Hello guys, i'm back
Seperti biasa tanpa capek aku ingetin kalian para warga Heartbeat
Jangan lupa vote dan komen di setiap momen ya bestie ...
Kemarin bersyukur banget masih ada yang mau vote, hehe
Jangan kendorr ya ...Aku tuh emang ndablek, nggak cepet-cepet update. Tapi pengennya cerita ini cepet ending aja biar aku bisa update cerita baru lagi xixixi
Okelah, capcus baca yuk:)
***
Jam yang masih menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit, sosok Altair sudah duduk di bangku kelas dengan mata fokus pada soal matematika dihadapannya. Gerak tangannya terlihat begitu cekatan dan tegas dalam membentuk angka perhitungan serta mencoret hingga sedikit menimbulkan suara goresan di pagi yang hening itu.Beberapa siswa yang baru datang menatap aneh ketika mendapati Altair. Namun, sedikitpun pikiran untuk menghampiri tidak pernah terlintas di kepala mereka. Bahkan, setelah menatap sekilas Altair mereka memilih mengalihkan pandangan dan mengambil duduk sebelum tatapan mereka dibalas dengan tatapan datar dari Altair.
Altair sendiri merasakan tatapan sekilas teman sekelasnya yang berakhir mereka memilih mengabaikan, bagi Altair itu jauh lebih baik ketimbang menghampiri dan membuat obrolan dalam keadaan canggung di antara mereka. Lagi pula, suasana hati Altair sedang tidak baik pagi ini, ia tidak berminat membuka obrolan dengan siapapun. Salah satu alasan karena masalah kemarin, ia tidak menyangka jika ayahnya sampai saat ini masih saja berharap. Altair tertawa kecil, menyaksikan nasibnya serta ibunya yang hanya sebagai formalitas di luar namun hati pria itu masih tertambat pada kisah cintanya dulu.
Memikirkan itu semua, Altair sampai tidak sadar jika ia terlalu dalam menekan pulpen sampai kertas di depannya itu berlubang, sedangkan dia dalam keadaaan melamun. Hal itu tidak luput dari pengamatan Belinda yang baru datang, duduk di depan Altair. Ia belum berani membuka suara, bergantian menatap raut kosong Altair serta pulpen yang sebentar lagi bisa patah itu.
Menghela nafas, Belinda mencoba berani membuka suara, "Altair, are you okay?"
Altair mengalihkan pandangan ke arah Belinda, menatap cewek itu tanpa ekspresi. Belinda mengeryit saat tak juga mendapat jawaban.
"Lo ... baik-baik aja, kan?" Hanya anggukan yang diberikan Altair, setelahnya cowok itu kembali fokus pada pekerjaannya. Belinda diam, tapi tatapannya tidak lepas dari gerak tangan Altair yang tengah menghitung. Hal ini bukan Belinda saja yang merasakan, tapi semua cewek akan merasakan khawatir jika orang yang ia sukai terlihat tidak baik-baik saja.
BRAK!!!
Atensi keduanya teralihkan pada meja yang terguling begitu mengenaskan di atas lantai kelas pagi ini. Semua mengalihkan fokus ke ambang pintu---tepat dimana posisi Daniel tengah berdiri begitu angkuhnya dengan kedua tangan berada dibalik saku celana serta tatapan datar tapi tajam ke penjuru kelas.
Belum ada yang membuka suara, semuanya masih tampak diam dan memilih menghindar dari tatapan Daniel. Jelas, seisi kelas masih waras untuk tidak membalas tatapan itu yang malah akan membuat mereka mendapatkan masalah.
Terdengar hembusan nafas kasar Daniel, sebelum akhirnya cowok itu berjalan menuju tempat Altair dan Belinda yang diam menatap balik Daniel tanpa ekspresi. Daniel tersenyum meremehkan, kedua tangannya beralih terlipat di depan dada. Memandang sekilas Belinda, setelahnya Altair.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daniel Owns Me
Teen Fiction[Heartbeat] "Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang mudah lepasin lawannya." Daniel Aska Sagara, sudah bukan rahasia umum lagi jika orang-orang menyebutnya sebagai cowok yang tidak...