꧁༺•Tangisan Terakhir•༻꧂

83 33 41
                                    

Setiap luka akan mempunyai cara agar air mata jatuh

***
The Last Wait by Galuch Fema

Happy reading, jangan lupa vote dan komen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading, jangan lupa vote dan komen

Sebuah kebebasan sudah terpampang di depan netra Kiran. Ia tidak percaya jika pada akhirnya ini akan terjadi. Padahal ia sudah menantikan lama, sangat lama sekali.

Ning mencubit kulit tangan yang kurus. Terasa sakit. Ini adalah nyata, bukan mimpi.

"Ayo, Ning. Kita keluar!" perintah sekali lagi dari perempuan yang wajahnya sudah sangat panik. Ia tidak memikirkan risiko karena berani mengeluarkan Ning dari tempat pengasingan. Pikiran perempuan itu juga tertuju pada buah hatinya yang ia titipkan kepada ustadzah. Ini adalah pertama kalinya menitipkan pada orang lain.

"Ke-luar?" tanya Kiran masih tidak percaya. Hampir delapan bulan terkurung di ruang sempit berteman air mata dan kesedihan.

"A-yo Ning kita ke-luar," balas Dewi terbata-bata. Hati teriris melihat fisik Ning seperti sekarang. Rahang pada bagian wajah terlihat sangat jelas. Bahkan cincin pernikahan sangat longgar di jari manis. Mata Dewi melihat benda bulat itu terpaksa diganjal dengan plastik kecil agar tetap melingkar di sana.

Mata Kiran  bergerak ke kanan dan kiri seperti mencari sesuatu. Saat kaki sudah melangkah keluar, terpaksa mundur lagi dengan memasang wajah ketakutan. Ning memeluk tubuh sendiri sambil menggeleng pelan.

"Gus Alif sedang di masjid," balas Dewi paham apa yang ditakutkan Ning.

"Tidak a-pa?" tanya Kiran sekali lagi. Rasanya mulut terasa kaku untuk berbicara panjang.

"Tidak apa-apa, Ning. Saya yang akan tanggung jawab."

Kiran mengangguk. Setelah tubuh keluar dari ruangan bak sebuah penjara, mata melihat sekeliling rumah ini. Banyak sekali perubahan. Sofa juga sudah diganti dengan bagus. Televisi layar lebar menyatu dengan dinding ruang keluarga.

Tubuh Kiran membeku ketika melihat sebuah kotak dengan kelambu warna biru menjuntai ke bawah, hampir menyentuh lantai.

Derap langkah kaki yang terasa lemas tetapi pasti menuju kotak besar di sana. Dewi mengikuti di belakang dengan hati harap-harap cemas. Tangan Ning menggapai kelambu. Mata yang sudah basah oleh air mata yang selalu hadir tanpa aba-aba, menatap sebuah benda di sana. Bantal guling kecil sekarang berada di dekapan Kiran. Entah sudah berapa kali benda itu diciumi.

The Last Wait Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang