🍺 BAGIAN EMPAT

53 5 0
                                    

Bukan berarti karena mereka berpikir rasional maka semua akan tenang-tenang saja.

Sungguh tidak.

Malam itu juga ayah Jongin sudah berada dirumah. Padahal tahun ini bukan jadwalnya ia pulang ke Indonesia.

*settingan latar di Indonesia. Maaf telah menghancurkan bayangan di pikiran kalian. Setting latar cerita ini mereka tinggal di Indonesia-Jogja.

"KITA TUNGGU KELUARGA OH DATANG DAN MENDENGARKAN ALASAN MEREKA!" Suara Tuan Kim terdengar sangat marah. Ia kini sedang duduk di sofa putih, enggan meminum teh yang telah disediakan istrinya beberapa jam yang lalu.

Jongin ketakutan dengan sikap ayahnya yang menurutnya berbeda. Jujur ia belum pernah melihat ayahnya marah semarah itu. Ia kira ayahnya marah karena rambutnya. Tapi ibunya berkata tidak, lalu memintanya untuk diam di dalam kamar dan jangan keluar sebelum pintunya diketuk.

Tuan Kim hanya pulang dengan badan tanpa membawa tas. Jasnya pun hilang entah kemana. Ia benar-benar seperti melarikan diri. Mengambil tiket paling mahal untuk segera pergi dari London.

Wajahnya merah dan kusut. Terlihat sangat marah. Untunglah Yuri segera menenangkan suaminya untuk mandi dan mengganti pakaian agar lebih santai.

Sore tadi bahkan Tuan Kim menceburkan teleponnya kedalam kolam ikan di belakang rumah karena terus menerus mendapatkan panggilan dari sekretarisnya.

Keluarga lebih penting dari bisnis baginya.

Jongin kini berada di kamarnya. Memeluk selimut. Lebih tepatnya selimut bernyawa.

Ada Sehun didalamnya. Dibebat seperti kepompong. Sahabat laki-lakinya demam parah hingga bibirnya pucat dan matanya merah menangis terus sembari bergumam maaf kepada Jongin.

Jongin merasa Sehun sangat kasihan. Jongin tidak tahu kalau hal enak semalam adalah masalahnya. Memang terasa sakit sampai sekarang pada selangkangannya dan juga seluruh tubuhnya yang ruam tapi Jongin mengira Sehun juga merasa sakit, bahkan lebih sakit sampai demam parah.

"Sehun, bisa kau turun. Kami ingin bicara." Suara Yoona, ibu Sehun terdengar tidak biasa. Di ambang pintu kamar Jongin, Yoona bersedekap dengan mata yang enggan menatap anaknya. Terkesan sangat dingin.

Biasanya dia sangat perhatian. Tapi Sehun sadar betul kalau ini semua sangat keterlaluan. Ia keterlaluan mengacaukan segalanya.

Jongin memeluk Sehun erat. Menggeleng cepat, mengatakan jangan beranjak. Namun Sehun hanya tersenyum dan mengecup dahi Jongin. Lalu dengan sedikit kesulitan, ia berhasil keluar dari bebat selimut yang dibuat Jongin padanya.

Badannya masih panas, ia berjalan terhuyung mencoba mengikuti Yoona, bahkan Yoona yang sangat perhatian padanya itu kini tidak memapahnya sekalipun.

Jam di meja belajar Jongin yang semula menunjukkan pukul tujuh kini berubah menuju pukul sebelas. Jongin masih mendengar suara-suara perdebatan antara ayahnya dan Tuan Oh.

Suara pecahan gelas dan tangisan Nyonya Oh. Lalu suara ibunya yang juga menangis. Tapi suara Sehun terdengar senyap. Hanya berulang kali berkata maaf.

Jongin sudah tidak lagi mampu bertahan di kamarnya. Ia sungguh penasaran.

Akhirnya ia keluar dan mendapati Sehun sedang bersujud di depan ayahnya yang masih murka. Jongin bisa melihat kaki ayahnya menginjak kepala Sehun. Jongin seakan tidak rela.

Tapi ia kini bahkan sedang sembunyi-sembunyi melihat. Karena ia sudah berjanji pada ibunya untuk tidak keluar kamar sebelum pintu diketuk.

"Saya akan bertanggungjawab, saya akan selalu berada di sisi Jongin, dan melakukan apapun keinginannya, melindunginya.. tapi tidak dengan menikahinya." ucap Sehun lantang.

Jongin yang memegang pagar lantai dua seketika merasa ada sakit yang sangat di dadanya.

Tanpa terasa ia meneteskan air matanya. Air mata itu menetes di baju putih Yoona. Membuat Nyonya Oh itu menengadah untuk melihatnya.

"Jongin?" Nyonya Oh melihat Jongin.

Tubuh Sehun menjadi kaku.

Tidak berani melihat Jongin. Ia tahu Jongin akan menangis. Bagaimana tidak menangis kalau setiap hari saat jam makan, Jongin selalu berceloteh bagaimana ia akan menikah dengan Sehun kelak.

Sehun tidak berani menatap Jongin. Sedangkan jongin sudah terisak menahan tangis diatas. Yuri berlari cepat menuju lantai dua untuk merengkuh anaknya.

"Kenapa kau tidak bisa?" Tuan Kim bertanya dengan nada yang dingin. Ia sangat kecewa. Tanggungjawab apa itu?

"Saya sanggup berada disamping Jongin selamanya, tapi saya.. tidak bisa.." kalimat Sehun terhenti. Ia menangis dengan kepalanya yang masih bersujud dibawah injakan kaki Tuan Kim.

"Lagipula siapa yang mau menikah denganmu Oh Sehun jahaaaat!" Jongin melepas pelukan Yuri. Berlari cepat menuju lantai bawah.

Jemari tan itu menampik kaki ayahnya yang menginjak kepala Sehun. Lalu mengangkat bahu Sehun dengan paksa.

"Lihat aku orang jahat!" Jongin berteriak sembari memegangi kedua sisi pipi Sehun.

Sehun tidak melihat. Ia melihat ke lantai.

"Lihat akuuu!" Jongin merengek sembari menangis.

"Aku tidak bisa Jongin!" berteriak Sehun mencoba lepas dari Jongin, tapi Jongin lebih kuat, entah mungkin karena tubuh Sehun masih demam tinggi sehingga lemas tak bertenaga.

"Tidak apa-apa kau tidak menikah denganku" perempuan tan itu memeluk teman pucatnya dengan lembut, seolah Sehun tetaplah Sehun yang mulia dan perlu diperlakukan dengan hati-hati.
"Jong-" Segun tercekat.

"Asal, kau selalu ada untukku.. teman" itulah kalimat terakhir yang menandakan kesepakatan antara kedua keluarga itu.

"Jangan ada yang memarahi Sehunku, dia baik, dia ada untukku, dia memperlakukanku dengan baik ibu, ayah, tante, om.. Kalian jangan menjahati Sehunku!" setelah itu keduanya dikembalikan ke kamar Jongin.

Sejak saat itu, Sehun bertanggung jawab penuh terhadap Jongin, dan keluarga kedua pihak telah saling menerima, serta menganggap hal mengerikan tersebut tidak pernah terjadi.

Seperti saat ini, Sehun tengah dirangkul ayahnya dan pipi kirinya dicium ibunya karena menjadi lulusan terbaik di SMP. Jongin tersenyum disebelahnya, bersandar di bahu kanan Sehun dengan bangga.

Foto itu semakin lengkap dengan ayah dan ibu Jongin yang turut memegangi rapor kedua anak itu.

"Terima kasih Sehun, Jongin berhasil meraih juara 5 di kelasnya dan memperoleh banyak penghargaan tari karenamu!" Tuan Kim merangkul Jongin dan Sehun pada sesi foto berikutnya.

"Sehun, om akan sangat senang andai saja kau bisa menikahi Jongin.. andai" bisik Tuan Kim sebelum kamera mengabadikan pose ketiganya. Jongin tersenyum manis disana seperti perempuan tomboi karena rambutnya yang konstan ia potong pendek.

Ditambah dengan jubah kelulusan yang besar, tubuh seksi Jongin tertutupi dengan sempurna.

"Iya om, andai saja Sehun bisa.." Sehun tersenyum melihat wajah Jongin yang berseri-seri sangat cantik.

Pada sesi foto kedua keluarga, mereka berpose formal dengan Jongin dan Sehun berdiri tegap ditengah.

Jongin sangat cantik.

Sehun tidak bisa menahan lebih lama lagi.

Satu, dua, ti-

Cup! Pada hitungan ketiga, tepat ketika kamera mengambil gambar..

Gambar yang dihasilkan adalah gambar kedua keluarga dengan Sehun yang mencium Jongin seolah tiada hari esok.

Sangat menggebu-gebu.

Apakah ini cinta?
Kalau ini benar cinta, kenapa aku tidak berani menikahimu.. Jongin?

BRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang