Hinata meletakkan panci tersebut dengan tidak damai di meja makan. Sampai-sampai, ada beberapa tetes kuah yang keluar begitu saja. Selanjutnya, tanpa berkata apa pun, wanita bermata lavender tersebut duduk dengan kecewa. Dia sama sekali tak ingin menatap anak sulungnya itu sedikitpun.
"Ibu, maafin kakak. Aku juga kecewa pada-" omongan Himawari dipotong begitu saja, karena kegaduhan bunyi decitan sendok dan mangkuk dari Hinata.
"Ibu, aku-" kali ini, Hinata yang memotong omongan Boruto. Wanita yang memiliki rambut indigo tersebut tiba-tiba berdiri dengan tegak. Terlihat dari matanya, dia sedang menahan tangisan.
"Boruto, kamu tidak ingat ya, perjanjian ibu dan dirimu?" Tanya Hinata dengan nada suaranya yang lembut. Walaupun nada suaranya lembut, tetap saja Boruto merasa terintimidasi dengan suara wanita berumur 45 tahun itu.
"Aku boleh menjadi arkeolog seperti ayah, tetapi aku tak boleh menginjakkan kaki ke Paradise Palace seperti ayah." Boruto menjawab sambil menundukkan kepalanya, merasa bersalah.
Hinata menghembuskan nafasnya kasar, sesekali dia mengusap pipinya yang mulai basah akibat tetesan air mata.
"Jika begitu, kenapa kau mengingkarinya? Boruto tau kan, betapa terpuruknya kita semua, saat ayahmu dinyatakan hilang di tempat itu 15 tahun yang lalu? Bahkan mayat ayahmu tak pernah ditemukan sama sekali. Pakaiannya pun tak ada ditemukan sehelai pun. Kau mau, hilang seperti ayahmu?"Jujur, Boruto juga trauma dengan tempat tersebut. Apalagi ayah kesayangannya yang hilang tepat dihari ulang tahun Boruto. Bahkan Boruto masih bocah kecil saat itu.
"Ibu, maaf. Aku hanya ingin meneliti tulisan kuno itu.""Apa tidak ada tempat lain, Namikaze Boruto? Apa karena tulisan kuno itu, kau ingin pergi ke sana dan mengingkari janji kita?" Sekarang, Hinata tidak berdiri seperti tadi. Dia memilih duduk untuk menetralkan emosinya.
"Maaf ibu, aku harus pergi ke sana. Aku berjanji akan kembali ke rumah dengan selamat sentosa." Ujar Boruto agak kurang jelas, karena dia sedang mengunyah makanan.
Tanpa menjawab apapun, Hinata tiba-tiba memilih pergi membawa mangkuknya, dan menetap diam di kamar kesayangannya.
~~~
Boruto duduk diam di helikopter yang terbang dengan kencang menuju ke lokasi. Dibenak Boruto, apakah nanti ada keajaiban jika dia menemukan kerangka mendiang ayahnya? Ah tampaknya itu cuma khayalan semata. Mengigat ayahnya sudah meninggal 15 tahun lalu, logikanya tulang belulang itu sudah habis dimakan organisme kecil. Kalaupun ada, pasti cuma sebesar pasir.
"Boruto, siapkan barang-barang mu. Sebentar lagi kita akan mendarat." Ujar lelaki seumuran ibunya itu, yang merupakan orang kepercayaan Hinata untuk membimbing Boruto ke tempat layaknya neraka itu.Tetapi, Boruto tak mendengar apa yang dia katakan. Boruto tetap asyik melamun sambil melihat ke luar jendela.
"Boruto!" Teriak Toneri sambil memukul pundak Boruto kuat."Ah iya paman, maaf. Aku tidak mendengar mu, suara helikopter ini berisik sekali!" Boruto juga berteriak tak kalah besar dengan suara Toneri.
"Jelas-jelas kau termenung sedari tadi. Bagaimana kau bisa mendengar ku?! Sekarang kita hampir sampai, siapkan semua barang bawaan mu!" Toneri melemparkan barang bawaan Boruto yang seberat Gaban ke wajah pria itu. Toneri melakukan ini karena ia kesal dengan Boruto, alasannya adalah barang bawaan Boruto banyak sekali. Padahal, mereka cuma sehari di tempat itu.
"Baik paman!" Jawab Boruto sembari mengusap wajahnya yang memar. Mau marah sekarang karena aksi Toneri pun sia-sia, akibatnya adalah pria bersurai kuning itu akan kehabisan suaranya karena teriak agar dapat terdengar Toneri.
KAMU SEDANG MEMBACA
archaeologist: the mystery of the secluded castle||Boruto x Sarada (Slow Update)
Fiksi PenggemarNamikaze Boruto, atau yang biasa dikenal dengan Boruto merupakan pakar arkeolog yang terkenal seantero dunia. Boruto sering kali membuat dunia terperanjat akibat tumpukkan artefak yang jarang ditemui para arkeolog lain. Bukan hanya itu saja, Boruto...