Halo, mari kita nikmati babak kedua.
Selamat membaca ☺️
Zhou Zishu tidak mengerti akan tindakannya sendiri. Dia mulai mencukur jambang, kumis, pula mengganti hanfu biru tua itu dengan warna lembut keabuan. Bila dirasa, bisa saja ini hanya kebiasaannya saat kembali ke kerumunan rakyat. Namun angin apa yang membawanya hingga ia datang ke sebuah pasar raya?
Dalam mata legamnya, bayangan sosok berhanfu hijau-merah, memegang dua potong semangka, menjejalkan salah satu potongan itu ke dalam mulut sembari menyusulnya setengah berlari.
"Eh, A-Xu!" seru sosok berhanfu hijau-merah tersebut.Zishu berjalan membelah keramaian pasar tersebut. Melewati satu per satu pedagang yang menjajakan dagangannya. Hujan tiba-tiba. Orang-orang berlalu lalang mencari tempat berteduh, pula langkah kaki Zishu mengantarkannya pada sebuah penginapan di pinggiran kota. Tidak mewah, tetapi cukup untuknya bermalam.
Lekas, usai bernegosiasi dan memesan kamar, Zishu segera menuju kamar untuk mengistirahatkan diri. Langkahnya terhenti, matanya tertuju pada meja makan penginapan itu.
Kembali dalam ingatannya membayang sosok hanfu hijau-merah tersebut mencicipi kue-kue, pula sup bunga teratai yang tersaji di penginapan, bahkan Zishu masih mengingat bagaimana gelas arak itu saling menggoda dan beradu. Senyum getir terulas singkat. Helaan napas terembus dari bibirnya.
Dia beranjak menaiki tangga penginapan menuju lantai dua, kamar yang telah dipesannya. Penginapan yang tidak banyak berubah. Interior kamar masihlah sama, hanya warna karpet dan gorden yang berganti. Kamar ini, menjadi saksi bisu bagaimana Zishu dibuntuti oleh pria bermarga Wen ketika memulai berkelana. Pada akhirnya, di waktu sekarang, Zishu kembali ke tempat ini. Dalam kesunyian jiwanya, Zishu melepas hanfunya yang basah, meletakkan hanfu itu di tempat yang sudah tersedia. Usai melepas lapisan hanfu terluar, Zishu berbaring-mencoba menutup mata agar terlelap-yang pada kenyataannya dia tak dapat lelap. Arak dalam kendi kayu dia ambil. Dia meneguknya untuk menghangatkan jiwanya yang sepi.
Jenjam didera sejuk tetes air langit menghimpun batang bambu. Paras bak kilau mentari pagi itu tercenung. Indera pendengarnya menikmati alunan nada musim, sementara mata memejam dan rekam jejak pria rambut perak kepunyaannya tertunduk. Genggaman tangan mengendur, terkulai lemah dengan sudut bibir terlengkung ke atas mengulas senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarayu | Wenzhou
FanficSarayu: (n) Embusan angin. Bagaimana angin berembus di musim dingin? Akankah menemu mekar bunga yang kuncup ataukah menemu kuncup yang menggigil kedinginan? AU Wenzhou