Saat ini, 2021
JAM berapa ini? tanyaku dalam hati sambil melirik pergelangan tangan. Fyuhh... sudah lewat tengah hari. Tapi masih ada satu kolom belum terisi di daftar hadir. Kubuka ponsel dan chat paling atas menampilkan nama orang yang kutunggu.
Bunda Zia VIII-2, 2021 : Maaf, Bu Anna, sebentar lagi ya.
Bunda Zia VIII-2, 2021 : Saya sudah di SPBU dekat sekolah.
Savannah Gayatri : Baik, Bunda. Santai aja.
Savannah Gayatri : Saya masih di kelas kok.
Savannah Gayatri : Hati-hati di jalan.
Dan itu lima menit lalu. Sambil menunggu, pandanganku tertuju ke arah lapangan. Masih cukup ramai meski matahari sedang di puncak sengatannya. Tapi ada satu sosok yang meski aku hanya meliriknya sekilas, yang sekilas itu bisa membuatku terpaku menatapnya. Seperti dia membalas tatapanku padahal dia berkacamata hitam.
Tok tok tok
Suara ketukan di pintu membuatku mengalihkan pandangan. Ah, orang yang kutunggu datang. Bergegas aku berdiri menyambutnya. Sebergegas dia berjalan mendekat dengan tangan terkatup di dada. Meminta maaf. Segera saja proses pengambilan rapor terjadi. Tanpa antrian, kami santai berbincang mengingat dia adalah tamu terakhir yang datang.
"Ya sudah, Bu, kami pamit dulu. Terima kasih ya, Bu Maaf sudah bikin Ibu harus stay lebih lama di sekolah," ujar sang ibu setelah satu jam kami berbincang. Sepasang suami istri berdiri bersamaan lalu bergantian menyalamiku di balik meja.
"Sama-sama, Pak, Bund. Ah, nggak apa-apa. Sudah biasa kok, Bunda. Anggap aja nunggu KBM selesai."
"Ah, Bu Anna mah bisa aja menghibur saya. Saya beneran merasa bersalah loh, Bu. Ndilalah berdua nggak bisa banget ninggalin kantor."
"Tapi sekalianya datang ya berdua. Saya senang kalau orangtua datang berdua ambil rapot. Kita bisa ngobrol langsung tentang anak-anak."
"Iya, Bu. Benar itu." Kali ini si bapak yang menjawab.
"Semoga Zia makin rajin belajarnya ya. Sudah naik kelas IX loh." Aku menyalami kedua orang di depanku seramah dan sesantun mungkin.
"Aamiin."
"Penempatan kelas seperti biasa ya, Bund. Menyusul."
"Baik, Bu Anna. Terima kasih."
Aku berdiri mengantar dua orang itu sampai ke pintu. Lalu kami bertiga membungkukkan sedikit punggung, menghormat. Aku masih terus tersenyum di balik punggung mereka, terus mengantar dengan senyum sampai keduanya menghilang di balik pintu mobil.
Ruang kelas sudah kosong. Meski sangat sadar tamu terakhir sudah pergi, tapi untuk memastikan, aku tetap melirik ke lembar absen. Semua kolom tanda tangan sudah terisi. Dan memang sudah tidak ada lagi berkas rapot yang tadi menumpuk di meja.
Akhirnyooo.... selesai juga...
Aku meregangkan tubuh, merentangkan tangan lebar-lebar sebagai tanda kelegaan lalu mengangkat tangan setinggi-tingginya tanda kebebasan. Selesai sudah kerja keras semua guru sepanjang ujian akhir semester sampai pembagian rapot.
Saatnya libur panjang kenaikan kelas.
Mengingat itu, senyumku semakin lebar, rentangan tanganku semakin lebar juga. Terbayang kegiatan yang kususun sebagai pengisi liburan.
Menghabiskan koleksi drakor, tidur di sela-sela waktu menonton, bersosmed, hang out bersama teman, ... Itu seminggu. Seminggu lagi akan aku habiskan bersama Bhaga. Cutinya beririsan dengan libur sekolah. Dan seminggu itu akan aku habiskan berdua saja dengannya. Baru membayangkannya saja sudah bisa membuat pipiku merona. Segera kutepis pikiran-pikiran wanita dewasa yang mendadak muncul ketika sosok lelaki itu hadir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sembilan Tahun Lagi [16+ Promo]
Romance"DULU aku suruh kamu, tunggu aku sembilan tahun lagi, kenapa kamu nggak sabar? Malah nikah sama Bhaga. Ck." Dia berdecak. Deg. "Aku sudah tunggu kamu sembilan tahun. Ceraikan Bhaga. Ayo kita nikah." "Vlad...." Meski tercekat, aku berhasil berbisik...