E M P A T: NGOBATIN?

15 4 1
                                    

Matahari pagi mulai menerobos masuk ke kamar gadis cantik yang tengah tertidur nyenyak dengan mimpi indah yang bermain-main di benak.

Sinar matahari itu membuat sang gadis mengerutkan dahinya saat perlahan membuka kedua kelopak matanya.

Beberapa detik kemudian Ia sudah total terbangun, Sacha segera duduk lalu merenggangkan otot-otot tangannya yang terasa kaku. Sacha melirik sekilas ke jam yang terletak diatas nakas, waktu menunjukkan pukul 5:50. Masih banyak waktu, pikirnya.

Setelahnya, Sacha segera berdiri dan mulai bersiap-siap pergi ke sekolah. Tempat yang biasanya para remaja sukai, berbeda dengannya, bagi Sacha sekolah adalah neraka. Tempat terburuk yang ada di hidupnya. Tempat yang menjadi sumber semua masalah Sacha selama ini.

***


Setelah selesai bersiap-siap Sacha berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya di kaca yang menyatu dengan lemari. Rambut panjang coklat yang sudah tergerai rapi, tas ransel berwarna merah marun tersampir di pundak, seragam khas SMA PRAJASARAGA  terlekat rapi dan sempurna di badannya, juga sepatu yang sudah terpasang rapi di kakinya. Jangan lupakan wajahnya yang hanya terias natural, namun, tetap memancarkan aura cantiknya.

"Oke, sudah siap" ucapnya, lalu membuka pintu dan menuruni satu persatu anak tangga dirumahnya, berjalan santai menuju meja makan yang selalu sepi,  menarik satu kursi dan duduk disana.

Sacha menatap ke sekelilingnya. Sepi. Tidak ada orang di meja besar ini. Selalu begitu.

Menghela nafas, Sacha kemudian beralih ke roti tawar dan mulai mengolesinya dengan selai coklat kesukaannya. Jujur, Sacha sangat kesepian, kedua orang tuanya jarang berada dirumah karena alasan pekerjaan, mereka selalu pergi ke luar kota dan meninggalkan nya sendirian di rumah besar ini. Rumahnya memang tak sebesar manson teman-temannya, namun cukup besar untuk ditinggali sendiri. Rumahnya terdiri dari dua lantai, di lantai pertama terdapat ruang tamu, ruang keluarga, dapur, satu kamar utama, dan dua kamar tamu. Sedangkan, di lantai kedua hanya terdapat dua kamar, kamar Sacha sendiri dan kamar tamu.

Sacha berlanjut mengambil roti tawar yang lain lalu menumpuknya di atas roti yang telah ia lapisi dengan selai, kemudian perlahan melahapnya. Terkadang, Ia iri dengan teman-temannya, mereka selalu mendapat perhatian lebih dari orang tua mereka, sedangkan dia? Ah, andai Sacha bisa memberikan pengertian kepada orang tuanya bahwa, dia membutuhkan waktu mereka, bukan harta mereka.

Setelah selesai sarapan, Sacha berjalan keluar rumah, dan menunggu taksi pesanannya. Padahal, orang tuanya telah menyiapkan supir pribadi, tapi, Sacha sudah bersikeras untuk tidak menggunakan fasilitas apapun yang disediakan orang tuanya, agar, mereka sadar, bahwa Sacha tidak membutuhkan itu semua, Sacha hanya membutuhkan kasih sayang yang telah lama tidak Ia dapatkan.

Selang beberapa menit, mobil taksi yang ditunggu-tunggu sedari tadi akhirnya datang juga, Sacha menaiki taksi itu, taksi pun mulai menancap gasnya menuju SMA PRAJASARAGA.

***


Kring kring kring....

Bel istirahat berbunyi, setelah sekian lamanya Ia terjebak dalam pusaran rumus matematika, akhirnya ia bisa bebas sekarang.

Murid-murid mulai berhamburan keluar kelas, dan menuju tempat yang paling ramai saat istirahat, ya, kantin, surganya sekolah. Tapi, Sacha masih diam di tempatnya, lebih tepatnya menunggu, menunggu kelas dan lorong sekolah sepi, karena hal itu memungkinkan agar dirinya tidak menjadi 'korban' lagi.

Setelah dirasa cukup sepi, Sacha berjalan perlahan menuju kantin, melewati lorong-lorong sekolah yang kosong, hanya terdapat beberapa murid yang duduk di bangku depan kelas mereka, biasanya murid-murid seperti itu ialah murid yang memiliki nasib sama sepertinya. Ya, sama-sama sering menjadi korban bullying.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARSACHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang