunda kira Chandra naruh racun di sini?" Chandra mulai menyuapi dirinya dengan sesendok nasi goreng tersebut.

"Ngga bun, lihat? Chandra gapapa kan?" Ucapnya dengan senyuman, namun tiba-tiba saja tangisnya pecah.

"Hikss, tapi sekarang aku rasanya pengen naruh racun di sini, yang banyak. Hiks" ucap Chandra masih terisak membuat sang bunda bingung.

"Maksud kamu?" Sabrina menaikkan satu alisnya.

"CHANDRA CAPE BUNDA, CHANDRA CAPE GINI TERUS. CHANDRA HARAP CHANDRA NGERACUNIN DIRI CHANDRA SENDIRI TADI" teriak Chandra melepaskan semua yang dia pendam selama ini. Bohong memang kalau ia mengatakan dirinya baik-baik saja, ia sangat tertekan selama ini, hanya ingin kasih sayang orang tua saja rasanya tidak mungkin.

Mata Sabrina memanas mendengar teriakan dan bentakan Chandra. Ia melayangkan tangannya ke udara tepat di hadapan Chandra.

Chandra yang sudah paham apa yang akan dilakukan bundanya, hanya pasrah menutup matanya.

"Assalamualaikum, abang pulang" suara Chandra membuat Sabrina menarik kembali tangannya, sedangkan Chandra membuka matanya.

"Bunda, ada apa ini? Bunda mau ngapain ke Chandra?" Tanya Mahesa lalu menarik Chandra ke belakang badannya.

"Bunda ga ngapa-ngapain sayang. Dia kepedesan makan nasi goreng, makanya nangis terus bunda mau liat nasinya" jawab Sabrina menyembunyikan rasa gugupnya,
"Jangan bohong bun, Esa tau, bunda tadi mau nampar Chandra kan?" Sergah Mahesa.
"Udah lah, kamu emang ga bakal percaya sama bunda. Terus aja bela pembunuh" kata wanita tersebut lalu berlalu ke kamar.

"Ade gapapa? Kenapa tadi? Kok kamu nangis gini?" Tanya Mahesa bertubi-tubi kepada sang adik.
"Aku gapapa bang, bener kok kata bunda. Aku nangis kepedesan makan nasi goreng" jawaban Chandra tentu tidak dipercaya oleh sang abang. Mahesa mencicipi nasi goreng Chandra.
"Bohong, kamu tuh kuat makan pedes dek, ga mungkin cuma kayak gini bikin kamu nangis" Sergah Mahesa.
"Ih abang mah ga percaya banget, dah lah ade mau mandi aja" Chandra pun berjalan ke kamar meninggalkan Mahesa dengan sepiring nasi goreng.

Pukul 12 malam, Mahesa masih berkutat dengan pekerjaannya. Sesekali ia memijat pangkal hidungnya. Ia kemudian menutup laptopnya dan berjalan ke arah ranjang, ia memperhatikan wajah sang adik yang sangat ia sayangi.

"Selamat malam ade abang, tidur yang nyenyak" bisik Mahesa lalu berbaring di sebelah Chandra.

Tentang WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang