9, Melarikan Diri

162 54 18
                                    

LIBUR kali ini sangat menjemukan. Terasa sangat lama. Baru kali ini aku ingin libur segera selesai lalu aku bisa kembali sibuk mengajar. Aku berharap libur berdua dengan Bhaga tapi jangankan berdua, ditelepon saja dia sulit. Dia memang tetap menerima teleponku, tapi dia tidak akan bersuara, maka yang kudengar hanya suara pengisi materi yang sedang menjelaskan. Atau memang itu suara dia sendiri, tapi dia yang sedang bertanya atau sedang berbicara serius dengan rekannya tentang materi training atau pekerjaannya atau apa pun itu yang berarti dia sedang sibuk dan tidak bisa diganggu,

Aku sudah bermaksud menyusulnya ke sana, tapi jika jadwalnya sepadat itu, aku akan tetap akan menghabiskan liburku sendiri saja. Aku berpikir mungkin lebih baik aku menyusul Bhaga dan menjauh dari Vlad. Tapi, apa susahnya seorang Vlad menyusul? Hanya Singapur pula. Dan kenapa aku merasa menyusul Bhaga berarti melarikan diri dari Vlad? Apalagi dengan jadwal Bhaga yang sepadat itu sangat sulit buatku memamerkan kemesraan kami pada Vlad.

Mesra?

Lagi-lagi aku menarik napas. Bhaga jauh dari itu. Mungkin terbawa pekerjaannya yang lebih sering berhubungan dengan alat berat dan pekerja kasar, dia seperti kehilangan sisi humanis apalagi romantis. Semuanya serba efiesien. Untuk apa candle lite dinner? Kita tidak butuh lilin jika tidak ada lalat. Dan di resto semewah itu tidak akan ada lalat. Kita butuh lilin di warung nasi pinggir jalan. Candle lite dinner? Di warung nasi. Mungkin seperti itu analagi keefisienan Bhaga.

Ting

Kulirik ponsel di samping. Pop up chat mengatakan itu dari Vlad.

Vlad : Aku kirim lunch. Makan ya.

Kuabaikan.

Tak lama ponsel itu berdering. Vlad yang tak sabar menunggu balasan chat biasanya akan menelepon.

"Coba tadi kamu ke sini aja. daripada bengong terus di rumah. Aku lagi di grand opening resto. Aku nggak bisa antar Makanannya enak-enak, aku kirim sedikit-dikit aja biar kamu cobain. Nanti bilang ya, yang mana yang kamu suka."

"Makasih. Nggak usah repot-repot."

"Bhaga belum nelepon?"

"Apaan sih, Vlad?"

Apa dia memata-matai ponselku juga?

"Tebakanku benar kan?"

Hah?

Cuma menebak?

"Nanti malam aku ke sana."

"Jangan, Vlad." Aku menjawab cepat. "Vlad, tolong. Aku nggak enak sama tetangga." Aku tinggal sendirin di sini. Tak elok seorang perempuan bersuami menerima lelaki lain saat suaminya tidak ada di rumah.

"Aku cuma mau temani kamu, Savannah. Kamu bisa mati bosan di rumah terus. Sudah mau seminggu."

"Aku nggak bosan kok."

"Guru itu digugu dan ditiru. Jangan kasih contoh yang nggak baik. Bohong itu nggak baik.

Aku berdecak. Inti kalimat ada di akhir. Kenapa harus sepanjang itu dan menyerempet profesiku?

"Ya sudah, kalau nggak mau aku ke sana, aku kirim supir jemput kamu ya? Kita jalan-jalan."

"Nggak mau!"

"Savannah, kamu tau kan kalau urat malu aku nggak ada?" Dia diam menjeda seperti menunggu jawabanku. "Jangan sampai aku bikin kamu malu sama tetangga ya," lanjutnya lagi mengancamku. Mengancam?

Antara jengkel, marah, dan ingin menangis. Ya Tuhan, kenapa nasibku seperti ini.

"Nggak usah dandan, kamu selalu cantik di mata aku." Dan sambungan pun terputus.

Sembilan Tahun Lagi [16+ Promo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang