11

0 1 0
                                    

"Kutemukan dia dalam sebuah surat yang terjatuh dari kumpulan kotak surat yang ramai isinya. Kubuka dan kubaca, ternyata, aku dan dia memiliki kesukaan yang sama.

Aku mengajaknya berkenalan, tak kuduga dia memberiku inspirasi berupa potongan kata yang sejak dulu sering aku rangkai.

  Maknanya sangat bagus, meskipun tulisannya berantakan, tak apa, ada aku yang akan memolesnya.

  Lama kami bertukar surat, hingga pada suatu ketika, datang surat berwarna hitam, ber-prangko bunga Calendula. Kubuka dengan seksama, kubaca tiap kata dan tiap maknanya kutelaah.

  Tanpa terasa, air mataku membasahi surat itu. Kutanyakan kembali padanya dengan surat putih ber-prangko bunga chrysantemum. Dia kembali dengan warna dan prangko yang sama. Kukirim lagi dan lagi-lagi ia membalasnya.

  Kemelut dalam diriku semakin tak terbendung. Jarak memisahkan kami.
Ketika kudengar bahwa, aku bisa saja menyelamatkannya dengan darah, semakin menggebu hasratku untuk melihat siapa pembalas surat-suratku selama ini.

  Akhir-akhir ini, suratnya tak lagi berisi kata-kata. Ia selipkan sepotong foto. Semakin kalut hatiku.

  Aku bukanlah orang berada, yang dapat kesana-kemari tanpa memikirkan biaya. Untuk makan saja, aku terkadang harus menumpang pada orang baik yang datang.

  Andai ia tau, aku disini juga ikut tersiksa dengan setiap surat yang ia kirimkan. Setiap kata-katanya masuk kedalam relung hatiku yang terdalam. Setiap paragrafnya menari diatas sanubari. Dengan aroma surat yang sama setiap harinya, aku bahkan dapat mengenalinya dari jarak yang jauh.

  Pengantar suratku untung saja tak pernah salah mengirimkan surat-suratnya. Apa jadinya jika ada orang lain yang ikut mengintip kata-katanya. Bisa ditikung aku."

Judulnya gabutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang