12. Warna Yang Sempurna
Seperti dugaan Nara, keluarganya tak mempermasalahkan tentang Dito. Mereka menerima Dito dengan tangan terbuka, bahkan Gio dan Rafa yang awalnya sinis pun kini akhirnya bisa akrab. Dan dugaan Nara benar, abangnya menyelidiki tentang Dito. Bukan hal sulit meski memakan waktu. Nara begitu bersyukur karena keluarganya adalah orang-orang dengan pikiran terbuka yang tidak pernah meng-understimate orang lain.
"Princess Bos!"
Nara tersenyum lebar mendengar sambutan Mitha—pegawai Hiphope—begitu ia masuk.
"Hai, Mbat Mit!" Nara melambaikan tangan dan mendekati perempuan yang duduk di balik meja kasir itu.
"Baru balik kuliah, ya?"
Nara mengangguk tapi menggeleng juga. "Nggak juga, sih. Tadi Nara pulang kuliah jam dua dijemput Doni, terus ke warung martabak yang lagi viral itu buat bikin video, baru deh ke sini."
Mitha manggut-manggut, lalu melirik plastik besar yang dibawa Nara. "Itu oleh-oleh buat kita?"
"Ih, tahu aja!" Nara terkikik. Nara meletakkan plastik berisi beberapa box martabak itu di atas meja, kemudian mengambil satu box dari sana untuk ia bawa. "Nanti dibagiin ya, Mbak, ini yang satu buat Nara sama Mas Dito makan berdua hehe."
Mas? Ya, beberapa bulan ini Nara menambahkan panggilan itu di depan nama Dito. Sebenarnya itu atas permintaan Bunda, karena merasa Nara tidak sopan memanggil nama saja kepada orang yang delapan tahun lebih tua. Dito sendiri terlihat begitu senang ketika Nara memanggilnya 'Mas'.
"Yang lagi bucin mah bebas!"
"Iri, ya? Iri? Ciee jomlo!" Nara terkikik lagi saat Mitha melempar tatapan sewot. "Mas Dito mana?"
"Lagi ngerjain mobil orang, tuh. Hari ini ramai banget."
"Oke, Nara ke sana dulu."
Nara segera menuju bagian samping bengkel, tempat di mana para montir bekerja. Dan mata gadis itu langsung menemukan sosok dengan rambut hitam yang mengenakan jumpsuit jeans lengan pendek, tengah mengotak-atik mesin mobil.
"Mas Dito!"
Dito menoleh, sedikit mengernyit melihat keberadaan gadisnya itu di sini. "Kapan sampai sini?"
"Baru aja." Nara mengangkat box di tangannya. "Nara bawa martabak toping keju. Dito pasti suka."
Laki-laki itu tersenyum kecil. "Tunggu di atas, aku kelarin ini dulu."
"Oke!"
Aku? Ya. Sejak Nara memanggilnya 'Mas', cara bicara Dito juga berubah. Tidak lagi menggunakan 'lo-gue', tapi 'aku-kamu'. Laki-laki itu juga sudah jarang berkata kasar atau mengumpat. Setiap akan keceplosan mengumpat, Dito akan membelokkannya jadi istighfar. Hal yang awalnya ditertawai habis-habisan oleh kedua saudara laki-laki itu. Ada lagi perubahan Dito yang mencolok, yaitu soal warna rambutnya yang kini kembali ke warna asli, yaitu hitam dengan helaian kecokelatan.
Dito pernah bercerita bahwa alasannya selalu mengecat rambut, hanya agar penampilannya tidak terlalu mirip dengan ayah kandungnya yang kini entah berada di mana. Nara pernah diperlihatkan wajah orang itu, dan ia setuju jika wajah mereka cukup mirip. Dito bilang, ia khawatir jika penampilan mirip, maka sikap mereka juga akan sama. Karena itu Nara berusaha sekeras mungkin meyakinkan Dito kalau mereka berdua berbeda. Dito tidak akan jadi pemabuk, apalagi sampai melakukan kekerasan. Dito adalah orang yang baik. Untungnya kini laki-laki itu mulai kembali jadi dirinya sendiri.
Berada di ruangan Dito, Nara memanfaatkan waktu dengan live Instagram. Ia menjawab semua pertanyaan followers-nya dan bahkan mengatakan dengan jujur kalau ia sedang berada di ruang kerja kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balik Arah (END)
ContoDua tahun bukan waktu yang singkat buat Kinara Aldia untuk mengejar dan mengharap perhatian seorang Ardito Wisanggeni. Berbagai upaya ia lakukan, mulai dari masuk dan berbaur dengan dunia Dito, hingga menawarkan sebuah pertemanan yang nanti mungkin...