01.

316 48 1
                                    

01

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

01. elegi -

; awal bermula.

- - -

"kita ke supermarket dulu ya? tadi kan begitu sampai bandara jeju kita langsung ketiduran semua, bahan makanan belum sempat diisi, inget kan tujuan utama kita di malem pertama bakar bakaran daging?" winter memamerkan senyuman dari lengkungan bibirnya, kedua kelopak matanya menyipit seperti bulan sabit, seolah menjadi sosok paling bahagia, antusias itu terpancar dari paras jelitanya.

cantik, selalu begitu.

jake mengangguk, satu tangannya ia gunakan untuk merangkul bahu sang putra semata wayang yang tingginya bahkan sudah hampir menyainginya, "jungwon mau sekalian beli cemilan gak? kamu kan suka nyemil kalo gabut, sampai gendut gini." dengan jahil pria berusia tiga puluh tahun itu mengusap perut- yang sebenarnya rata- milik sang anak hingga pemuda berusia tujuh belas tahun itu memekik geli.

"ayah mah ih! jangan ngusap ngusap gitu!" ia- kim jungwon- memicingkan matanya sembari meloncat kecil ke arah sang ibunda, merangkul erat lengan wanita kesayangannya dengantatapan waswas ke arah sang ayah yang kini tertawa lepas.

keluarga kecil yang hangat. seperti yang selalu winter impikan.

wanita itu tertawa kecil, jemarinya ia ulurkan guna mengelus surai hitam pekat putranya.

"anak kita." jake menghentikan tawanya, menghampiri kedua anggota keluarganya lantas turut mengacak rambut jungwon hingga remaja itu kembali menggeram. ia menatap winter yang juga menatapnya penuh arti.

"apa sih tatap tatapan gitu, kaya remaja baru jatuh cinta aja, dasar orang tua." ledek jungwon, menjulurkan lidahnya mengejak sebelum terjadinya acara kejar kejaran mendadak disekeliling villa mereka. menggelengkan kepalanya pasrah, winter pun menoleh ke arah villa samping mereka, jaraknya tidak terlalu jauh, namun tidak dekat juga. villa yang jake sewa untuk satu bulan ini cukup luas- ah tidak, sebenarnya justru terlampau luas untuk keluarga mereka yang bahkan hanya berisikan tiga orang saja.

villa disebrang itu kosong sejak tadi siang, tidak memunculkan tanda tanda kehidupan sama sekali padahal jake bilang lumayan sulit menyewa villa disini karena selalu penuh oleh para turis. mengangkat alisnya sejenak, winter mendongkakkan kepalanya menatap langit yang kosong tanpa awan berhamburan, seluruh gemintang pula nampak bersembunyi sehingga hanya sang rembulan yang menerangi gelap nya malam ini.

angin berhembus lumayan kencang, wanita itu beralih menatap garis pantai dihadapannya. dibawah villa ini terdapat air yang berasal dari laut dibelakang villa nya. tidak heran jika jake bilang lumayan sulit mendapatkan villa ini.

tersenyum kecil, kini winter mengalihkan seluruh fokusnya pada kedua lelaki di dalam villa yang senantiasa saling menangkap. sejujurnya terkadang winter merasa kesepian, karena sejak jungwon beranjak dewasa, rumah mereka selalu sunyi. winter tidak bisa terus menahan jungwon agar selalu menetap dirumah, mau bagaimanapun masa masa remaja adalah masa paling indah, masa masa untung mengeksplorasi dunia luar bersama remaja seusianya, mencari jati diri.

dan winter ingin jungwon menikmati masa remajanya seleluasa mungkin, tidak seperti dirinya. karena itu winter membebaskan jungwon, maupun untuk main keluar bersama temannya, asal tidak melebihi batas yang sudah ditetapkan sejak awal. winter tidak ingin jungwon masuk kedalam pergaulan bebas-

-sama seperti dirinya.

"HAYO! NGELAMUNIN APA?"

"hah!" winter tersentak kecil sembari memegangi dadanya, kedua matanya memicing menatap jungwon dan jake yang tertawa terpingkal dibelakangnya. namun hanya beberapa saat hingga tatapannya kembali melunak, wanita itu menghela nafas pelan. benar benar.

"udah ayo, keburu malem." winter mengambil cardigannya dibalik pintu dan mengunci pintu belakang villa, "kalo lama bunda gak mau masak ya. kalian aja bunda biarin kelaperan." ia kembali mendelik dan beranjak keluar meninggalkan kedua lelaki yang langsung berlari saling mendahului menuju pintu depan.

bruk!

"aw!"

winter mendengus pasrah, mengulum bibirnya selama beberapa saat, berusaha agar tidak mengeluarkan amarahnya detik ini juga, lantas berbalik badan. diujung pintu sana kedua bola matanya menangkap sosok sang suami yang membantu sang anak untuk berdiri. lutut jungwon mengeluarkan darah, sementara jake sendiri mendapat luka yang sama seperti jungwon namun letaknya di sikut.

"astaga... kalian bisa gak sih gak usah berulah, satu hari aja?" winter berdecak kesal, menghampiri kedua sosok yang kini sedang memamerkan cengirannya didepan pintu.

"bisa jalan?" tanya winter pada jungwon, dibalas anggukan semangat oleh pemuda itu, "lari, loncat, panjat tebing juga bisa, kan aku kuat." ia menaikan kedua tangannya, berpose seolah olah ia adalah superman. "nah ini baru anaknya ayah." jake kembali merangkul bahu jungwon, lantas mereka berdua tertawa lepas, tidak mengidahkan ekstensi sang ibunda yang sedang menahan kesal setengah mati.

"huft... yaudah ayo." winter mendahului putra dan suaminya beranjak menuju mobil. kali ini kedua anak adam itu mengikuti dengan cara normal. sesekali jungwon meringis dan jake menawarkan untuk menggendong pemuda itu yang pastinya langsung ditolak dengan alasan "aku kan udah besar."

"supermarketnya ada di jalan utama kan? yang tadi siang kita lewatin." jake bertanya saat mereka sudah berada di dalam mobil. winter berdehem tipis, "iya, gak usah jauh jauh, tadi aku cek di brosur juga disana lengkap kok." dibalas anggukkan patuh oleh jake sebelum menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

keheningan melanda, mungkin akibat terlalu lelah, jungwon hanya terdiam dibangku tengah sembari memainkan ponselnya, sesekali ia terkekeh kecil. jake sendiri hanya terdiam fokus pada jalanan.

jalan yang mereka lewati cukup ramai, kerlap kerlip lampu kendaraan disertai klakson yang saling menyahuti seolah menemani suasana malam, ribuan pejalan kaki disamping trotoar saling melewati satu sama lain, diantaranya ada yang saling bercengkrama dan bercanda-ria.

winter menumpu dagunya dengan satu telapak tangan. ramai ya. entah kenapa disaat suasana seperti ini ia langsung terpikirkan satu orang, padahal sudah seharusnya ia melupakan orang itu. pria yang membuatnya berada di posisi ini. winter tidak akan bilang ia menyesal, karena pada kenyataannya ia memang tidak, sama sekali tidak.

namun berada di tempat ini kembali membuatnya merasakan saat saat itu.

jadi begini ya rasanya.

iya, mungkin winter hanya rindu.





elegi

[ II ] Elegi || SungWinJakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang