𝙋𝙖𝙞𝙣 𝘼𝙣𝙙 𝙏𝙚𝙖𝙧𝙨

398 80 26
                                    

maaf bgt hiatus lama lapaknya. yang lupa ceritanya bisa baca tipis-tipis dulu chapter sebelumnya 🥰😍


   

Song recommendation :
You Are The Reason-Cover by Alex Porat
(or another sad song do you like)


  
   
Terhitung sudah tiga hari ini Runa berdiam diri di apartemen karin. Rutinitas hariannya adalah overthinking dan melamun.

Tentu saja, dia trauma. Ketakutan dan rasa bersalah menggiring Runa sampai berada di ambang hampir gila. Self harm sering kali jadi opsi paling waras yang dapat dia pikirkan. Meskipun akan berakhir dicegah mati-matian oleh Karin.

Namun kali ini, suara ketukan pintu menginterupsi. Berhubung Karin masih kuliah, jadi mau tidak mau Runalah yang harus membukanya.

Sayang, belum sampai terbuka penuh, Runa segera menutup lagi pintu itu walaupun berakhir gagal. Lengan pak Tejo, salah satu orang kepercayaan ayahnya telah lebih dulu menjegal pintu itu dan menahannya.

"Ayo pulang Aruna"
Ujarnya tanpa basi-basi (sama seperti biasa).

"Apasih pak? Kan biasanya aku punya jadwal pulang sendiri. Kenapa pake dijemput-jemput kayak bocah deh?"
Runa berusaha tenang. Sebisa mungkin menyembunyikan semua yang terjadi.

Tapi lengan Tejo yang tak bergerak barang seinci membuat Aruna geram.

"Iya iya nanti pulang, sekarang bapak keluar dulu. Atau aku teriakin maling nih!" Gadis itu mengancam. Menatap tajam walau dibarengi dengan gurat ketakutan yang coba disembunyikan.

Sedang Tejo diluar menghela nafas berat. Dia hanya sekedar menahan pintu dengan satu tangan. Tapi Runa terlihat berusaha sangat keras untuk kembali membuatnya tertutup. Membuktikan bahwa fakta yang ia tolak mulai terlihat nyata karena Aruna biasanya sangat kuat.

"Ikut ya nakk. Kata ayahmu, kalau kamu tidak ikut bapak maka beliau sendiri yang datang kesini"

Dorongan Runa mengendur. Dia paham tak akan lama bagi ayahnya untuk tau apa yang terjadi. Namun Aruna belum siap. Atau bahkan tak akan pernah siap menghadapi Wiraguna.

Tapi seperti kata Pak Tejo. Jika Wira berkata dia akan datang, maka dia akan benar-benar melakukannya. Jadi untuk menghindari keributan yang akan terjadi disini dan beresiko mempermalukan Karin, Runa putuskan untuk ikut.

"Ck! Aku ambil barang dulu"

Akhirnya Runa benar-benar pergi. Mengemasi tas dan buku mata kuliah yang dia bawa terakhir kali saat kejadian. Sekaligus mengirimkan pesan pamit dan terimakasih yang tulus untuk Karina.

  
Ketika tiba di pintu depan, Aruna spontan meremasi jari dan menggigit bibir. Membuatnya tak luput dari perhatian Tejo. Bagaimanapun, Gadis ini telah ia jaga semenjak kecil.

Melihat Aruna yang selalu ceria kini mengenaskan dengan keadaan berantakan, Tejo tak kuasa menahan diri.

Jadi lelaki itu mengulurkan tangan kasarnya. Membelai lembut kepala Aruna untuk memberi kekuatan samar yang sangat berarti.

Runa menoleh, kemudian mendapati mata tegas yang kini memancarkan sinar begitu tulus. Menghancurkan pertahanan sok kuatnya hingga akhirnya ia menangis sembari mengucap lirih dua kata yang mewakili keseluruhan isi hatinya.

"Akuu, takut"

Tejo langsung menarik Runa dalam pelukan. Memeluknya seolah dia putri kandungnya. Menyalurkan afeksi berharap bisa memberi ketenangan pada si gadis.

PhospeneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang