Lesson #19

2.5K 257 32
                                    

Lesson Nineteen:

"Menuai apa yang ditanam adalah ilmu dasar bertahan hidup!"

°

°

Setelah hari yang panjang di sekolah, waktu pulang adalah hal yang paling Kenzie nantikan sejak dia pindah sekolah.

Padahal sebelumnya dia kadang suka menikmati suasana di sekolahan meski sudah waktunya pulang walau sering bolos pelajaran.

Waktu nongkrong sambil pakai Wi-Fi sekolah bersama teman-teman adalah momen yang paling tidak ingin dia lewatkan.

Meski dia tergolong anak konglomerat, kegiatan merakyat adalah hal yang dia nikmati.

Sekarang boro-boro numpang Wi-Fi.

Bisa benapas dengan tenang selama di dalam area sekolah saja adalah hal yang sulit Kenzie lakukan.

"Kenzie!"

Mendengar panggilan itu membuat langkah terburu-buru Kenzie langsung terhenti.

Lalu dia menoleh ke kanan di mana sumber suara itu berasal. Ternyata wali kelasnya, dia pun langsung mendekat.

"Iya, ada apa ya Bu?" tanya Kenzie sopan.

"Apa kamu enggak berminat buat ikut lomba cerdas cermat bulan depan?" tanya guru itu.

"Ha? Maaf, maksudnya saya? Ikut lomba? Cerdas cermat?" tanya Kenzie memastikan.

"Gila apa? Dari mana ceritanya gue sampai ikut lomba kelas atas kayak gitu? Udah ngadat otak gue."

"Aneh-aneh aja nih guru. Apa kata anak-anak tongkrongan kalau sampai tahu."

"Kalau ayah denger pasti bakal ngakak duluan daripada bangga."

Kenzie membatin respons pada kalimat gurunya yang terdengar konyol baginya itu.

Seorang Kenzie, mantan pentolan gengnya yang sangar tiba-tiba ikut lomba seperti itu?

Apa kata dunia?

Namun, guru itu mengangguk pasti. "Iya, saya lihat nilai kamu khususnya di mata pelajaran kimia, matematika, bahkan bahasa Inggris. Itu sangat bagus. Sayang kan kalau bakat kamu tidak dimanfaatkan dengan lebih."

Kenzie tersenyum canggung, situasi yang sangat merepotkan baginya.

"Ah, maaf Bu, tapi kayaknya saya enggak bisa deh. Saya enggak percaya diri dan saya anu, enggak bisa Bu. Maaf ya?" sahutnya dengan memasang wajah semenyesal mungkin.

Padahal aslinya dia menolak karena malas, itu sangat merepotkan.

"Yah, padahal kamu kandidat yang termasuk terbaik loh Ken. Sayang banget," sahut guru itu.

"Sekali lagi maaf ya, saya enggak bisa Bu. Kalau begitu saya permisi ya?" ucap Kenzie mencoba menarik pengertian dari guru itu.

Gurunya itu terlihat menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan sebelum dia tersenyum hangat.

"Ya sudah, saya enggak maksa kok, tapi kalau kamu berubah pikiran masih ada waktu kok sampai minggu depan selama persiapannya," ucapnya.

Kenzie menarik senyum lega setipis mungkin lalu mengangguk. "Iya, Bu. Kalau begitu saya duluan ya?" pamitnya.

DETAK [Yaoi/BL (15+), Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang