Bab 3 | Terbawa Rasa

40 1 0
                                    

Bab 3

Terbawa Rasa


"Kita harus cari tahu, siapa pihak yang menjadi rujukan media dalam pemberitaan ini," ungkap Nadira.

"Sepakat. Aku lihat berita-berita yang tersebar itu sumbernya tidak disebutkan. Aku penasaran, jangan-jangan ini sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak suka. Kita semua tahu, setelah hijrah, Mas Faiz, Kak Nadira, dan juga sangat aktif dalam kegiatan dakwah," jelas Ravina.

"Apa jangan-jangan ini sengaja diviralkan untuk mematikan karakter dan menghambat dakwah kita. Tapi apa tujuan mereka?" Faiz melempar pertanyaan itu.

"Mas sejak awal, kita sudah harus menerima segala konsekuensi jalan yang kita tempuh. Mas masih ingat kan, dulu kita pernah bahwa dakwah ini akan selalu dihadapkan pada dua tipikal orang. Ada orang yang menerima ada yang menolak," kata Nadira.

"Aku paham. Kita dulu pernah diingatkan sama guru-guru kita, jangan membayangkan hal-hal yang indah saja dalam berjuang. Follower jutaan ya memang menggiurkan, Itu adalah bonus dan juga tugas berat kita agar dakwah tersampaikan dengan baik kepada mereka," kata Faiz.

"Selain itu kita juga diingatkan bahwa penolakan itu ada berbagai tingkatannya, mulai dari fitnah, persekusi, penjara, dan bahkan kematian. Mungkin apa yang kita hadapi ini belum ada apa-apanya dibandingkan dengan beratnya ujian yang dihadapi oleh para nabi, mulai dari pengusiran dan ancaman kematin."

Faiz menghela napas panjang.

"Bagaimana cara mengetahui pihak yang menyebarkan berita ini?" tanya Ravina.

"Mungkin kita bisa lapor atau meminta bantuan polisi?" kata Nadira.

"Tidak jangan. Ngapain kita report mencari-cari siapa orang yang telah mencoba menyerang kita. Lagi pula ini kan masih asumsi kita. Aku tidak yakin, Kita juga harus mencoba menjaga hati."

Nadira dan Ravina tampak berpikir.

"Justru kalau ditangani pihak yang berwajib kita sudah memulai prosesnya. Dari sana akan mulai ketahuan," ungkap Nadira.

"Aku nggak minat. Daripada repot mengurus hal seperti ini lebih baik kita fokus berdakwah saja. Tugas kita sangat banyak. Agenda kajian di berbagai wilayah sudah menanti. Roadshow dakwah di seluruh Indonesia sebentar lagi akan dimulai sesuai rencana. Aku tidak ingin agenda ini gagal karena ada pemberitaan ini," ungkap Faiz.

"Iya, juga sih. Mas Faiz ada benarnya. Konsentrasi akan terpecah kalau kita harus mengurus hal ini. Aku sangat berharap agenda roadshow dakwah berjalan lancar tak terkendala. Apalagi tahun ini kota yang harus kita singgahi jauh lebih banyak dari tahun lalu,"

"Kita jangan suuzan dulu, kecuali memang sudah tampak jelas siapa orangnya baru kita telusuri lebih jauh. Ini kan benar-benar belum ada pihak siapa yang kita curigai," jelas Faiz.

Namun Faiz berpikir lagi. Akhirnya dia mengajukan satu pertanyaan, "Coba di antara kalian, apakah ada yang kira-kira patut dicurigai siapa yang melakukan ini semua?" Faiz menatap istrinya satu per satu.

Nadira menggeleng. "Aku tidak punya kecurigaan kepada siapapun. Aku merasa tidak punya musuh. Selama ini tak pernah ada masalah dengan siapa pun."

"Aku juga sama. Aku tidak menaruh curiga kepada siapa pun. Justru aku merasa ketinggalan jauh, orang-orang yang dulu kuanggap musuh sebelum hijrah, aku selalu mendoakan agar aku dan mereka sama-sama bisa merasakan nikmatnya merasakan hidayah," jelas Ravina.

Setelah sekian lama obrolan mereka pun berakhir. Waktu di jam dinding menunjukkan pukul 10 pagi.

Baik Nadira maupun Ravina sama-sama merasakan sakit kepala setelahnya. Mungkin karena dirasa apa yang dibahas belum tuntas sepenuhnya dan belum mendapatkan solusi yang menenangkan hati dan perasaan mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan Pernikahan DambaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang