prolog

188 61 113
                                    

Announcement, cerita ini udah dipublish beberapa tahun yang lalu. Terhenti karena Authornya super duper sibuk ... Rebahan 🥰

Ditulis dengan jampi-jampi di setiap kalimat, jadi jangan ada plagiat!

Cerita OLD STORY ini juga udah lewat masa revisinya jadi bisa Lebih enak dinikmatin.

So, semoga suka🎉

Sebagai ritual sebelum membaca, beri ❤️ terdahulu.

🤸🤸🤸

。◕‿◕。

Oktober, 2019

"Dampak setiap pasien pasca mengalami trauma berbeda-beda. Dan untuk anak mbak ... ia mengidap PSTD, gangguan yang dimana penderitanya bisa mengalami terfragmentasi atau daya ingat putus-putus. Seperti kesulitan mengingat hal-hal spesifik atau campur aduk tentang apa yang terjadi, Ini sebab otak tidak memproses dan menyimpan kenangan trauma seperti kejadian biasa." Dokter dengan kacamata khasnya itu menatap nanap gadis di atas brangkar dengan wanita yang tengah menangis tersedu-sedu di hadapannya bergiliran. Tangannya terulur menangkup kedua tangan wali sekaligus sahabatnya di atas meja. Bermaksud menguatkan.

Setelah memberi jeda, suara lembutnya kembali mengudara, mencoba menjelaskan spesifik tanpa harus melukai hati pendengar. "Sifat traumatis dari peristiwa tersebut juga dapat menyebabkan mekanisme disosiasi atau pikiran melindungi. Ini bisa saja seperti pasien merangkai ingatan beberapa hari sebelumnya lalu tanpa sengaja atau tidak sengaja menghilangkan memori yang membuatnya sangat terpuruk. Ini sebab pasien merasa terpukul, kecewa, bersalah bahkan malu terhadap dirinya sendiri."

°°°

"Itu apa?"

"Hm, ini ... coklat, lo mau ngga jadi pacar gue."

"Aa?"

"Em ... jawabnya tahun depan aja. Di hari valentine."

•••

Buk!

Buk!

"Gue nggak akan ampunin lo kali ini!"

"Lo udah hancurin persahabatan kita!"

•••
"Lo terlalu baik buat gue!"

"Alasan lo nolak gue ngga masuk akal. Kenapa, hm? Apa karena dia? Setidaknya jangan sahabat gue, Ca!"

"Lo diem berarti gue bener. Okey, kalau gitu siap-siap, gue bakal jadi orang terburuk di hidup lo!"

•••

"Maafin gue."

Brak!!!

Mata itu terbuka, dinding abu-abu itulah yang pertama kali memenuhi pengelihatannya. Peristiwa itu sudah seperti film lawas yang di putar sedemikan rupa dengan tempo tak beraturan dalam kepala.

Di lantai, puntung rokok bahkan botol minuman berserakan di mana-mana. Ruangan kecil dengan poster tengkorak berantai berwarna putih di dinding itu sudah seperti tempat sampah saat ini.

Kepalanya tertunduk, dengan menggunakan kepalan tangan, ia memukul pelan bahu yang terasa tegang sebab terlalu lama tidur dalam posisi duduk, menampilkan bekas luka jahitan di bawah leher. "Gadis penyuka orange."

"Dia baik-baik aja, minusnya dia agak berubah, dikit."

Mendengar itu ia tersenyum, jemarinya menekan pemantik-menyalakan rokok- kemudian menyesapnya.

"Lo kayaknya setia banget ngawasin dia?"

"Demi lo."

Cowok berjaket hitam dengan logo tengkorak serupa di dinding itu hanya terkekeh ringan sebagai jawaban. Bibir terbelahnya kembali menyesap rokok di sela-sela jari, kemudian memainkan asap yang menyembul di udara.

"Gue yakin ada sesuatu," Cowok dengan kostum yang hampir sama ikut mencomot sebatang rokok di atas meja. "Emang Lo ngga penasaran? Dia pergi tanpa alasan, pun jika itu benar, pasti sekarang dia udah pacaran sama si brengsek itu." imbuhnya.

"Gue bakal pindah kesana."

"Demi dia?"

••••

"Aca! bagun, udah pagi!" teriak anak kecil dari luar pintu kamar.

Butuh berapa detik untuk akhirnya sang empu mengumpulkan nyawa. Menghiraukan alarm hidup di luar sana.

"Alam?" gumamnya tiba-tiba, perasaanya mendadak tak enak. Matanya bergulir, menatap beberapa bungkus obat yang tercecer begitu saja di atas nakas. "Bener, lo memang terlalu baik gue," batinnya sebelum mata bulatnya menangkap balon biru helium di balik kaca jendela. Sadar tahu apa makna dan siapa pengirimnya, ia tersenyum miris. "Absen lagi? Alvano Alexander ngga waras."

"Aca, get up!"

Aca mendelik jengkel, tangannya naik menghapus karya seni di pipi. Adik satu-satunya itu memang sangat suka mencari gara-gara. "Ck, gue udah bangun!"

"Bunda, Kak Aca belum bangun!"

"Rey, loh mau gue bantai atau bagaimana, ha!"

"Bunda, kata kak Aca, dia nggak mau sekolah!" bohong Rey dengan kekehan nakal di balik pintu yang masih bisa terdengar di rungu Aca.

Manarik nafas panjang, ia menutup mata sejenak, mencoba menstabilkan emosi. "Sabar Aca, sabar, ini masih pagi!" gumamnya mengelus dada kasar.

"Bunda!"

"Dasar lo, yah!" teriak Aca setelahnya, menyibakkan selimut kemudian berlari ke arah pintu kamar dan membukanya.

"Ngga kena!" ejek Rey berlari dan sembunyi di belakang bunda. Wanita cantik berdaster lusuh itu tengah menyetrika dengan mata panda yang melingkar diarea matanya. Aroma rempah masakan, sabun cuci piring, deterjen, hingga bau Kispray, seperti biasa sepagi ini sudah menguar pekat disekitar tubuhnya.

"Udah, sekarang adek siap-siap udah mau jam 7." katanya kini beralih menatap Aca yang berdiri diambang pintu, "Kakak juga siap-siap, sekalian bunda anter." Aca tak menjawab, pintu coklat itu tertutup setelah kepalanya menggeleng dengan senyum yang dibuat semanis mungkin.

Nyawa dan segala macam ujiannya.



TBC ....

Tekan bintang 🌟 untuk melanjutkan 🥳

Old story(Cuaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang