Kotak Bekal

30 5 11
                                    


Tak bisa dipungkiri pertemuan yang tak disengaja tadi malam benar-benar sangat berkesan bagi keduanya, Bagas dan Sulika.

Pagi ini, Sulika bangun dengan hati yang sangat bahagia. Rasanya tak sabar untuk segera pergi ke sekolah agar bisa bertemu dengan Bagas kembali.

Saat itu ia terlibat sedikit perdebatan dengan Bram, seorang pemuda yang entah kenapa sejak awal bertemu ia sudah hilang respek.

Di tengah perdebatan yang sama sekali tidak penting itu ia merasa ada yang mengawasinya, ternyata dugaannya benar. Di dekat pilar besar yang terletak berdekatan dengan meja prasmanan khusus kue dan jajanan pasar, terlihat Bagas sedang menatapnya tajam.

Melihat kehadirannya di dalam ruangan itu membuat ia cukup terkejut, karena setahunya Bagas bertugas di bagian luar, tepatnya di tempat parkir mobil. Bergegas ia bangkit menuju ke arah Bagas. Dengan berpura-pura mengambil kue, ia pun menyapa Bagas.

“Kenapa ada di sini?” tanyanya dengan suara lirih.

“Ingin melihatmu.Jawaban Bagas yang lugas dan apa adanya ini membuat hati Sulika berdebar tak beraturan.

Mendengar hal ini, Sulika hanya bisa tertunduk malu dengan wajah yang merona.

“Cantik ...” bisik Bagas lirih penuh kekaguman. “Kamu sadar tidak, kalau baju yang kita kenakan hampir serupa. Apa itu artinya kita berjodoh?” tanya Bagas dengan penuh godaan.

“Eh ... apa iya? Sulika pun memperhatikan baju yang mereka kenakan, ternyata sama-sama batik dengan warna dan motif yang hampir serupa. Kalau hanya dilihat sepintas, mereka seakan-akan mengenakan baju berpasangan. “Iya, ya baju kita bisa mirip gini,” ucapnya malu-malu.

Bagas tersenyum melihat sikap malu-malu Sulika. “Aku senang bisa bertemu denganmu lagi. Benar-benar senang.”

“Aku juga senang,” balas Sulika dengan suara pelan.

Tak terkira senangnya hati Bagas mendengar hal tersebut. Keduanya saling pandang dalam diam ditingkahi sikap malu-malu Sulika yang membuat Bagas harus berusaha keras menahan dirinya agar tidak memeluk gadis mungil ini.

Tapi sayang, kebersamaan mereka yang hanya sekejap ini harus berakhir karena kehadiran Bram.

“Dasar pengganggu,” gerutu Sulika dengan kesal. “Padahal masih banyak yang ingin aku tanyakan,” lanjutnya bermonolog.

“Non ... Non Sulika,” panggil salah seorang ART sambil mengetuk pintu.

“Iya Bik, sebentar,” jawabnya sambil melangkah ke arah pintu.

“Iya Bik, kenapa?”

“Anu ... Non, sudah ditunggu oleh Tuan dan Nyonya untuk sarapan,” jelas sang ART.

“Ya, sudah Lika mau siapin buku-buku dulu sebentar. Terima kasih ya, Bik.”

Kemudian sang ART itu pun undur diri untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.

Sebelum ke ruang makan, Sulika menuju ke dapur menemui juru masak. Ia meminta untuk dimasakkan beberapa menu sederhana. Rencananya, ia akan memberikan bekal makan siang untuk Bagas.

Tak lama kemudian, Sulika sudah bergabung bersama kedua orangtuanya. Tampaknya ada pembicaraan yang cukup serius di antara mereka.

“Mas rasa kita harus menunggu dulu sebentar. Jangan terlalu terburu-buru. Biarkan dia menikmati masa mudanya dulu,” ucap Pramudya.

TIMELESS (END) (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang