Part 9. BAHAGIA JILID 1

364 69 0
                                    

Aku menenggelamkan wajah di bantal. Berguling ke kanan dan ke kiri dengan hati yang berdebar tak beraturan. Pikiranku masih melayang pada kejadian sore tadi. Dimana kak Batara mengakuiku sebagai pacarnya di depan kak Ulfa. Bahagianya lagi ketika ia mengantarku pulang dengan mengendarai sepeda motornya.

Aku tertawa dan sesekali tersenyum. Jika ada yang melihatku seperti ini pasti mereka ketakutan, disangka aku kesambet dedemik. Hihi ... duh! Aku udah kek orang yang nggak waras aja alias orang gila. Eh!

Ingatanku kembali berputar, setibanya kak Batara di depan rumah.

"Maaf," ucapnya.

"Untuk?" Aku yang sudah turun dari motor menoleh menatap wajah tampannya yang tertutup helm.

"Untuk semuanya," katanya.

"Gue nggak ngerti kak Batara lagi meminta maaf untuk kesalahan apa?"

Hening!

Kak Batara terdiam, tapi dengan menatapku.

"Selain manis, jika dilihat dari dekat seperti ini kamu juga cantik ternyata."

Bush!

Ucapan itu kembali membuatku nervous. Berdiripun rasanya aku tak mampu lagi. Kakiku melemas.

"Apaan sih, Kak. Gue nanya apa yang dijawab apa." Aku berusaha menyembunyikan kegugupan.

Kak Batara terkekeh. Duh!

"Mmm itu ... gue mau meminta maaf atas kejadian semalam."

Alih-alih menanggapi ucapannya aku justru menfokuskan diri pada saat ia membuka separuh kaca helmnya.

MasyaAllah!

Ibunya dulu ngidam apa sih, sampai ngelahirin anak secakep Alwi Assegaf ini. eh, maksudnya kak Batara. Hihi.

"Anin!"

"Eh, i-iya, Kak?" Aku tersentak.

"Lo dengerin gue ngomong nggak sih?"

"Iya denger kok," imbuhku.

Hening!

Kak Batara kembali diam tetapi tatapannya kini lurus menatap jalanan.

"Sebenarnya semalam itu ...." Kak Batara menggantung ucapannya, lalu menoleh menatapku yang diam menanti kalimat selanjutnya.

Ku dengar ia mengembuskan napas berat lalu membuka utuh helm yang menempel di kepalanya.

"Semalam itu?" ulangku.

"Semalam itu gue nembaknya nggak gentelmen," lirihnya.

Tubuhku menegang.

"Oh." Entah harus merespon bagaimana. Aku merasa akan ada hal indah yang terjadi dimenit ini.

"Lo mau jadi pacar gue'kan? Sebagaimana yang gue katakan tadi."

Glek!

Aku menelan saliva dengan susah payah. Astaga, beginikah rasanya ditembak secara langsung. Terlebih lagi yang nembak adalah aset sekolah. Apakah aset itu kini jatuh padaku.

Pingsan jangan?

"Mau nggak? Mau nggak? Maulah masa nggak," ucapku, sembari menyembunyikan wajah dengan kedua telapak tangan.

Lagi ... aku mendengar kak Batara tertawa kecil. Kuintip dari sela-sela jari yang menutupi wajah.

Kenapa menatap wajah itu kini menjadi candu bagiku.

"Aaaaaa ...! Aaaaaa!"

"ANIN!"

Aku tersentak dari lamunan hingga spontan bangkit dari atas tempat tidur.

Aku terkekeh karena kepergok oleh Bunda teriak-teriak manja di dalam kamar. Eh!

"Ih, gila nih anak." Bunda melotot ke arahku.

"Apaan sih, Bun. Ganggu aja," ucapku, nyengir. Malu juga rasanya kepergok Bunda.

"Kenapa teriak-teriak kek gitu tadi, Ha?" Bunda kini menatap selidik ke arahku.

"Nggak kenapa-kenapa, kok. Hehehe ...."

"Hehe-haha-hehe ... ditanya kok malah nyengir," ucap Bunda, kesal.

Erk!

"Ya maap."

"Ditungguin Ayah sana! Dari tadi dipanggil-panggil turun makan nggak nyahut-nyahut," kesal Bunda.

Aku bergegas keluar dari kamar menyusul Bunda yang sudah berjalan lebih dulu.

.

"Yah, keknya Anin ini mau kita bawa periksa deh," ucap Bunda, setelah aku tiba di meja makan.

"Loh kenapa, Anin sakit?" tanya Ayah, menatap khawatir ke arahku.

"Iya. Keknya sakit gangguan jiwa," cibir Bunda. Aku mendengkus kesal seraya menarik kursi untuk segera duduk.

"Lho, maksud Bunda ini apa?" tanya Ayah.

"Tadi dia teriak-teriak di kamar, senyum-senyum nggak jelas habis itu muter badan sana sini. Ih takut bunda, Yah," cerocos Bunda.

"Apaan sih, Bunda ini," kesalku.

Ayah tertawa sembari mengacak lembut rambutku. Tawa yang memperlihatkan gurat ketampanan di kedua pipinya. Pantas saja aku cantik, ternyata aku hasil fertilisasi dari lelaki tampan yang kupanggil Ayah ini.

***

Ku hidupkan data internet lalu mulai berselancar di sosial media. Aku klik sebuah video yang dishare oleh teman mayaku. Video yang memperlihatkan sebuah penyiksaan yang dilakukan oleh orang yahudi kepada saudara muslim di Palestina.

Ya Allah, sungguh sakit hati ini melihatnya. Mereka tetap sholat walau terancam kematian, tetap bersujud meski dihadang senjata. Sedangkan kami di sini yang diberi kenikmatan malah enggan untuk bersujud pada Rabb-Nya.

Mendadak aku teringat satu kutipan yang beberapa hari kutemui di status seseorang.

SHOLATLAH, SEBELUM SHOLAT ITU DILARANG.

Kurang lebih seperti itulah.

Ku akhiri menonton video tersebut, lalu beralih ke WA.

Jantungku berdebar melihat dua pesan yang masuk dari kak Batara.

[Proposalnya lo yang ngerjain?]

[Emang bisa?]

Ish!

Aku mengerucutkan bibir membaca isi pesannya. Emang bisa? Ya nggak bisalah.

Demi menarik perhatian kak Batara, aku rela mengambil alih pembuatan proposal saat rapat siang tadi di depan perpus. Padahal sebelumnya aku tidak pernah membuat hal seperti itu saat di SMP.

Terkadang seseorang yang lebih aktif dalam suatu organisasi itu akan menjadi perhatian banyak murid lainnya. Lumayankan buat naikin pamor di sekolah. Makanya dengan percaya diri dan sok tahu aku mengajukan diri saat senior MPK mengajukan pembuatan proposal kepada anggota baru.

Ck!

'Bisa dong.' balasku.

Setelah tiga menit berlalu, akhirnya pesanku diread.

[Kalau begitu, besok pagi temui gue di perpustakaan. Ada beberapa poin yang perlu di ikut sertakan ke dalam proposal.]

Dih! Kenapa bahasanya baku sekali epribadih. Padahal sekarang ini aku adalah pacarnya. Apa seperti itu cara berbicara dengan pacar sendiri.

Menyebalkan!

'Mmmh oghey.' balasku.

Aku fikir pesanku ini hanya akan dia read saja. Rupanya kak Batara kembali mengetik. Hihi.

[Sorry, ya. Karena menempatkan lo di posisi kek gini.]

Aku tak mengerti dengan maksudnya.

'Maksudnya, Kak?'

Kak Batara terlihat mengetik. Deg-degan astaga.

[Nggak. Lupain aja.]

[Gue duluan ya. Lo juga, tidur gih sana.]

Aku senyum-senyum. Aku bahagia. Sumpah. Sangat bahagia.

Bersambung

.

LOVE ME KAK BATARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang