Jedai biru

114 35 20
                                    

Spesial! Author kembali dengan bab yang lebih panjang!!!

Seperti biasa ritual dulu Sod sebelum membaca ❤️

"Dua hal mudah namun susah dilakukan, minta maaf, dan terimakasih." Alambara Rajendra Pratama.

                     "Happy reading"

                     "Happy reading"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelas selesai lima menit yang lalu. Ada dan tidaknya bu Lasmi benar-benar berpengaruh untuk jiwa kesetanan penghuni kelas 11IPS2.

Ditengah keriuhan yang melanda, Aca justru sibuk menumpuk buku jadi satu diatas meja, sebagai bentuk hukuman karena kalah taruhan dengan Zahra. Tentu semua itu tak luput dari pantauan cowok-cowok kelas yang tak ingin ketinggalan mengambil kesempatan dalam kesempitan, untuk sekedar PDKT dengan modus membantu Cuaca.
Namun, seperti biasa, itu percuma.

Tugas terakhir Aca usai, di perjanjian ia memang hanya perlu mengumpulkan buku, sisanya membiarkan yang punya piket membawanya kembali ke perpustakaan.

Jam pelajaran kedua kosong. Guru yang seharusnya mengisi jam pelajaran berhalangan hadir. Membuat kelas 11IPS2 bersorak-sorai. Lagi pula siapa yang tidak senang jika ada jamkos? Mereka hanya menunggu Zahra dan Aldi kembali membawa buku paket pelajaran kedua. Setelah itu terserah, mau mencatat, tidur, atau bagi yang berani ke kantin untuk mengisi perut.

Seperti kali ini, setelah tugas Zahra selesai, baru akan menuruni tangga menuju kantin, keduanya malah dibuat terdiam di tempat. Senyum Zahra yang abadi karena kehadiran Leo, dan manik Aca yang mendingin sebab beradu tatap dengan netra legam Alam. Semenjak masuk, laki-laki itu memang tak pernah sepi pengikut.

Semua bersorak, seraya menebak pertunjukan apa lagi, laki-laki yang menjadi bintang SMANSA dalam sehari itu ingin lakukan. Sangat nampak bagaimana ketertarikan Alam dengan Aca, yang tak mungkin terjadi dalam sehari. Jelas keduanya memiliki kisah tragis, jauh sebelum Alam masuk disekolah ini.

Kaki pincang itu melangkah menaiki tangga. Ia sengaja menyisakan satu anak sebagai pemisah.
Lama manik Alam menyisir dibola mata bulat itu, hingga Aca memutus kontak terdahulu. "Kemana aja, gue rindu." Aca menoleh tepat saat kakinya menginjak anak tangga yang sama dengan Alam.

Terlalu aneh jika sekarang jantung Aca melemah untuk kalimat sialan tersebut. Entah muslihat apa lagi yang laki-laki dengan lengan seragam yang selalu ia gulung dua kali itu mau tunjukkan.

"Clara juga rindu, my bubu!" Belum sempat Aca menoleh, tubuhnya terlebih dahulu terhuyung ke depan. Matanya menutup-pasrah-jatuh ditengah banyaknya orang dibawah.

Rasanya tangan Aca tertarik, membuat tubuhnya terputar, hingga saat membuka mata bukan lantai atau sepatu orang-orang yang ia temui, melainkan wajah Alam yang tatapan dinginnya sangat kontras dengan rautnya yang tampak khawatir.

Dilain sisi, sekarang ia juga terjebak dengan posisinya. Jatuh atau tidak semua berada ditangan Alam. Mau menarik untuk menyelamatkan, atau justru melepas untuk menjatuhkannya. "Lo nggak apa-apa?" Lontaran itu beriringan dengan teriakan dari beberapa orang yang baru ikut tersadar setelah tersentak beberapa saat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Old story(Cuaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang